Sebagian masyarakat berpikir bahwa semua masalah hidup -- termasuk ekonomi, pendidikan, atau kesehatan -- dapat diselesaikan hanya dengan meningkatkan ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Akibatnya, mereka mengesampingkan solusi-solusi praktis, seperti perencanaan keuangan, pelatihan keterampilan, atau pendidikan anak. Padahal, meski ibadah sangat penting, Islam juga mendorong kita untuk menggunakan akal, berinovasi, dan belajar dari pengalaman untuk mengatasi tantangan hidup.
Pemikiran ini bisa membentuk masyarakat yang kurang berani menghadapi persoalan secara langsung dan lebih cenderung pasif menunggu "pertolongan ilahi." Hal ini pada akhirnya menghambat proses belajar dan mengembangkan keterampilan praktis yang sebenarnya dibutuhkan untuk menghadapi dinamika hidup sehari-hari.
4. Mengabaikan Pentingnya Inovasi dan Kemajuan Ilmu Pengetahuan
Dalam sejarah Islam, kita mengenal tokoh-tokoh seperti Ibnu Sina, Al-Khwarizmi, dan Ibnu Rushd yang mempelajari beragam ilmu, dari kedokteran hingga matematika dan filsafat. Mereka menjadi bukti bahwa agama Islam tidak melarang ilmu dunia, bahkan mendorong umatnya untuk menguasainya demi kemaslahatan umat. Sayangnya, pemahaman ini semakin pudar di kalangan sebagian umat yang justru melihat ilmu pengetahuan sebagai "urusan dunia" yang tidak seharusnya diprioritaskan.
Pandangan sempit ini dapat mengisolasi umat dari perkembangan zaman dan membuat mereka bergantung pada teknologi atau ilmu yang diciptakan oleh pihak luar. Pada akhirnya, umat akan tertinggal, hanya menjadi pengguna dari teknologi atau ilmu yang seharusnya bisa mereka kuasai dan kembangkan.
5. Tidak Menghargai Usaha dan Strategi dalam Kesuksesan
Ketika seseorang mencapai kesuksesan atau keberhasilan finansial, sebagian orang sering mengaitkannya semata-mata dengan berkah dari amal ibadah. Mereka mengabaikan faktor-faktor duniawi seperti kemampuan membaca peluang, strategi bisnis, dan kecakapan manajemen yang mungkin berperan besar dalam keberhasilan tersebut. Akibatnya, masyarakat menjadi kurang terdorong untuk belajar dan mengembangkan diri dalam bidang-bidang yang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka.
Mengaitkan kesuksesan hanya dengan amal ibadah tanpa mempertimbangkan usaha, perencanaan, dan strategi dapat mengurangi apresiasi terhadap kerja keras dan inovasi. Sikap ini menghambat pola pikir rasional dan kemampuan untuk bersaing dalam ekonomi modern, yang pada akhirnya bisa memperburuk kondisi kemiskinan di masyarakat.
Kesimpulan: Memahami Agama dengan Keseimbangan
Islam mengajarkan keseimbangan antara urusan dunia dan akhirat. Tidak ada larangan untuk mengejar kesuksesan di dunia selama itu dilakukan dengan cara yang halal dan tetap mengingat tujuan akhirat. Islam juga mengajarkan umat untuk menggunakan akal, menguasai ilmu pengetahuan, serta berusaha semaksimal mungkin dalam segala hal. Maka, pola pikir yang mengabaikan dunia dan hanya bergantung pada ibadah untuk mengatasi setiap masalah sebenarnya bertentangan dengan ajaran Islam yang menyeluruh.
Jika umat Muslim ingin maju dan berkontribusi lebih besar dalam peradaban modern, mereka perlu memahami bahwa kedekatan dengan Allah dan kerja keras di dunia adalah dua hal yang saling melengkapi. Dengan pemahaman agama yang lebih seimbang, umat dapat meraih kesuksesan dunia sekaligus mempersiapkan kehidupan akhirat.