Mohon tunggu...
YASIR
YASIR Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

Saya adalah seorang mahasiswa jurusan komunikasi dan saya ingin memberikan opini, pendapat atau bisa juga pengalaman hidup saya kepada anda.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Inilah Alasan Mengapa Kemauan untuk Maju di Indonesia Masih Tipis

20 Oktober 2024   15:20 Diperbarui: 20 Oktober 2024   20:29 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi-pribadi

Indonesia adalah negara dengan potensi luar biasa. Sumber daya alam yang melimpah, populasi yang besar, dan posisi strategis di dunia global seharusnya menempatkan Indonesia sebagai salah satu kekuatan utama di Asia, bahkan dunia. Namun, di balik potensi ini, ada sebuah masalah yang menghambat kemajuan bangsa: **kemauan untuk maju yang masih sangat tipis** di kalangan masyarakat.

Kemauan untuk maju adalah faktor kunci yang menentukan apakah suatu bangsa bisa berkembang dan bersaing secara global. Sayangnya, di Indonesia, banyak orang masih terjebak dalam pola pikir stagnan dan tidak memiliki keinginan yang kuat untuk berubah. Berikut beberapa alasan mengapa hal ini terjadi dan apa yang bisa kita lakukan untuk membalikkan keadaan.

1. Budaya Pasrah dan Malas Berpikir
Salah satu penyebab utama mengapa kemauan untuk maju di Indonesia sangat tipis adalah budaya  pasrah dan malas berpikir. Banyak orang yang merasa bahwa keadaan yang mereka hadapi adalah sesuatu yang tidak bisa diubah, sehingga mereka hanya menerima apa adanya tanpa berusaha mencari solusi atau memperbaiki diri. Budaya ini diperparah dengan anggapan bahwa takdir sudah menentukan segalanya, sehingga tidak ada gunanya berusaha lebih keras.

Padahal, dalam banyak kasus, kemajuan terjadi justru ketika individu-individu mengambil inisiatif dan berani bertindak untuk mengubah nasib mereka. Dalam Al-Qur'an, disebutkan bahwa "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri" (QS. Ar-Ra'd: 11). Ini menekankan bahwa perubahan besar harus dimulai dari diri sendiri, bukan hanya mengandalkan faktor eksternal.

2. Kurangnya Pendidikan tentang Pentingnya Berpikir Kritis
Pendidikan di Indonesia sering kali berfokus pada hafalan dan kepatuhan, tanpa memberikan cukup ruang bagi murid untuk berpikir kritis dan kreatif. Akibatnya, generasi muda tumbuh dengan mentalitas yang hanya menerima informasi tanpa mempertanyakannya atau mencari jalan baru. Kemauan untuk maju hanya akan tumbuh ketika individu mampu berpikir kritis dan memahami apa yang harus diperbaiki dalam sistem atau diri mereka sendiri.

Pendidikan yang mendukung pemikiran kritis dan inovasi harus diperkuat, karena kemajuan suatu bangsa sangat bergantung pada kualitas generasi penerusnya.

3. Ketergantungan pada Pemimpin
Banyak masyarakat Indonesia masih memiliki mentalitas ketergantungan pada pemimpin atau pemerintah. Mereka percaya bahwa semua perubahan harus datang dari atas, sementara rakyat hanya perlu mengikuti. Pola pikir ini membatasi inisiatif pribadi dan kemauan individu untuk mengambil tindakan yang bisa berdampak positif. Padahal, kemajuan suatu negara tidak hanya ditentukan oleh kebijakan pemimpin, tetapi juga oleh partisipasi aktif dari rakyatnya.

Dalam konteks ini, penting untuk menumbuhkan kesadaran bahwa setiap individu memiliki tanggung jawab untuk berkontribusi terhadap kemajuan bangsa. Ketaatan terhadap hukum, kedisiplinan, serta usaha untuk terus belajar dan berinovasi harus datang dari dalam diri sendiri, bukan hanya menunggu instruksi dari pemerintah.

4. Takut Mengambil Risiko
Selain budaya malas berpikir dan pasrah, ketakutan untuk mengambil risiko juga menjadi penghalang besar. Banyak orang di Indonesia merasa nyaman dengan apa yang mereka miliki, bahkan jika kondisi tersebut jauh dari optimal. Mereka takut mencoba hal-hal baru karena khawatir akan kegagalan atau kecaman dari lingkungan sekitar. **Kemauan untuk maju** membutuhkan keberanian untuk keluar dari zona nyaman dan berani mencoba hal-hal baru, meski berisiko.

Dalam banyak negara yang maju, pengambilan risiko adalah bagian dari budaya. Masyarakat yang berani mencoba hal baru dan gagal justru akan lebih cepat belajar dan menemukan solusi yang lebih baik. Oleh karena itu, penting untuk mengubah persepsi masyarakat tentang kegagalan sebagai bagian dari proses menuju sukses.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun