menganalisis situasi di lapangan. Mereka asal mengoper bola tanpa memikirkan strategi untuk membawa bola ke gawang lawan dan mencetak gol. Padahal, dengan sedikit pemikiran kritis, mereka bisa melihat peluang lebih baik untuk menang.Â
Sebagai pelajar SMK yang sering bermain sepak bola di kampung saya, saya sering memperhatikan satu pola yang mengkhawatirkan. Banyak teman-teman saya bermain tanpaKebiasaan ini bukan hanya terjadi dalam permainan, tetapi juga berdampak pada kehidupan sehari-hari mereka. Misalnya, saat mereka melamar pekerjaan, banyak dari mereka yang bertanya, "Kenapa saya tidak mendapatkan pekerjaan?" atau "Apa yang salah dengan dunia kerja?" Tanpa berpikir secara kritis, mereka tidak menganalisis apa yang bisa diperbaiki dari diri mereka atau pendekatan yang harus mereka ubah.
Anak muda sekarang sering kali tidak menyadari bahwa berpikir kritis adalah kunci dalam menyelesaikan banyak masalah, termasuk dalam dunia kerja. Banyak dari mereka yang melamar pekerjaan hanya mengikuti pola yang sama, tanpa menganalisis bagaimana cara meningkatkan diri atau bagaimana memenuhi kebutuhan pasar kerja. Mereka tidak berusaha mencari tahu apa yang sebenarnya dicari oleh perusahaan, dan hanya mengandalkan keberuntungan.Â
Pola pikir yang malas ini membuat mereka stuck di tempat yang sama, tidak berkembang, dan merasa bahwa dunia tidak adil bagi mereka. Padahal, mereka sendiri tidak berusaha berpikir lebih dalam tentang apa yang salah dan apa yang bisa diperbaiki. Kenapa hal ini bisa terjadi?Â
1. Kurangnya Latihan Berpikir Kritis di Sekolah
Salah satu faktor yang bisa jadi penyebabnya adalah pendidikan yang kurang memberikan ruang untuk berpikir kritis. Di banyak sekolah, sistem pendidikan lebih menekankan pada hafalan dan kepatuhan terhadap aturan daripada mendorong siswa untuk berpikir secara mandiri.Â
Para siswa diajarkan untuk mencari jawaban yang benar dari buku teks, tetapi jarang diajak untuk mempertanyakan atau menganalisis jawaban tersebut. Akibatnya, mereka menjadi terbiasa menerima informasi tanpa mencoba untuk memahaminya secara lebih dalam atau mencari alternatif lain.
2. Kebiasaan Menerima Tanpa Mempertanyakan
Kebiasaan ini mungkin juga terbentuk dari pola pengajaran di rumah dan lingkungan sekitar. Sejak kecil, kita diajarkan untuk mendengarkan orang yang lebih tua atau lebih berwenang, seperti guru dan orang tua, tanpa terlalu banyak bertanya. Budaya yang terlalu menekankan kepatuhan bisa membuat seseorang takut untuk menantang atau mempertanyakan sesuatu. Ini membuat kemampuan berpikir kritis tidak berkembang.
3. Teknologi dan Informasi yang Berlebihan
Generasi sekarang juga dibanjiri dengan informasi dari berbagai sumber, terutama dari media sosial dan internet. Namun, banyak dari informasi ini dikonsumsi begitu saja tanpa analisis. Kemudahan mengakses informasi sering kali membuat orang malas untuk memprosesnya dengan mendalam. Mengapa perlu berpikir keras ketika jawabannya bisa dengan mudah ditemukan di Google? Pola pikir seperti ini membuat otak kita kurang terlatih untuk menyaring, menganalisis, dan memproses informasi.