Umat Islam, misalnya, diajarkan untuk berpikir secara mendalam dalam memahami Al-Quran. Tafsir, yang merupakan penjelasan tentang ayat-ayat Al-Quran, terus berkembang seiring dengan perubahan zaman dan konteks sosial. Ini menunjukkan bahwa ajaran agama pun perlu didekati dengan pemikiran kritis dan relevansi terhadap kehidupan saat ini.
Mendorong Kebebasan Berpendapat
Tidak ada satu pendapat pun yang benar mutlak tanpa bisa diuji. Ketika seseorang menyampaikan pendapat, penting bagi kita untuk tidak menutup diri dari kemungkinan kesalahan atau kekurangan dalam pendapat tersebut. Kritik, jika disampaikan dengan baik, seharusnya menjadi alat untuk memperbaiki dan memperdalam pemahaman, bukan sebagai serangan personal yang harus dihindari. Di sinilah pentingnya membuka diri terhadap perbedaan pendapat dan dialog yang sehat.
Masyarakat harus mulai menyadari bahwa berbeda pendapat bukan berarti sesat, dan mempertanyakan bukan berarti tidak taat. Justru, dengan berpikir kritis, kita dapat menemukan kebenaran yang lebih mendalam dan relevan dengan kehidupan kita saat ini.
Penutup: Menyongsong Masa Depan dengan Akal dan Hati
Krisis berpikir kritis yang terjadi di Indonesia saat ini adalah ancaman nyata bagi perkembangan sosial, agama, dan intelektual bangsa. Jika kita terus membiarkan doktrin "tidak boleh membantah" berkembang tanpa batas, kita akan kehilangan potensi besar dari generasi mendatang. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mulai mengajarkan nilai-nilai kritis, kebebasan berpikir, dan keberanian untuk mempertanyakan otoritas, agar masyarakat kita dapat tumbuh menjadi lebih mandiri dan cerdas dalam menghadapi tantangan zaman.
Berpikirlah, bukan hanya mengikuti!
Referensi pemikiran :Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H