Mohon tunggu...
YASIR
YASIR Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

Saya adalah seorang analis dan saya ingin mengeluarkan pendapat dan opini saya untuk kemajuan zaman dengan mengedepankan pikiran kritis bukan doktrin.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Indonesia Semakin Terpuruk: Dampak Mengabaikan Pemikiran Kritis dalam Kehidupan Beragama dan Sosial

29 September 2024   14:00 Diperbarui: 29 September 2024   14:02 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia, negeri yang kaya akan budaya dan keberagaman, justru mengalami kemunduran dalam beberapa aspek karena hilangnya tradisi berpikir kritis dalam masyarakatnya. Ironisnya, salah satu akar dari permasalahan ini berasal dari doktrin yang ditanamkan sejak kecil. Anak-anak diajarkan untuk tidak mempertanyakan pendapat orang tua, guru, dan ustadz, apalagi ulama. Akibatnya, ketika masyarakat dihadapkan dengan masalah atau perbedaan pendapat, pemikiran kritis yang seharusnya digunakan malah diabaikan.

Pendidikan Sejak Dini: Mematikan Nalar

Doktrin "jangan membantah orang tua, guru, dan ustadz" sering kali dianggap sebagai ajaran ketaatan yang luhur. Namun, jika tidak diimbangi dengan pengajaran tentang berpikir kritis, doktrin ini justru dapat mengekang kebebasan berpikir. Di usia yang seharusnya anak-anak mulai diajari untuk menilai sesuatu dengan rasional, mereka justru disuruh diam, tunduk, dan menerima tanpa mempertanyakan. Dalam jangka panjang, kebiasaan ini membuat mereka tumbuh menjadi generasi yang enggan untuk mempertanyakan kebenaran atau mencari informasi lebih dalam.

Ketika seseorang berani mempertanyakan atau tidak sependapat dengan ajaran yang diterima, mereka sering kali langsung dicap sebagai "sesat" atau memiliki pemikiran yang keliru. Padahal, proses mencari dan mempertanyakan kebenaran adalah bagian penting dari pemikiran kritis yang dapat membantu memperkaya wawasan dan menghasilkan solusi yang lebih baik dalam menghadapi tantangan hidup.

Pemikiran Ulama yang Dianggap Mutlak

Salah satu penyebab masyarakat enggan berpikir kritis adalah keyakinan bahwa pendapat ulama atau ustadz adalah kebenaran mutlak. Setiap kata yang keluar dari mereka seolah-olah adalah satu-satunya jalan yang harus diikuti tanpa pertanyaan. Sayangnya, budaya ini menutup pintu bagi verifikasi dan analisis. Di era digital, di mana informasi dapat diakses dari berbagai sumber, masyarakat masih terperangkap dalam pola pikir "ikuti saja tanpa tanya."

Di sisi lain, ajaran-ajaran agama yang seharusnya relevan dan kontekstual sering kali disampaikan tanpa penyesuaian terhadap perkembangan zaman. Ajaran yang mungkin sesuai pada masa lalu diulang-ulang tanpa melihat konteks kehidupan modern. Akibatnya, banyak ajaran yang diterima mentah-mentah tanpa mempertanyakan relevansi dan manfaatnya.

Media yang Dikendalikan oleh Perspektif Tunggal

Dalam dunia yang semakin terkoneksi, seharusnya kita memiliki akses ke berbagai sudut pandang yang beragam. Namun, di Indonesia, sering kali masyarakat hanya bergantung pada satu sumber informasi, seperti ustadz atau ulama yang mereka kenal, dan menutup diri terhadap media atau pendapat lain yang dianggap kurang "benar." Mereka menolak informasi yang tidak sesuai dengan keyakinan mereka, meskipun informasi tersebut memiliki dasar yang kuat atau berasal dari sumber yang kredibel.

Fenomena ini menciptakan masyarakat yang "enggan berpikir." Informasi diterima begitu saja, tanpa diolah, dikritisi, atau diuji kebenarannya. Masyarakat menjadi pasif, seolah-olah mereka hanya perlu menunggu instruksi dari pihak yang dianggap lebih tahu, tanpa inisiatif untuk mencari kebenaran sendiri.

Mengembalikan Tradisi Berpikir Kritis

Untuk keluar dari kemunduran ini, penting bagi kita untuk membangkitkan kembali budaya berpikir kritis. Ketaatan memang penting, tetapi lebih penting lagi adalah memahami mengapa kita harus taat. Kita harus mulai mengajarkan generasi muda untuk tidak hanya menerima informasi, tetapi juga mempertanyakan, menganalisis, dan memverifikasi informasi yang mereka terima. Pemikiran kritis tidak bertentangan dengan agama; justru, banyak ajaran agama yang mendorong umatnya untuk berpikir dan menggunakan akal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun