Dalam perjalanan hidup beragama, seringkali kita terjebak pada pemikiran yang membatasi diri kita pada masa lalu. Padahal, Islam adalah agama yang harus berkembang dan mampu beradaptasi dengan zaman yang terus berubah. Salah satu contoh yang relevan adalah hukum mengenai penggunaan celana melebihi mata kaki. Di masa lalu, tindakan ini dianggap sebagai simbol kesombongan karena hanya orang-orang kaya yang mampu mengenakan pakaian panjang untuk pamer status. Namun, di masa sekarang, mengenakan celana di bawah mata kaki bukan lagi menjadi simbol kesombongan, melainkan hanya bagian dari gaya berpakaian sehari-hari. Kita harus memahami bahwa ajaran agama, meski bersumber dari masa lalu, perlu diletakkan dalam konteks kehidupan modern. Seperti manusia yang harus beradaptasi dengan lingkungan baru, agama pun perlu berkembang agar relevan dengan kehidupan saat ini.
Islam, pada intinya, adalah agama yang mengajarkan kebaikan dan kemudahan, bukan kesulitan. Seringkali, ada yang menyalahartikan ajaran-ajaran agama dan mengajarkannya seolah-olah agama hanya mempersulit kehidupan. Padahal, kita harus ingat bahwa tujuan utama kita adalah menyembah Allah, mempercayai Nabi, Rasul, dan malaikat, serta berbuat baik kepada sesama manusia. Tidak ada syariat yang seharusnya terlalu membebani. Sebagai contoh, solat menghadap kiblat adalah bagian dari ajaran agama. Namun, dalam situasi darurat di mana kita tidak mengetahui arah kiblat atau tidak dapat menghadap kiblat, Islam memberikan kemudahan untuk menyesuaikan diri. Semua ajaran ini harus dipahami dalam konteks yang lebih fleksibel dan tidak mengesampingkan akal sehat. Kehidupan beragama tidak seharusnya menjadi beban yang mempersulit, tetapi memberikan jalan menuju kemudahan dan kedamaian.
Lebih jauh lagi, kita harus melihat bagaimana ayat-ayat Alquran dan hadis Nabi dipahami dan diinterpretasikan. Para ulama di masa lalu tentu menggunakan akal pikiran mereka untuk menafsirkan ayat-ayat tersebut sesuai dengan kondisi zaman mereka. Namun, kita sebagai umat Islam di era modern juga memiliki hak dan kewajiban untuk menggunakan akal kita sendiri dalam memahami ajaran-ajaran ini. Tafsir dari para ulama terdahulu memang memberikan pandangan yang penting, tetapi bukan berarti kita harus mengagungkannya tanpa berpikir kritis. Jika kita merasa tafsir-tafsir tersebut sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman, kita seharusnya bisa menciptakan tafsir yang baru. Menganggap setiap tafsir masa lalu sebagai mutlak benar tanpa mempertimbangkan konteks adalah tindakan yang dapat menghambat kemajuan berpikir kita sebagai umat beragama.
Sejarah Islam sendiri menunjukkan bahwa Nabi Muhammad pernah dibantah oleh para sahabatnya dalam situasi perang. Nabi menyarankan strategi tertentu, namun sahabat memiliki pendapat berbeda yang dianggap lebih sesuai dengan kondisi di lapangan. Ketika strategi itu tidak berhasil, Nabi tidak menyalahkan para sahabatnya. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan pendapat dan berpikir kritis tidak dilarang dalam Islam. Meski Alquran mengajarkan kita untuk mematuhi Nabi, ini tidak berarti kita harus menutup diri terhadap perkembangan ide-ide baru yang mungkin lebih relevan dalam situasi tertentu.
Namun, masalah yang sering muncul adalah tafsir-tafsir hadis yang tidak diperbarui atau disesuaikan dengan zaman. Beberapa hadis bahkan dianggap palsu oleh para ulama, namun banyak orang masih menganggapnya benar hanya karena mereka mengikuti ulama yang menguatkan hadis tersebut. Ini adalah salah satu contoh betapa pentingnya untuk tetap berpikir kritis dan tidak hanya mengikuti apa yang dikatakan tanpa mempertanyakan kebenarannya. Agama kita menuntut kita untuk berpikir dan menggunakan akal, bukan sekadar mengikuti secara buta.
Pada akhirnya, agama dan akal bukanlah dua hal yang bertentangan. Islam justru mendorong kita untuk menggunakan akal dan terus berkembang. Kita harus menjadi umat yang tidak hanya berpegang pada ajaran-ajaran masa lalu, tetapi juga mampu mengembangkan pemahaman baru yang relevan dengan kehidupan sekarang. Dengan cara inilah kita dapat mempertahankan relevansi agama dalam kehidupan modern, tanpa mengorbankan esensi dari ajaran-ajaran yang kita yakini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H