Mohon tunggu...
Yasinta Dewi
Yasinta Dewi Mohon Tunggu... -

Pemerhati

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pelayanan Samsat Bandung Timur Mengecewakan

3 November 2014   22:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:46 3313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senin, 3 November 2014
Pukul 12.00 WIB
Tepat pukul 12.00 WIB kereta Argo Parahyangan yang saya naiki berangkat dari Stasiun Bandung, tidak kurang atau lebih satu menit pun. Sejak PT Kereta Api dipimpin oleh Pak Ignatius Jonan, saya lebih memilih menggunakan moda transportasi kereta api dibandingkan travel atau pun bis untuk perjalanan antar kota jarak dekat. Saya senang dengan pelayanannya yang semakin profesional dan sangat memudahkan pengguna. Awalnya saya sudah skeptis dengan pelayanan umum dan birokrasi di Indonesia, tetapi melihat munculnya sosok-sosok pemimpin yang berani melakukan perubahan menumbuhkan kepedulian dan harapan dari masyarakat, termasuk saya. Karena itu saya ingin bercerita mengenai kekecewaan saya hari ini terhadap pelayanan salah satu dinas di Kota Bandung. Tulisan saya ini tidak bermaksud untuk menjelekkan pihak mana pun, semoga cerita saya ini justru bisa membantu meningkatkan kualitas pelayanan umum di Kota Bandung.
Ceritanya berawal dari kecerobohan saya menghilangkan STNK motor baru saya bulan lalu. Motor ini baru dibeli cash pada bulan Agustus 2014 dan BPKBnya baru saja selesai 3 hari yang lalu. Saya tidak sadar STNK saya hilang sampai saya mau keluar dari parkiran motor salah satu mall di daerah Jakarta Barat. Petugas parkir meminta saya untuk menunjukkan STNK dan saya baru sadar bahwa STNK saya sudah tidak ada di dompet saya. Karena tidak ada STNK, motor saya tidak diperbolehkan keluar dari parkiran, sampai saya bisa menunjukkan bukti bahwa motor tersebut adalah milik saya. Alhasil motor saya menginap di parkiran mall tersebut. Hari itu juga saya ke kantor polisi untuk membuat laporan kehilangan. Sayangnya laporan tidak bisa dibuat karena saya tidak membawa BPKB atau fotocopy STNK yang bisa menunjukkan nomor mesin dan nomor rangka motor saya. Saya bingung saat itu, karena BPKB jelas belum jadi dan saya tidak punya fotocopy STNK. Sebenarnya saya agak sedikit kesal, kenapa kepolisian kita belum juga memanfaatkan teknologi untuk penyimpanan data. Saya rasa bukan hal yang sulit untuk mendata keseluruhan Nopol Kendaraan yang telah dikeluarkan. Kalau kesulitan dengan tahun-tahun yang jauh misal di atas 10 tahun, maka bisa dimulai dari tahun sekarang kan, dan bisa setiap waktu diperbaharui karena selalu ada orang yang membayar pajak setiap harinya maka setiap hari menginput data para wajib pajak, selama lima tahun seharusnya sudah terdata semua. Hal ini justru mempermudah polisi untuk mengecek kendaraan yang tidak membayar pajak dan kendaraan curian. Kan enak kalau saya tinggal bilang Nopol saya dan keluar deh data-data motornya. Tinggal dicek apakah benar saya punya KTP sesuai data. Yah daripada kesal dan berandai-andai, saya akhirnya menghubungi orang rumah dan mendapatkan fotocopy STNK saya yang hilang. Dengan berbekal fotocopy STNK dan KTP saya membuat laporan kehilangan dan akhirnya motor saya bisa dikeluarkan dari parkiran.
Kesulitan selanjutnya adalah proses membuat STNK duplikat. Sebelumnya saya sudah pernah kehilangan STNK juga karena dompet saya hilang, tetapi saat itu yang mengurus orang tua saya karena kebetulan saya kerja di luar kota. Pada saat itu orang tua saya mengeluhkan rumitnya proses untuk membuat STNK duplikat ini. Karena itu, kali ini harus saya sendiri yang bertanggungjawab membuat duplikat STNK. Sebelum pulang ke Bandung untuk membuat STNK, saya browsing dulu di google. Saya mencari tahu sistem pembuatan STNK duplikat. Menurut informasi dari Divisi Humas Polri di facebook prosesnya mudah dan murah. Banyak komentar dan blog-blog yang mendukung informasi tersebut. Dari info yang saya dapatkan intinya kita hanya perlu datang ke samsat setempat dan mengikuti prosesnya dengan membawa surat laporan kehilangan dari kepolisian, BPKB asli, KTP dan fotocopy STNK. Kalau tidak ada fotocopynya pun tidak apa-apa. Biayanya hanya Rp 50.000,- untuk administrasi. Kelihatannya mudah sekali kan? Sayangnya info ini bertolakbelakang dengan pengalaman orang tua saya yang harus kesana kemari dan membuat iklan di media cetak.
Karena informasi yang simpang siur akhirnya saya ikuti saja dulu ketentuan yang diketahui oleh orang tua saya, secara mereka yang sebelumnya berpengalaman dengan pembuatan STNK duplikat. Saya sebenarnya paham logika untuk membuat iklan terlebih dahulu, yaitu sebagai upaya pemilik STNK mencari STNKnya terlebih dahulu sebelum benar-benar dinyatakan hilang. Masalahnya ketentuan untuk membuat iklan di media cetak menurut saya sudah kurang sekali manfaatnya. Karena media cetak, dalam hal ini koran, sudah tidak begitu efektif dalam menginformasikan kehilangan, dan media jaman sekarang tidak hanya media cetak. Saya sendiri sudah menyusuri kembali tempat-tempat yang saya datangi selama satu minggu, saya menginformasikan kehilangan STNK saya di dua mall, dua stasiun, warung tempat makan, bahkan di pemakaman. Menurut saya itu sudah termasuk upaya pencarian. Dengan membuat iklan justru saya mendapat telpon dan sms penipuan yang mengaku telah menemukan STNK saya.
Setelah membuat iklan dan melakukan cek fisik bantuan di Polda Metro Jaya, saya pulang ke Bandung untuk mengurus pembuatan STNK duplikat di Kantor Samsat Bandung Timur. Menurut ayah saya, daripada saya bolak-balik seperti beliau kemarin, lebih baik saya ikuti proses yang dilakukan ayah saya kemarin. Akhirnya bersama ayah saya pada senin tanggal 27 Oktober 2014 saya berangkat ke Polwiltabes di Jl. Jawa untuk membuat BAP. Sampai di bagian untuk membuat BAP di lantai 2, saya diminta untuk memperbaharui surat laporan kehilangan di SPK terlebih dahulu dan memfotocopy berkas yang dibutuhkan. Setelah membuat surat laporan kehilangan yang baru (saya sebenarnya ga ngerti kenapa surat kehilangan harus diperbaharui, padahal menurut saya surat kehilangan yang pertama justru lebih valid), saya kembali ke lantai dua untuk pembuatan BAP. Pembuatan BAP cukup cepat, tanpa ada wawancara langsung berkas BAP dibuat. Padahal di berkas tersebut tertulis adegan wawancara yang tidak pernah ada. Untuk proses ini saya tidak membayar apapun karena setahu saya pelayanan di kepolisian itu gratis.
Selesai tanda tangan berkas BAP di Polwiltabes, kami masih harus ke Polda Jabar di By Pass dekat Panyileukan untuk membuat berkas apa lagi lah saya juga kurang paham. Bayangkan jalan yang harus ditempuh dari barat ke timur, hanya untuk sebuah berkas yang lagi-lagi isinya mirip intinya saya dengan KTP sekian-sekian benar kehilangan STNK dengan data sekian-sekian. Untuk berkas kali ini saya diminta bayaran yang katanya untuk administrasi, saya lupa nominal pastinya antara 10.000/15.000. Karena saya buru-buru dan sudah malas bertanya-tanya juga aturan untuk biaya administrasinya, akhirnya saya bayar dan pergi.
Selanjutnya saya akhirnya ke samsat. Karena saya sudah melakukan cek fisik dan memenuhi segala persyaratan, saya kira prosesnya akan cepat, ternyata justru semakin berbelit. Sesampainya di samsat saya ke counter cek fisik, saya di suruh ke gudang arsip untuk mengambil arsip dan ke pos cek fisik untuk validasi. Lagi-lagi saya mengeluh, ini kan motor baru, BPKB saja belum ada, arsip apa pula yang harus saya ambil. Ditambah kenapa harus customer yang datang ke gudang arsip bukannya petugas. Lagi-lagi coba kalau semua data sudah didigitalisasi, tentunya semua akan mudah. Sampai di gudang arsip saya menunggu dan akhirnya setelah 10 menit dipanggil dan diberikan map kosong. Oke saya mulai agak kesal tapi tetap saya ikuti saja prosesnya. Saya datang ke pos cek fisik dan data cek fisik bantuan dari Polda Metro Jaya pun divalidasi. Saya kira sudah selesai tinggal ke counter pendaftaran, ternyata tidak. Saya harus kembali ke counter cek fisik mengambil nomor antrian dan menunggu. Saya melihat di dalam ada kurang lebih 5-6 orang yang hanya melihat-lihat, mengatur berkas, menghekter, dan mencap. Dan untuk semua proses itu butuh waktu kurang lebih 15 menit. Setelah selesai saya ke counter pendaftaran mengambil nomor antrian dan jeng jeng counter untuk pembuatan duplikat sudah tutup karena petugas istirahat siang. Di samsat ini, counter tutup jam 11.30 tepat atau mungkin kurang dan buka kembali jam 13.00 tidak tepat atau lebih tepatnya ngaret beberapa belas menit.
Sangat tidak efektif menurut saya, istirahat selama 1 jam 30 menit. Dan itu membuat seluruh customer menunggu. Mungkin dikiranya orang-orang yang datang ini tidak bekerja makanya waktu dibuang-buang begitu saja. Saya rasa waktu istirahat bisa disiasati dengan istirahat bergantian, shalat dan makan siang tidak sampai 30 menit kok. Kalau memang itu membuat jam kerja bertambah, maka waktu pelayanan bisa dimajukan misal yang tadinya sampai jam 3 mungkin bisa sampai jam 2 saja. Yang penting tidak ada waktu yang terbuang dan bobot pekerjaan tetap sesuai. Win win solution, semua senang.
Setelah shalat dan makan siang saya masih harus menunggu sekitar 1 jam sampai counter buka jam 13.15. Setelah counter buka saya memasukkan berkas  dan menunggu sekitar 20 menit. Setelah itu saya dipanggil dan diberitahu kalau saya bisa kembali lagi minggu depan dengan membawa kertas bertuliskan duplikat yang diberikan dan KTP asli. Saya pada saat itu sudah cukup kesal karena sebelumnya ayah saya saja hanya butuh waktu satu hari sampai STNK duplikat jadi, kenapa saya seminggu? Kata petugas prosesnya agak lama karena harus diurus ke Polri dan lain-lain. Tapi kemudian saya berpositive thinking, oh mungkin karena ini motor baru yang BPKBnya belum ada makanya prosesnya agak lama. Saya pun pulang dan segera berkemas untuk mengejar travel ke Jakarta. Di perjalanan menuju travel, orang dari samsat telpon dan menanyakan iklan yang saya buat. Saya kesal sekali, berkali-kali saya serahkan berkas iklan asli dan selalu dikembalikan. Sudah 1 jam lebih saya meninggalkan samsat dan petugas baru mengecek berkas saya dan meminta berkas iklan yang asli. Apa saja coba yang dilakukan 4-5 orang di dalam satu counter? Hanya hekter-hekter, cap-cap, dan tanda tangan saja, justru tidak teliti memeriksa berkas. Akhirnya besoknya ayah saya datang kembali ke samsat untuk menyerahkan berkas iklan yang asli.
Puncak kekesalan saya adalah hari ini. Saya kira setelah satu minggu proses, saya tinggal datang membayar dan mengambil STNK duplikat. Perkiraan saya tidak sampai 30 menit proses selesai. Ternyata sesampainya di counter 5 tempat pembuatan STNK duplikat, saya harus ke counter pendaftaran lagi untuk mengambil nomor antrian baru. Setelah mengambil nomor antrian saya datang ke counter 5 dan menyerahkan bukti proses pembuatan STNK dan KTP asli. Saya pun menunggu bersama customer lainnya. Kurang lebih 20 menit nama saya dipanggil, saya kira prosesnya sudah selesai, ternyata saya cuma ditanya nama dan nopol kendaraan, ternyata petugas polisi di counter itu salah memasukkan KTP saya di berkas yang lain. Saya kembali menunggu. Sembari menunggu saya memperhatikan petugas di dalam counter santai-santai sekali, mereka lebih banyak menganggur, mengobrol, main hp, sekalinya pegang berkas hanya dibuka-buka, dihekter, dicap, tanda tangan. Hanya itu yang saya lihat dilakukan petugas yng jumlahnya 4 orang. Setelah satu jam lebih tidak dipanggil saya mulai kesal, saya pun bertanya ke petugas di counter 5, Rohman namanya, berikut percakapan saya:
Y : "Maaf Mas, saya mau tanya. Kan berkas saya sudah diproses dari minggu lalu, kenapa saya masih harus menunggu lama?"
R : "Maaf ya Bu satu minggu itu bukan diproses. Berkas Ibu diajukan ke pimpinan setelah itu sekarang baru kami proses. Ini juga sudah dipercepat, harusnya ibu menunggu selama 2 minggu"
Y : "Jadi selama satu minggu kemarin berkas saya cuma diajukan? Belum diproses sama sekali?"
R : "Iya Bu, silahkan Ibu baca saja peraturannya di surat permohonan yang Ibu ajukan kemarin." (Sambil menyodorkan surat permohonan pembuatan STNK duplikat yang tidak ada lambang dinas maupun POLRI dan mungkin sudah dicopy jutaan kali hingga pudar warnanya)
Y : "Memangnya peraturan di setiap daerah beda-beda ya, Mas? Kok kalau di Jakarta menurut Pak Polisi bisa diselesaikan dalam satu hari dan tidak perlu sampai membuat iklan?"
R : "Memang peraturan di setiap daerah beda-beda Bu, tergantung pimpinannya. Jadi tidak bisa disamakan."
Y : (saya pun mulai menyerah) "Oke, jadi berapa lama lagi saya harus menunggu?"
R : "Sebentar lagi Bu"
Saya pun duduk dan menunggu. Sudah hampir 30 menit nomor saya tidak juga dipanggil, banyak nomor-nomor di atas saya yang justru sudah dipanggil. Dengan kesal saya pun bertanya pada Mbak kasir apakah nomor saya sudah dipanggil. Mbak kasir bilang belum ada nomor saya, saya diminta bertanya ke counter 5 saja. Saya pun bertanya lagi dengan kesal ke Mas Rohman petugas di counter 5:
Y : "Mas kenapa nomor saya daritadi dilewat-lewat terus?"
R : "Ibu, dibelakang banyak sekali berkas yang harus diproses, yang bayar pajak tahunan, lima tahunan, pembuatan plat nomor"
Y : (kekesalan saya semakin memuncak karena buat apa dibagi-bagi per bagian kalau di belakang prosesnya campur-campur dengan bagian lain) "Mas, saya mau tahu ini sistem kerja di Samsat siapa yang buat, Dispenda atau Kepolisian?"
R : "Dispenda, Bu"
Y : "Berarti saya kalau mau komplain ke Dispenda?"
R : "Betul, Bu"
Setelah percakapan tersebut akhirnya 20 menit kemudian nama saya dipanggil, saya ke kasir untuk membayar senilai Rp 50.000,- dan segera setelah itu STNK saya jadi.
Jujur saya kesal sekali hari ini dengan pelayanan di Samsat Bandung Timur. Saya lihat sistem untuk pembayaran pajak kendaraan tahunan sudah lebih banyak inovasi dengan cabang samsat di beberapa pusat perbelanjaan, samsat keliling, dan drive thru. Pelayanan saat cek fisik di Polda Metro Jaya pun sangat cepat dan tidak berbelit. Awalnya saya mengira kinerja di Kantor Samsat pun sudah banyak inovasi dan kemajuan, ternyata masih sama saja berbelitnya. Banyak hal yang saya rasa kurang efektif dan saya tidak tahu tujuannya buat apa. Mungkin dari pihak yang lebih tahu bisa memberikan penjelasan mengapa sistemnya harus berbelit seperti itu.
Saya berharap tulisan ini bisa dibaca oleh Kepala Dispenda, Kepala Polisi Daerah Jawa Barat dan Walikota Bandung agar pelayanan umum bagi masyarakat Kota Bandung bisa lebih maksimal dan efektif. Maaf jika ada pihak yang kurang berkenan, semua yang saya tulis berdasarkan pengalaman pribadi yang subjektif.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun