Sebelum memulai bercerita, perkenalkan namaku aurelia , seorang siswi kelas 8 di suatu sekolah menengah pertama. Pagi ini adalah hari Sabtu, waktu di mana seharusnya aku tidak berangkat menuju sekolah. Sebab bagi siswa yang duduk di sekolah menengah pertama, institusi kami hanya menjalankan pembelajaran lima hari kerja. Oleh sebab itu menjadi wajar apabila kami seharusnya duduk di rumah sambil menonton televisi untuk mengisi waktu istirahat.
Akan tetapi, tidak seperti hari ini, kami harus berangkat pagi menuju sekolah untuk mengikuti upacara bendera tentang Sumpah Pemuda 28 Oktober. Bagiku ketika menginjak bangku sekolah dasar, upacara seperti peringatan sumpah pemuda adalah buang-buang waktu, terlebih panas. Kendati demikian, akhir-akhir ini aku sadar bahwa upacara tersebut sudah sewajarnya dilakukan, sebab mengandung syarat sejarah.
Sumpah Pemuda adalah peringatan besar dalam sejarah bangsa Indonesia. Tepat pada 28 Oktober 1928, Sumpah Pemuda berhasil dihasilkan dalam Kongres Pemuda II hari kedua yang diselenggarakan di Gedung Oost Java (kini Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat). Adapun bunyi Sumpah Pemuda sebagai berikut:
Pertama
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kedua
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Ketiga
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Sumpah Pemuda tersebut bukan sekedar kata-kata tanpa makna. Namun mengandung arti besar sebagai salah satu tonggak awal yang membangun kesadaran bangsa.
Di mana banyak perwakilan para pemuda berkumpul untuk mengikrarkan janji penting berupa Sumpah Pemuda. Kendati berbeda suku, agama, dan daerah, para pemuda berkumpul untuk berikrar satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa.