Mohon tunggu...
AH. Yasin J.
AH. Yasin J. Mohon Tunggu... Novelis - Alfa

Terus berkarya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bercinta dengan Alam Selatan

16 Juli 2020   13:38 Diperbarui: 16 Juli 2020   13:26 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

*yasin j
perjanan ke gawah lauk bersama kanda burhan dan temen-teman HPM KJk

---bercinta dengan alam selatan---

Setelah sholat zuhur saya coba merebahkan badanku yang agak lemas karena kurang tidur gara-gara harus rapat darurat persiapan acara 10 november, mengenang sang pembelajar sejati dengan sejuta karya.

Tanpa sadar suara dan penglihatanku tiba" memudar bagaikan jasad ini sudah tak bernyawa. Hingga akhirnya aku tersadar ketika burhan mengetuk lembut bahuku sembari berkata "bangun..... ayok kita jalan" akupun terbangun dengan suasana badan lemas dan letih,  aku coba memaksa jendela mataku terbuka walaupun berat sekali rasanya,  sesegera munkin saya berusaha bangun dan mengaktifkan kembali ragaku yang sedikit demi sedikit fungsinya mulai normal kembali, akupun pergi mencuci muka dan mempersiapkan hal-hal yang perlu di bawa.
 
Putaran roda dan hembusan angin jalan turut memberkahi perjalanan kami,  sesekali burhan melemparkan pertanyaan agar suasana perjalanan kami tidak sunyi dari bunyi yang tersembunyi, perjalanan kami semakin asyik ketika dialektika akan mimpi-mimpi di masa depan mengudara tersambar senada dan seirama dengan angin perjalanan,  di sela-sela perjalanan sengatan matahari cukup terasa di tengah ramai, riuh dan polusi jalanan, hingga kami pun harus menjeda perlanan kami karena pusat ibu kota mulai ribut  dan terjadi cheaos yang sangat luar biasa, memaksa kami untuk menghentikan suara mesin dan mencari warung makan. Setelah pusat ibu kota berdamai dengan keadaan, kamipun melanjutkan perjalanan. 

Tidak jauh dari warung makan tempat kami makan tadi, terdengar suara deringan hp dan ternyata senior sesepuh kjk menelpon dan mengajak jalan bareng, kamipun berhenti di desa tutuk untuk menunggunya sembari menunaikan kewajiban sore kepada sang kuasa,  dengan harapan ridhonya selalu tercurahkan di setiap langkah kami. 

Setibanya kami di pertigaan tutuk, kamipun bergantian menyucikan diri dan mempersembahkan sujud terbaik kami, setelah itu,  kami juga tidak lupa menjalani ritual keseharian kami di warung kopi,  kepulan asap dan suara kendaraan d  tengah pahit manisnya air hitam turut menguatkan kami dalam penantian, walupun kata orang menunggu itu pekerjaan yang paling membosankan, heeee bagaimana kalok menunggu jodoh ya.

Di tengah hangatnya kami meneguk segelas kopi,  mata dan pikiranku pun terfokus pada mobil yang silih berganti parkir di depan kami,  seakan akan mobil-mobil itu tidak ada hentinya bergilir ganti dan mengisi air di sumur yang konon menurut cerita-cerita orang tua kami di selatan itu adalah sumur tertua dan tidak pernah kering.

Ada banyak mitos cerita rakyat terkait dengan sumur itu, sumur tua yang airnya bagaikan air di tengah lautan yang tak akan pernah habis.

Konon ceritanya sumur tutuk adalah sumber mata air terbesar di wilayah selatan tepatnya di kecamatan jerowaru,  sumur airnya tidak pernah berkurang walaupun wilayah selatan sering di landa kekeringan, dari sumur inilah air mengalir ke segala penjuru di wilayah jerowaru menjadi sumber kehidupan dan kemakmuran masyarakat selatan,  di tengah kondisi alam yang agak gersang,  masyarakat di ajarkan oleh alam untuk menjaga dan mensyukuri setiap anugrah tuhan yang diberikan,  dengan segala keterbatasan kami anak selatan di ajarkan untuk menjadi orang-orang tangguh mengarungi bahtera kehidupan, Lebih berani hidup dan tidak menyerah pada keadaan. Demikian sekelumit cerita sumur tua yang mengubah lemah menjadi kuat,  terpuruk menjadi bangkit, marah menjadi ramah,  benci menjadi suka dan sengsara menjadi bahagia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun