[caption id="attachment_331888" align="aligncenter" width="530" caption="ILC libur 3 minggu dan penjelasan Karni Ilyas"][/caption]
Akhirnya acara sejuta umat "Indonesia Lawyers Club" (ILC) kembali tayang malam ini; setelah 3 minggu vakum demi menghindar dari riuhnya keberpihakan media. Itu yg tersirat saya tangkap dari twitter uda Karni Ilyas.
Mengangkat bahasan "Pemilu Curang, Bisakah DPR Bebas Korupsi?", acara ini tak mengungkap hal baru. Penuh curiga, kemarahan dan adu wacana. Remote seringkali saya pencet ke acara sejenis di stasiun sebelah Indonesia Lawak Klub. Murni dagelannya.
Sebenarnya saya mulai agak bosan menonton acara— yang bisa jadi—talkshow terlama di Indonesia ini. Selain narasumbernya kadang bersandiwara, isi acaranya juga agak (kian) jauh dari solutif. Pertama, kesan sandiwara muncul bila kita melihat narasumber talkshow peraih Panasonic Award ini satu persatu menjadi pasien KPK.
Minggu ini mereka mungkin berapi-api mengecam koruptor, minggu depan mereka menjadi aktornya—satu persatu digelandang KPK. Mayoritas dari Senayan. Suatu hari, Fadjroel Rachman menangkap fenomena ini dengan selorohannya, “Satu persatu kawan di samping kiri kanan saya mulai menghilang.”
Kedua, minimnya solusi; solusi konkret tentunya. Menurut sepenggal pemahaman saya, semakin lama acara seperti ILK ini ditayangkan, seharusnya sistem hukum kita semakin membaik. Tapi, apa yang kita lihat?
Berlimpahnya wacana bernas di acara itu terasa hampa karena nyaris minim eksekusi. Dari masalah korupsi hingga narkoba; Dari mewahnya penjara sampai jelatanya rakyat; Dari opspek penuh darah hingga dokter malapraktek. Entah topik ‘seksi’ apalagi yang belum dibahas.
Padahal, apa kurangnya DPR, menteri, hakim agung bahkan, Presiden (ILC) nimbrung membahas satu masalah berjam-jam dalam satu ruangan mewah itu. Bolak balik ke kamar kecil tiap jeda acara. Urat leher tarik-tarikan mempertahankan pendapat. Teriak pun diumbar demi (seolah) membela kebenaran.
Ah, lama-lama saya seperti narasumber ILC: ngerundel tidak jelas tapi selanjutnya sayup-sayup menghilang digulung wacana. Saya mengamati, ‘komitmen’ di balik layar lebih perkasa dibanding apa yang kita lihat di depan kaca.
Tapi, saya meyakini minimal saya telah bersuara, terserah mau kemana tulisan ini menemukan takdirnya. Itu bukan domain saya lagi.
[caption id="attachment_331889" align="aligncenter" width="480" caption="Tren pencarian ILC dengan Indonesia Lawak Klub di dunia maya"]