Mohon tunggu...
Yasin MS
Yasin MS Mohon Tunggu... -

Ada kebaikan yg seringkali tak kita temukan dalam cerita kehidupan...

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

127 Hours dan Kenangan sebagai Penguat

24 Januari 2011   10:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:14 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bisa jadi penderitaan yang kita alami tidak sebanding dengan penderitaan orang-orang yang telah merasakan penderitaan luar biasa yang mereka alami. Tak satupun dari kita menginginkannya,  tapi  kehidupan memang selalu diwarnai seperti itu.  Kata orang bijak,  Hidup ini tak lepas dari cobaan dan ujian, anda berada dalam posisi yang 'tinggi', kaya, sehat,  namun tidak sedikit dari mereka yang menderita dan tidak bahagia. Begitu juga orang-orang miskin yang setiap hari di jalanan bertarung dengan panasnya roda-roda jalanan kehidupan. Ada yang bahagia tapi lebih banyak yang menderita. Atau yang lebih parah, tanya saja kepada Jean Dominique Bauby [Le scaphandre et le papillon -2007] , Gambaran kasarnya seperti ini : "Badan anda di ikat dengan rantai yang besar lalu mulut anda disumpal, dicelupkan ketengah lautan yang dalam, tapi tidak mati, hanya diam kesakitan tak berkutik. Di Menit ke enambelas itulah, Aaron Ralston [James Franco]pertama kali dalam sepanjang hidupnya mulai merasakan titik rendah penderitaan dalam hidup.  Saya masih ingat, dahulu waktu masih kecil,  tangan saya terjepit pintu rumah besar yang tidak sengaja di tutup kencang oleh adik sepupu. Tidak hanya tangan saya yang berdarah,  sayapun menangis, plus beberapa hari saya tidak bisa bebas mengerakan jari-jari kanan ini. Ah,  terlalu naïf, menggunakan analogi disparity antara kejepit pintu dengan batu berton beratnya. Tatapan mata Aaron Ralston di menit itu seolah mengisyaratkan ia sedang berhadapan dengan kematian. Setelah menikmati petualangan, berenang bersama kedua wanita, melewati lorong-lorong indah nan terjal dan sempit di Bukit Canyon, batu besar itu tidak mau melepaskan tangan kanannya. Dan disinilah inti sebenarnya cerita bermula. Menit enam belas hingga satu jam seperempat kedepan, kita diajak berpetualangan. Hanya saja, untuk mentransformasikan cerita kesendirian Aaron Ralston kedalam sebuah layar tidak semudah saat seorang tokoh cerita itu diberikan ruang yang luas. Chuck Noland [Castaway 2000] bisa bebas mengekpresikan kesedihan dan kesendirian di pulau yang luas. Pun kisah nyata Aaron ini juga tidak bisa di aktualisasikan sangat banyak seperti halnya adventurer Chriss Mccandless [Into the wild 2007] mengelilingi dunia. Pesona Danny Boyle, sebagai salah satu Auteur terdepan generasi sekarang, Mengadaptasi sebuah novel otobiografi Karya Aaron sendiri, berjudul "Betwen a Rock and a Hard place".  Ia memunculkan kembali imajinasi Claustrophobic a la Danny,  sebagaimana karya-karya luar biasa sebelumnya,  sebut saja Trainspoting, Beach,  28 days later, hingga Slumdog Millionare. Ia tidak terjebak pada satu penuturan saja. Justru, One Man Show- James Franco, dalam jepitan dan kesendirian itu ditemani Handycam, sebotol air, dan barang-barang lain yang tersisa menghadirkan sebuah cerita yang tidak biasa; A Survival. Sejenak mengingat, saat saya sakit demam, Ibu saya duduk disamping dan memberikan sentuhan tangan luar biasa. Tangannya yang lembut memegang dahi saya, dan saya tersenyum seketika. Nyaman, sesuatu yang kini terasa mahal, untuk sebagian orang tentunya.  Saat kini hidup jauh dari mereka, yang terkadang menderita dan berbahagia sendiri. Memang benar, seperti yang pernah saya alami, orang-orang yang kita cintai disekitar kita hampir selalu hadir dalam kemasan indah imajinasi kita disaat mengalami kesedihan dan penderitaan. Jelas ini bukan asumsi saya semata, Takeshi Maekawa pun mencoba mengangkat imajinasi kenangan ini lewat ‘manga’ miliknya. Karakter utama Chinmi [Tekken Chinmi-manga] berkali- kali dia hampir menemui ajal. Saat malam hari, di tengah-tengah laut dan diseret oleh ikan hiu yang luar biasa besar, atau saat badannya yang sudah tidak berdaya dan hampir mati ditangan musuhnya, saat itu pun ia mengingat orang-orang yang dicintainya, termasuk monyet kecil peliharaanya, akhirnya ia keluar dari tekanan luar biasa itu. Dan Dany Boyle tahu caranya mengambarkan kerinduan Aaron, yang menurut pendapat saya, sangat-sangat berhasil ia tampilkan. Tentu saja untuk selanjutnya, saya tidak hendak memberikan detail elemen cerita perjalanan pendaki ini selama “127 hours” termasuk adegan disturbing di bagian terakhir juga pesona music score indah AR.Rahman dan lagu yang kata orang serasa bikin hidup kembali, Festival-Sigur Ros. Karena Tagline film ini sebenarnya sudah menjawab pesan esensi dari film; "There is no force more powerful than the will to live.“

-=(0)=-

127 Hours

a Film by Dany Boyle

My rate : 8,5.10

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun