Dilansir situs Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung, Munggahan adalah tradisi masyarakat Islam suku Sunda untuk menyambut datangnya bulan Ramadan. Munggahan berasal dari kata bahasa sunda 'Munggah' yang artinya berjalan/naik atau keluar dari kebiasaan kehidupan sehari-hari yang bermakna naik ke bulan yang suci atau tinggi derajatnya. Munggahan biasanya dilakukan di akhir bulan Sya'ban (sehari atau dua hari menjelang bulan suci Ramadan. Tradisi munggahan dimaksudkan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah, untuk membersihkan diri dari hal-hal yang buruk selama setahun ke sebelumnya dan agar terhindar dari perbuatan yang tidak baik selama menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan
Sebagai sebuah tradisi suku sunda, Munggahan menjadi agenda penting yang harus dilalui oleh seluruh masyarakat. Selain menjadi ungkapan rasa syukur kepada Allah, Munggahan juga bisa menjadi ajang mempererat tali silaturahmi sanak saudara. Bentuk munggahan sendiri bervariasi, namun umumnya diisi dengan kegiatan berjumpa dengan keluarga dan kerabat, makan bersama, dan saling bermaaf-maafan sekaligus berdoa bersama. Selain itu, munggahan juga bisa di isi dengan membersihkan makam keluarga dan berpergian ke tempat wisata bersama keluarga.
Dalam upaya pemerintah dalam mengurangi penyebaran COVID-19, Pemerintah Indonesia menerapkan berbagai kebijakan. Salah satunya adalah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan di berbagai wilayah di Indonesia. Istilah PSBB muncul dari Presiden Joko Widodo yang menyebut PSBB sebagai upaya yang harus dilakukan untuk melawan pandemi COVID-19. PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi COVID-19 sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebarannya.
Pada tahun 2020 hingga 2022, COVID-19 sangat berpengaruh terhadap tradisi munggahan. Pada masa tersebut, masyarakat wajib melakukan lockdown[M2] , membatasi kegiatan bertemu tatap muka satu sama lain. Hal tersebut membuat tradisi munggahan yang bertujuan untuk menjalin tali silaturahmi pun tidak dapat dilaksanakan. Selain dikarenakan peraturan pemerintah yang membatasi berhubungan kontak fisik, Masyarakat secara dominan takut terinfeksi serta menularkan virus COVID-19.
Pandemi Covid-19 telah mengubah hubungan interaksi masyarakat dunia untuk adaptif menggunakan teknologi digital. Perkembangan teknologi, terutama akibat pandemi Covid-19, banyak mengubah cara manusia dalam berkomunikasi, dari tatap muka menjadi virtual dengan keterbatasannya. Pandemi COVID-19 mengakibatkan peningkatan pengangguran, pemisahan keluarga, dan berbagai dampak sosial lainnya.
Pandemi COVID-19 juga memengaruhi tradisi munggahan dengan adanya perbedaan yang terjadi dibandingkan dengan sebelum pandemi COVID-19. Semenjak Pandemi Covid-19 terjadi, masyarakat enggan melaksanakan tradisi munggahan yang menjadi adat istiadat yang sudah menjadi tradisi turun menurun. Dengan tidak adanya tradisi munggahan dalam sebuah tradisi Sunda, dikhawatirkan tali silaturahmi menjadi renggang akibat tidak dapat berjumpa satu sama lain.
Perkembangan teknologi pada masa pandemi COVID-19 telah mengubah hubungan interaksi antarmasyarakat. Penggunaan aplikasi zoom, google meet dan lain lain telah mempermudah interaksi antar masyarakat. Perkembangan teknologi dalam bidang interaksi juga berpengaruh dalam tradisi munggahan. Meskipun kita tidak dapat bertemu secara tatap muka dengan keluarga dan kerabat, tetapi kita masih bisa berinteraksi dengan mereka dengan memanfaatkan teknologi interaksi yang sudah berkembang pesat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H