Pendidikan ala Kanisius; Wujud nyata dan aksi konkret.
Pengalaman adalah guru untuk semua
Compassion week yang diselenggarakan Kolese Kanisius setiap tahunnya merupakan wujud dari pendidikan karakter dan pendidikan merdeka belajar yang mejunjung kreatifitas serta sentuhan kemanusiaan yang ril. Pada 15-20 Aprll, secara serentak siswa kelas 7 sampai 12 mengikuti berbagai acara seperti membersihkan lingkungan, hidup bersama warga, dan ekskursi menemani mereka yang membutuhkan.Â
Acara ini, bukan hanya dilakukan sebagai wujud acara tahunan, tetapi bentuk kepedulian dan pelatihan bagi para siswa Kolese Kanisius untuk menerapkan hal-hal yang sudah dipelajari. Pada akhirnya, para Kanisian yang dididik untuk menjadi pemimpin masa depan, juga harus ikut merasakan hal-hal nyata yang dihadapi banyak orang. Sekolah berfungsi sebagai sarana untuk mengembangkan para siswanya.Â
Secara historis, pada awal tahun 1927, sekolah ini berdiri dan menerapkan kurikulum pendidikan yang cenderung memihak pada kaum elit serta mementingkan hal-hal akademis. Pada waktu itu, kurikulum yang dipakai adalah kurikulum untuk sekolah AMS (Algemene Middelbare School) dan HBS (Holgere Burger School). Namun, seiring berjalannya waktu, kolese Kanisius sebagai sekolah Jesuit telah melakukan berbagai terobosan pendidikan.Salah satunya adalah pendidikan holistik terhadap karakter yang diwujudkan melalui kegiatan-kegiatan di acara Compassion week.Â
Memang, sekolah dengan tradisi-tradisinya masing-masing harus berubah dan mengalami transformasi pendidikan selagi memegang teguh nilai-nilai yang sudah ada. Sebuah sekolah bukan hanya berdiri sebagai sebuah instansi pendidikan, tetapi juga sebagai rumah kedua para siswa dan guru yang berdinamika di sana. Sebuah sekolah juga harus memiliki program yang cukup untuk mempersiapkan para siswanya dalam menjadi pribadi yang kuat dan berkarakter baik.
Mimpi akan terwujud ketika keinginan menjadi aksi konkret
Selain itu, dinamika pendidikan yang terjadi juga harus memenuhi kebutuhan siswa untuk bertualang dan mengeksplorasi hal-hal yang tidak diketahui. Sekolah Kolese Kanisius memiliki beragam fasilitas seperti sporthall, perpustakaan, dan lain-lain bukan sebagai pemanis bangunan gedung. Akan tetapi, sebagai sarana kuat agar para siswa bisa mengembangkan talentanya secara maksimal
Sebuah satuan pendidikan atau sekolah juga memerlukan mimpi atau cita-cita besar agar segala usaha dan nilai-nilai yang diperjuangkan memiliki arah. Ketika sebuah satuan pendidikan memiliki arah yang jelas, para guru dan juga siswa-siswanya juga memiliki gairah dan ekspektasi yang sama. Salah satu contoh cita-cita Kolese Kanisius untuk  para siswanya adalah melayani sesama. Dengan itu program-program seperti membersihkan lingkungan sekitar, membagi sedikit harta untuk yang miskin, dan lain-lain rutin dilakukan di Kolese Kanisius.
Pada akhirnya, kata-kata yang diajarkan perlu ditekankan bukan melalui ruang kelas, akan tetapi melalui pengalaman-pengalaman yang dialami bersama. Mungkin ada saja yang bertanya, "Mengapa pendidikan dengan wujud konkret dan pengalaman itu penting?" Jawabannya adalah pendidikan seperti ini akan memberikan pengalaman yang tidak akan terlupakan sehingga menjadi nilai-nilai yang dibawa seorang siswa sepanjang hayat hidupnya. Setidaknya, dalam satuan pendidikan, perlu sentuhan humanisme yang sampai pada setiap siswa sehingga pendidikan yang diterima bukan sekedar materi yang bisa dilihat, dinilai, dan dicari solusinya. Tetapi juga dirasakan, dinikmati, dan disyukuri.Â