MARWAH KANJENG DIMAS*)
Oleh : Yarifai Mappeaty
Bermula ketika seorang bernama Kanjeng Dimas, ditangkap oleh pihak kepolisian dengan mengerahkan ribuan personil dengan persenjataan lengkap. Persis seperti penangkapan seorang teroris yang sering kita saksikan di televisi. Dunia media sosial tanah air pun menjadi heboh. Sejak itu, berkembang berbagai versi cerita tentangnya yang berseliweran kemana-mana hingga ia seolah-olah  bukan lagi manusia biasa. Terlebih karena ia memiliki kemampuan menghadirkan sejumlah fenomena keajaiban yang tak tersentuh nalar.
Lantas, kontroversi pun datang dengan sendirinya menghampiri sosok ini. Ada yang mencibir tidak percaya, tetapi juga tak sedikt yang percaya penuh dengan rasa takjub. Bagi penulis yang memiliki  persepsi yang mungkin berbeda dengan orang-orang pada umumnya di dalam memandang kejadian-kejadian luar nalar, memandang sosok ini biasa saja. Bahkan, hingga ia diringkus oleh pihak berwajib, penulis sama sekali tak pernah tertarik membicarakannya.
Kalau kemudian sosok ini menarik perhatian penulis, karena disana ada sosok lain bernama Marwah Daud. Yaitu, seorang tokoh perempuan, cendekiawan muslim Indonesia yang memiliki reputasi internasional. Keberadaan Marwah di balik sosok Kanjeng Dimas, menurut penulis, justeru lebih fenomenal ketimbang sejumlah keajaiban yang mampu dihadirkan oleh sosok Kanjeng Dimas sendiri.
Mengapa Marwah ada di sana? Bahkan ia berdiri di garda terdepan dengan penuh keyakinan mempertaruhkan hidup dan seluruh kehidupannya. Reputasi, martabat, kecendekiaan, organisasi, jejaring yang mulai dari tingkat lokal, nasional hingga internasional, semua ia pertaruhkan. Bukan hanya itu, ia pun menuai hujatan, caci maki, serta penghinaan. Bahkan seorang Azzumardi Azra, koleganya di ICMI, menohoknya secara tajam, tanpa tedeng aling-aling menyebutnya "dislokasi dan disorientasi". Semua itu, ia terima, bahkan tetap saja bergeming dan kukuh pada keyakinannya melawan mainstream yang ada. Ini sungguh mengusik dunia nalar.
Dalam berbagai kesempatan muncul di televisi, argumen Marwah yang kerap menyebut scientific revolution dan transdimensi, membuat logika intelektual  kita seolah menemui jalan buntu dan tak mampu menjelaskan apa-apa selain menuding Marwah Daud sekadar "asal bunyi" membela diri. Bahkan, Azzumardi Azra sampai menyebut argumennya sebagai "pseudosience".
Demikian pula rasio-empirik kita seolah terkapar tak berdaya diperhadapkan dengan fakta ajaib yang tak masuk akal yang dihadirkan oleh Kanjeng Dimas. Â Meski fakta itu sendiri masih kita perdebatkan kebenarannya. Tak ketinggalan pula hukum-hukum syariat yang bersumber dari kitab suci, pun ikut dilibatkan dengan konstribusi yang tak kecil untuk menyebutnya syirik. Dan kemudian secara bersama-sama memvonis bahwa Marwah sesat.
Sosok Marwah yang penulis ketahui adalah sosok inspiratif dan visioner. Dua atau tiga dekade silam, Ia mengispirasi anak-anak muda Makassar dalam banyak hal. Termasuk, agar tak merasa minder untuk bermain di kancah nasional. Ia mengispirasi kebangkitann gerakan perempuan di Makassar dan Indonesia pada umumnya. Ia pun pernah di pusat kekuasaan, namun kekuasaan itu tak sedikitpun ia manfaatkan untuk kepentingan dirinya.
Di era 1990-an, ia tak pernah berhenti berbicara tentang pengembangan SDM indonesia melalui iptek dalam kerangka visi Indonesia abad dua puluh satu. Tema-tema besar seperti revolusi sains dan teknologi, fisika kuantum, masyarakat madani, seolah sudah lekat dengan dirinya. Apalagi yang disebut religiusitas dan spiritualitas.
Akan tetapi, Marwah yang telah menjadi pesakitan, seperti tampak konyol ketika meski ia begitu piawai menjelaskan teori fisika kuantum ke dalam pembelaannya.  Publik bahkan merasa  geli karena tidak melihat relevansi teori fisika kontemporer itu digunakan untuk menjelaskan fenomena supranatural pada sosok Kanjeng Dimas yang dianggap tak lebih dari seorang dukun.