Mohon tunggu...
Raditya Yardan
Raditya Yardan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

✏✏✏

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Algoritma Media Sosial vs Independensi Pers: Apakah Kualitas Berita Terancam?

7 Oktober 2024   15:42 Diperbarui: 7 Oktober 2024   15:43 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di era digital saat ini, media sosial telah menjadi sarana utama penyebaran berita. Algoritma yang digunakan oleh platform media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan TikTok mulai berperan penting dalam menyebarkan informasi kepada masyarakat umum. Hal ini dapat mempengaruhi cara berita diproduksi, disebarluaskan, dan dikonsumsi oleh masyarakat umum. Namun, pertanyaan yang muncul adalah: Apakah pekerja pers saat ini harus terus-menerus mengandalkan algoritma media sosial untuk menyebarkan berita? Bagaimana pengaruhnya terhadap independensi dan kualitas berita?


Algoritma: Mesin Pengatur Arah Informasi
Algoritma media sosial bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan pengguna dengan menunjukkan konten yang dianggap relevan berdasarkan interaksi sebelumnya. Dalam konteks berita, algoritma ini sering kali memprioritaskan konten yang mendapatkan banyak likes, shares, atau komentar, karena dianggap lebih "menarik." Akibatnya, banyak media pers berusaha menyesuaikan berita mereka agar lebih sesuai dengan selera algoritma demi mendapatkan perhatian yang lebih luas.

Fenomena ini sering disebut sebagai "clickbait," di mana judul dan konten berita disusun sedemikian rupa agar menarik klik, bukan karena nilai informatifnya, tetapi karena kemampuannya menarik perhatian. Dalam banyak kasus, berita yang seharusnya ditulis secara mendalam dan penuh pertimbangan malah diubah menjadi sekadar konten cepat saji untuk memenuhi selera algoritma.

Dampak Terhadap Independensi Pers
Bergantungnya pekerja pers pada algoritma media sosial berpotensi menggerus independensi pers. Alih-alih menentukan sendiri berita yang perlu dilaporkan berdasarkan kepentingan publik dan nilai berita yang objektif, pekerja pers kini sering kali terjebak dalam pola pikir untuk "memuaskan algoritma." Hal ini dapat menyebabkan wartawan dan redaksi media menjadi lebih reaktif terhadap tren populer, bukannya mengejar liputan yang substantif dan mendalam.

Selain itu, tekanan untuk memproduksi berita yang "viral" demi mencapai jumlah klik dan tampilan yang tinggi bisa membuat media pers mengorbankan prinsip-prinsip jurnalisme, seperti verifikasi fakta dan keseimbangan berita. Pada akhirnya, media sosial dapat memengaruhi agenda setting media, sehingga alur berita tidak lagi sepenuhnya ditentukan oleh jurnalis, melainkan oleh dinamika algoritma yang dikendalikan oleh perusahaan teknologi besar.

Kualitas Berita: Cepat vs. Akurat
Kualitas berita juga menjadi salah satu korban dari ketergantungan pada algoritma media sosial. Dalam upaya mengejar viralitas dan cepatnya penyebaran berita, sering kali kualitas berita menjadi terabaikan. Akurasi, verifikasi, dan kedalaman laporan cenderung dikorbankan demi memenuhi kebutuhan "first to publish."

Algoritma media sosial yang mendukung konten cepat saji dan emosional juga mendorong munculnya berita-berita yang sensasional dan provokatif. Dalam beberapa kasus, hal ini memicu penyebaran informasi yang tidak akurat, berita bohong, atau bahkan hoaks. Kualitas berita yang ideal seharusnya tidak hanya mengedepankan kecepatan, tetapi juga akurasi, verifikasi sumber, serta kemampuan jurnalis untuk memberikan konteks yang lebih luas kepada pembaca.

Mencari Solusi: Jurnalisme Berkualitas dalam Era Algoritma Media Sosial
Untuk mengatasi tantangan ini, media dan jurnalis harus menemukan cara untuk menjaga keseimbangan antara mengikuti perkembangan teknologi dan tetap mempertahankan independensi serta kualitas berita. Ada beberapa langkah yang dapat diambil, seperti memperkuat model bisnis yang tidak terlalu bergantung pada klik dan tampilan, melibatkan masyarakat dalam mendukung jurnalisme berkualitas melalui model langganan, hingga terus mengedukasi publik tentang pentingnya mendukung media yang bertanggung jawab.

Media juga perlu memanfaatkan teknologi untuk menciptakan format berita yang menarik tanpa harus mengorbankan kualitas. Misalnya, menggunakan video pendek atau infografis yang informatif di media sosial, namun tetap memastikan bahwa berita yang disajikan didukung oleh data dan fakta yang akurat.

Kesimpulan
Ketergantungan pada algoritma media sosial memang menawarkan keuntungan berupa jangkauan yang lebih luas dan cepat. Namun, jika tidak dikelola dengan hati-hati, hal ini bisa menggerus independensi pers dan menurunkan kualitas berita yang disajikan. Pekerja pers harus tetap berpegang pada prinsip-prinsip jurnalisme yang berkualitas, meski berada dalam tekanan algoritma media sosial. Dengan begitu, pers bisa tetap menjadi pilar keempat demokrasi yang mampu memberikan informasi yang akurat dan berkualitas bagi masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun