Berbicara makanan khas Lombok, lidah kita mungkin akan langsung mengenang lezatnya ayam bakar Taliwang. Ayam yang termahsyur dan menjadi salah satu ikon kuliner khas Lombok itu bahkan sudah banyak ditemui di kota-kota lain seperti Jakarta dan Bandung.
Namun, selain ayam Taliwang, Lombok juga memiliki satu menu masakan yang tak kalah menggodanya yakni Nasi Puyung. Dan bisa jadi Nasi Puyung ini hanya bisa Anda jumpai di Pulau Lombok. Jadi, jika Anda berkesempatan berada di Lombok, jangan lewatkan santapan segar dan bikin keblinger ini.
Nama Nasi Puyung diambil dari nama daerah asalnya yakni Kampung Puyung, Lombok Tengah, NTB. Pelopor pembuat Nasi Puyung ini merupakan seorang penjual nasi yaitu Papuk Isum yang berasal dari kampung Puyung. Dia sudah berjualan Nasi Puyung sejak tahun 1980-an dan kini usahanya kian membesar dan sudah ditangani oleh anak dan cucunya. Karena kelezatannya, Nasi Puyung kian menjamur hingga ke pusat kota seperti di Mataram, Lombok Barat.
Di Mataram, nama kedai yang asli berasal dari Kampung Puyung adalah Nasi Balap Puyung Inaq Esun. Kedai sederhana ini terletak di depan Hotel Grand Legi, Jalan Sriwijaya, Mataram dan buka setiap hari mulai pukul 09.00-21.00.
Anwar, seorang penjaga kedai itu, mengatakan bahwa untuk menjaga keaslian rasa, Nasi Puyung langsung diambil setiap pagi dari Kampung Puyung, Lombok Tengah.
"Nasi Puyung yang ini asli dikelola sama generasi ketiganya dari Kampung Puyung. Setiap pagi, kita ambil lauk pauknya di sana. Tapi kalau nasi, kami buat sendiri di sini," ujar Anwar.
Penampilan Nasi Puyung tidak terlalu istimewa dengan nasi putih yang diletakkan di atas daun pisang. Tetapi, kenikmatan Nasi Puyung ini justru terletak pada lauk pauknya yang terdiri dari sambal, kedelai goreng, suwiran, dan daging ayam cincang serta kelapa parut. Sebagaimana masakan Lombok lainnya yang terkenal pedas, Nasi Puyung ini mungkin ada di peringkat tertinggi soal kepedasannya.
Uniknya, saat pertama menyantap daging ayam cincang yang sudah dilumuri sambal, rasanya renyah tidak terlalu pedas. Mulut pun seakan tak bisa berhenti mengunyah. Satu demi satu ayam cincang itu masuk ke dalam perut. "Wah enak! Pedasnya pas, nggak sepedas yang dibilang orang," ucap salah seorang rekan.
Dua gelas teh tawar hangat pun sukses menemani santapan Nasi Puyung yang harganya hanya Rp 8.000 ini. Anwar mengungkapkan bahwa rasa pedas itulah yang hingga kini dipertahankan sejak tahun 1980-an. Kuncinya ada pada cabai kering khas Lombok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H