Semua keanekaragaman di dunia ini menjelaskan kepada kita bahwa Tuhan sengaja menciptakan kita dengan segala perbedaan yang ada. Namun justru seharusnya karena perbedaan itulah kita semua akan semakin berwawasan luas dan sadar bahwa Tuhanlah yang maha mengetahui atas segala sesuatunya. Dengan perbedaan, kita akan semakin peka dalam membaca, menerjemahkan, dan menafsirkan berbagai peristiwa yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Dan hanya paham komunislah yang memaksa kemajemukan menjadi keseragaman melalui jalur kekuasaan mutlak.
"Proclaim! (or read!) in the name of thy Lord and Cherisher who created. He created man, out of a leech like clot. Proclaim! And thy Lord is Most Bountiful. He Who taught (the use of) the pen. Taught man that which he knew not."
Mengambil sedikit dari Tafsir Al-Mishbah, kata iqra' terambil dari kata kerja qara'a yang pada mulanya berarti "menghimpun". Apabila kita merangkai huruf atau kata kemudian mengucapkan rangkaian tersebut, kita telah "menghimpunnya", yakni "membacanya". Dalam kamus-kamus ditemukan aneka ragam arti dari kata tersebut, antara lain: menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami, meneliti, mengetahui ciri-ciri sesuatu, dan sebagainya yang kesemuannya bermuara pada arti "menghimpun".
Kaidah kebahasaan menyatakan, "Apabila suatu kata kerja yang membutuhkan objek tetapi tidak disebutkan objeknya, objek yang dimaksud bersifat umum, mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh kata tersebut." Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa karena kata iqra' digunakan dalam arti membaca, menelaah, menyampaikan, dan sebagainya, dan karena objeknya bersifat umum, objek kata tersebut mencakup segala sesuatu yang dapat terjangkau. Alhasil perintah iqra' mencakup telaah terhadap alam raya, masyarakat dan diri sendiri, serta bacaan tertulis, baik suci maupun tidak.
Syaikh 'Abdul Halim Mahmud (mantan Pemimpin Tertinggi al-Azhar Mesir) menulis dalam bukunya, al-Qur'n FSyahr al-Qur'n, bahwa: "Dengan kalimat iqra' bismi Rabbik, al-Qur'an tidak sekedar memerintahkan untuk membaca, tapi 'membaca' adalah lambang dari segala apa yang dilakukan oleh manusia, baik yang sifatnya aktif maupun pasif. Kalimat tersebut dalam pengertian dan semangatnya ingin menyatakan 'bacalah demi Tuhanmu, bergeraklah demi Tuhanmu, bekerjalah demi Tuhanmu.' Demikian juga apabila Anda berhenti bergerak atau berhenti melakukan aktivitas." Dengan arti lain, setiap manusia diperintahkan untuk selalu mempelajari apapun melalui aktivitas sehari-hari. Dan meskipun manusia sudah mempelajari banyak hal, kita tetaplah makhluk yang memiliki banyak keterbatasan. Tidak mungkin ada manusia yang mampu menguasai semua bidang dalam kehidupan ini, dikarenakan setiap manusia hanya memiliki waktu 24 jam setiap harinya, maka penting bagi kita untuk bersikap rendah hati dan saling menghormati di dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat.
Di dalam bukunya yang berjudul "Lembaga Hidup", Buya Hamka menjelaskan tentang pentingnya setiap manusia untuk melaksanakan hak dan kewajibannya dengan baik dan benar untuk hidup sesuai ketetapan Ilahi. Buku tersebut diterbitkan pertama kali pada tahun 1941 setelah kedua bukunya yang berjudul "Tasawuf Modern" dan "Falsafah Hidup". Beberapa bab yang dibahas dalam buku Lembaga Hidup, yaitu kewajiban kepada Allah, kewajiban kepada masyarakat, hak atas harta benda, kewajiban dalam keluarga, menuntut ilmu, kewajiban bertanah air, Islam dan politik, Al-Quran untuk zaman modern, dan Muhammad saw. orang besar yang telah mengeluarkan manusia dari kejatuhan. Bagi Buya Hamka, bila cahaya Islam memancar, yang lebih dahulu kena sorotnya ialah akal. Sorot dari alam gaib yaitu wahyu Tuhan, agama yang dibawa oleh Nabi; dan sorot yang tersedia pada diri manusia ialah akal. Maka bergabunglah kedua cahaya itu jadi satu, sehingga berdempetlah cahaya ke atas cahaya, yang oleh al-Qur'an dikatakan "Cahaya di atas cahaya". Sebelum Nabi diutus membawa cahaya itu kepada segenap alam, adalah manusia sedang tenggelam di dalam lautan kejahilan dan kebingungan. Sebab itu agama adalah penuntun akal. Memberinya bentuk yang lurus menuntut jalan yang wajib dilalui. Di antara agama dan akal tidak pernah berselisih, tetapi agama jadi pimpinan untuk mencapai kenaikan tingkat akal. Dengan tertutupnya perjalanan akal, berarti manusia dijatuhkan dari kemanusiaannya. Disamakan derajatnya dengan binatang.
Buya Hamka adalah sosok yang sangat rajin menuntut ilmu meski ia tidak pernah merasakan belajar di bangku perkuliahan. Ilmu pengetahuan yang didapat Buya Hamka banyak diperolehnya dari banyak membaca buku, bukan dari perguruan tinggi ternama. Dan jika diperhatikan dari buku-buku yang ditulisnya, Buya Hamka tidak hanya belajar dari para cendekiawan Muslim, seperti Imam al-Ghazali, Syeikh Muhammad Abduh, Sayyid Jamal al-Din al-Afghani, Muhammad Mahdi al-Bashir, Mustafa Kamil, Abdul Ulaa al-Ma'riy dan Ibnu Arabiy, tetapi beliau juga belajar dari beberapa filsuf Eropa seperti Socrates, Plato, Aristoteles, bahkan Karl Marx. Oleh karena itu, tidak ada larangan apabila kita membaca perkembangan sejarah dunia. Justru jika kita banyak mengetahui sejarah yang sebenarnya, tidaklah mudah bagi kita dipengaruhi oleh berita bohong atau hoax.
Ialah hal yang tidak dibenarkan jika dalam menuntut ilmu kita dibatasi oleh ketakutan-ketakutan tertentu oleh suatu golongan. Percayalah bahwa setiap ilmu pengetahuan yang kita terima akan bermanfaat dalam membentuk kerangka berpikir kita, meskipun itu berlawanan dari sudut pandang awal kita. Seperti yang dibuktikan oleh banyak tokoh nasional kita, seperti Soekarno, Hatta, dan Sjahrir, bahwa mempelajari filsafat Karl Marx tidak otomatis mengubah mereka menjadi seorang Marxis Ortodoks. Jika dianalogikan dengan kasus lain, apakah jika kita membaca beberapa buku kedokteran akan langsung mengubah kita menjadi seorang dokter? Tentu tidak.
Isu kebangkitan PKI (Partai Komunis Indonesia) memang sedang hangat dibicarakan oleh ustadz-ustadz belakangan ini. Tetapi masih banyak orang yang belum memahami pengertian komunis dengan benar. Sebelum membahas sampai sana, terlebih dahulu kita simak uraian KH. Hasyim Muzadi di tengah-tengah para Habaib dan FPI, yang videonya bisa kita lihat di Youtube, dengan tema "Saatnya Islam Memimpin Dunia". KH. Hasyim Muzadi, Ketua Umum Tanfidziyah PBNU ke-4, menjelaskan, "Tahun 1990, Komunisme Internasional runtuh. Setelah ia berdiri tahun 1920, jadi umurnya cuma 70 tahun, hancur dia. Hancurnya ini, bukan karena perang. Hancurnya ini adalah susupan ideologi Barat dimasukkan ke daerah komunis. Sehingga berubahlah pemikiran komunisme di Timur itu. Nah, setelah hancur ini yang hancur tiga hal. Pertama, daerah kekuasaan Uni Soviet menjadi Rusia, asalnya banyak. Yugoslavia yang asalnya negara, sekarang sudah tidak ada, yang ada Serbia dan Kosovo, dua daerah suku. Di Rusia, itu yang mengerjakan teori penyusupan itu namanya Gorbachev. Yang di Cina, namanya Deng Xiaoping. Yang di Yugoslavia, namanya Lech Walensa."
Anehnya, pada masa sekarang ini masih ada saja ustadz yang mengatakan, dapat disimak melalui Youtube, "Ada tiga yang mengancam kita sekarang: Syiah didukung Iran, Kristen Ekstrim didukung Amerika dan Uni Eropa, Komunis didukung Cina yang sudah masuk. Dulu kita disuruh belajar ke negeri Cina, sekarang tak perlu belajar ke Cina. Cina itu sudah datang ke mari, buat kampung pula di Bogor." Kita tidak perlu meragukan ilmu agama ustadz tersebut, namun seberapa pahamkah ustadz itu tentang sejarah dan ekonomi politik? Perlu kita telusuri lagi.
Arti komunisme jika hanya mengandalkan Google, maka akan ditemukan banyak hasil keliru yang menyatakan bahwa Marxisme sama dengan Komunisme. Padahal komunisme yang pernah ada di Indonesia dalam bentuk Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah sebuah paham ekonomi politik berdasarkan gabungan filsafat Karl Marx, Friedrich Engels, dan V.I. Lenin (Marxisme-Leninisme). Komunisme yang kita sering dengar, terutama bila kita bertumbuh kembang di era Orde Baru, memiliki pandangan ateisme. Meskipun sebenarnya ia tidak bisa diartikan sesempit itu, karena hal itu bisa disalahartikan, misalnya ada seseorang yang tidak memiliki agama (ateis) maka tidak lantas ia pantas dituduh sebagai seorang komunis. Lebih tepat jika dikatakan bahwa komunis itu berpadangan "materialisme". Apa itu materialisme? Mengutip dari buku "Pemikiran Karl Marx" karya Franz Magnis-Suseno, "Manusia ditentukan oleh produksi mereka, baik apa yang mereka produksikan, maupun cara mereka berproduksi. Jadi, individu-individu tergantung pada syarat-syarat material mereka." Di lain tempat Marx menjelaskan: "Penggilingan dengan tangan menghasilkan masyarakat tuan-tuan feodal, penggilingan dengan uap menghasilkan masyarakat kaum kapitalis industrial." Pandangan itu disebut materialis karena sejarah dianggap ditentukan oleh syarat-syarat produksi material. Jadi, Marx memakai kata materialisme bukan dalam arti filosofis sebagai kepercayaan bahwa hakikat seluruh realitas adalah materi, melainkan ia ingin menunjuk pada faktor yang menentukan sejarah itu bukan pikiran, tetapi "keadaan material" manusia, yaitu produksi kebutuhan material manusia.