Mohon tunggu...
Muhammad Ainul Yaqin
Muhammad Ainul Yaqin Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Teknik Informatika Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Dosen Teknik Informatika yang menekuni Bidang keahlian Rekayasa Perangkat Lunak, Sistem Informasi, Manajemen Proses Bisnis, Process Mining, dan Arsitektur Enterprise.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Rahasia Menambah Penerimaan Pajak Penjualan Tanpa Membuat Kantong Rakyat Kering

22 November 2024   09:30 Diperbarui: 22 November 2024   09:34 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.bing.com/images/create

Pajak, Kopi, dan Kepala Pusing

Bayangkan kamu sedang menikmati secangkir kopi favoritmu di pagi hari. Lalu, tiba-tiba kamu membaca berita bahwa pemerintah berencana menaikkan tarif pajak penjualan. Pikiranmu melayang, "Duh, harga kopi bakal naik juga, nih!" Tapi tunggu dulu, bagaimana jika ada cara meningkatkan penerimaan pajak tanpa membuat harga kopimu melambung?
Nah, inilah yang akan kita bahas. Jangan khawatir, ini bukan ceramah perpajakan membosankan. Kita akan mengupas dengan gaya santai, penuh humor, tapi tetap berbobot. Siap? Yuk mulai!

1. Digitalisasi Pajak: Mengubah Ribet Jadi Mudah

Mengutip makalah Pfeiffer dan Hui (2006), salah satu kunci meningkatkan penerimaan pajak tanpa menaikkan tarif adalah otomatisasi dan digitalisasi. Mereka mengusulkan sistem yang memungkinkan transfer data pajak secara elektronik ke dalam sistem akuntansi bisnis. Bayangkan seperti fitur "auto-save" di gim video---pajak dihitung otomatis, nggak ada alasan salah hitung lagi.
Keuntungan?

  • Efisiensi meningkat: Waktu yang biasanya dihabiskan menghitung pajak bisa dialihkan ke hal lain, seperti menciptakan promosi yang lebih kreatif.
  • Minim kesalahan: Sistem otomatis bisa menekan risiko kesalahan manual, seperti menghitung 10% dari angka Rp100 juta jadi Rp1 juta (bukan Rp10 juta).

Tapi tunggu, bagaimana kalau ada pebisnis yang malas pindah ke sistem ini? Di sinilah pemerintah bisa ikut andil. Berikan insentif, seperti potongan pajak untuk bisnis yang mengadopsi digitalisasi pajak. Ibaratnya, pemerintah berkata, "Mau gampang dan untung? Yuk, digitalisasi!"

2. Pengawasan Real-Time: Pajak Tidak Lagi Main Petak Umpet

Coba pikirkan begini: apa jadinya jika bisnis bisa dipantau pajaknya secara real-time? Bayangkan sistem pajak sebagai CCTV yang selalu aktif. Pfeiffer dan Hui (2006) juga menyebutkan sistem dengan visibilitas waktu nyata.
Misalnya, seorang penjual es krim mengklaim penjualannya hanya Rp500 ribu sehari. Padahal antreannya sampai ke ujung gang. Dengan sistem ini, data penjualan otomatis dicatat dan bisa diaudit kapan saja. Hasilnya? Tidak ada lagi celah untuk menyembunyikan transaksi.

Selain itu, bisnis juga diuntungkan, lho. Mereka jadi lebih percaya diri karena tahu semua data penjualan tercatat rapi dan aman dari kesalahan. Akhirnya, hubungan pengusaha dan pemerintah seperti hubungan kamu dengan teman yang selalu bayarin saat nongkrong---win-win!

3. Rekonsiliasi Pajak: Menjaga Buku Keuangan Tetap Harmonis

Pernah dengar istilah rekonsiliasi pajak? Kedengarannya seperti istilah hubungan, ya? Tapi memang, rekonsiliasi pajak adalah usaha memperbaiki hubungan antara data pajak yang tercatat dengan realita penjualan. Seperti yang dijelaskan Pfeiffer dan Hui (2006), proses ini melibatkan pencocokan kewajiban pajak dengan pendapatan penjualan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun