Mohon tunggu...
Muhammad Ainul Yaqin
Muhammad Ainul Yaqin Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Teknik Informatika Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Dosen Teknik Informatika yang menekuni Bidang keahlian Rekayasa Perangkat Lunak, Sistem Informasi, Manajemen Proses Bisnis, Process Mining, dan Arsitektur Enterprise.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Perbandingan Teknik Oversampling Statistik vs Generatif AI: Drama, Plot Twist, dan Ending Tak Terduga!

16 November 2024   08:46 Diperbarui: 16 November 2024   08:48 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.bing.com/images/create

Hai, pembaca yang budiman! Pernahkah Anda merasa jadi anak tengah dalam keluarga besar? Tidak ada yang memperhatikan Anda karena kakak selalu berprestasi, dan si bungsu selalu minta perhatian. Begitulah nasib kelas minoritas dalam data yang tidak seimbang: sering diabaikan, padahal punya potensi besar! Nah, kali ini kita akan membahas dua pendekatan keren untuk membantu kelas minoritas ini---Statistical Oversampling dan Generative AI Oversampling. Siapkan camilan, karena ini bakal seru!

Statistik Oversampling: Si Praktis Tapi Kaku

Metode ini sudah lama ada, ibarat nasi goreng yang selalu bisa diandalkan. Yang paling populer adalah SMOTE (Synthetic Minority Over-sampling Technique), yang bekerja dengan cara menginterpolasi titik-titik data minoritas untuk menciptakan sampel baru. Sederhana, cepat, tapi agak basic.

Bayangkan SMOTE seperti mencoba menggambar wajah manusia hanya dengan menebalkan garis. Hasilnya? Bisa jadi mirip, tapi jangan harap detail seperti pori-pori atau freckles. Kalau datanya rumit (alias banyak dimensi), SMOTE mulai kewalahan. Ketika harus menangani fitur numerik dan kategoris dalam dataset, SMOTE mungkin lebih cocok untuk quick fix daripada solusi jangka panjang.

Generative AI Oversampling: Si Seniman Abstrak

Di sisi lain, Generative AI, seperti Wasserstein GAN, adalah seniman yang obsesif. Ia tidak hanya menggambar wajah, tapi juga menambahkan ekspresi, kerutan, bahkan bayangan. GAN bekerja dengan menciptakan data sintetis yang menyerupai data asli, sering kali dengan akurasi tinggi. Metode ini cocok untuk dataset tabular dengan fitur campuran numerik dan kategoris.

Tapi tunggu dulu, ini bukan tanpa risiko! GAN sering kali overambisius, menciptakan data yang sangat realistis, tapi malah nyasar di tugas utamanya: membantu model klasifikasi. Masalahnya? GAN suka "ngayal," menghasilkan data yang mungkin terlalu kompleks atau bahkan tidak relevan.

Statistik vs GAN: Duel di Arena Data

Nah, bagaimana hasil adu kekuatan keduanya di arena data? Berdasarkan studi Engelmann dan Lessmann (2020), Wasserstein GAN bisa menjadi alternatif yang kompetitif dibandingkan metode tradisional seperti SMOTE. GAN terbukti lebih baik dalam memodelkan dataset yang rumit, khususnya ketika ada banyak fitur kategori.

Namun, SMOTE tetap unggul dalam kecepatan dan kesederhanaan, terutama jika dataset Anda tidak terlalu kompleks. Jadi, kalau waktunya mepet dan sumber daya terbatas, SMOTE bisa jadi pilihan cerdas. Tapi kalau Anda ingin investasi jangka panjang untuk dataset yang lebih menantang, GAN adalah masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun