Adopsi anak adalah tindakan hukum yang memungkinkan seseorang atau pasangan untuk menjadi orang tua dari anak yang bukan anak biologis mereka. Tindakan hukum ini memberikan kesempatan bagi anak-anak yang membutuhkan keluarga dan kasih sayang untuk mendapatkan lingkungan yang aman dan mendukung. Di Indonesia, pengaturan mengenai adopsi anak diatur oleh  Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (UU No. 35/2014), di UU tersebut pula terdapat perbedaan penggunaan istilah  antara anak angkat dengan anak asuh.Â
Anak Angkat adalah Anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan Keluarga Orang Tua, Wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan Anak tersebut ke dalam lingkungan Keluarga Orang Tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan. (Pasal 1 angka 9 UU No. 35/2014)
Anak Asuh adalah Anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan karena Orang Tuanya atau salah satu Orang Tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang Anak secara wajar. (Pasal 1 angka 10 UU No. 35/2014)
Anak angkat dapat di identifikasikan sebagai anak yang dialihkan dari orang tua atau wali si anaka kepada keluarga lain berdasarkan Putusan ataupun Pengadilan, sedangkan Anak asuh tidak terjadi pengalihan  orang tua atau wali dari anak tersebut melainkan terjadinya adopsi bisa karena ketidak mampuaan kedua orang tua tersebut karena terjadi perceraian sebelumnya sehingga diberikan kepada salah satu bapak/Ibu  atau kematian pada kedua orang tua anak sehingga di rawat oleh keluarga bapak atau ibunya. Sehingga Terminologi Adopsi anak apabila mengacu pada UU No. 35/ 2014 dimaksudkan sebagai anak angkat.
Salah satu alasan terjadinya Adopsi anak atau anak angkat diantaranya :
- Infertilitas: Banyak pasangan yang tidak bisa memiliki anak secara biologis sehingga memilih adopsi sebagai cara untuk membangun keluarga.
- Kepedulian Sosial: Beberapa orang merasa panggilan untuk memberikan rumah dan kasih sayang kepada anak-anak yang membutuhkan.
- Melengkapi Keluarga: Ada juga keluarga yang sudah memiliki anak tetapi ingin menambah anggota keluarga melalui adopsi
Keberadaan hubungan hukum yang terjadi anak angkat dengan orang tua angkatnya menimbulkan hak dan kewajiban diantara keduanya, salah satunya mengenai pewarisan, terkait pewarisan yang ada di Indonesia mengenal tiga sistem pewarisan, yaitu sistem pewarisan menurut burgerlijk wetboek (BW), Kompilasi Hukum Islam, serta Hukum adat. Perbedaan atas sistem hukum menimbulkan perbedaan atas hak yang dapat diperoleh dan dituntut oleh anak angkat terhadap harta waris apabila orang tua angkat meninggal dunia.
Apabila berpedoman pada sistem hukum BW dan Kompilasi Hukum Islam, anak angkat tidak memperoleh harta waris dari orang tua angkatnya hal ini didasari karena anak angkat tidak memutus hubungan hukum dengan orang tua aslinya sehingga dalam pewarisan anak angkat hanya dapat mewawis atau menjadi ahli waris dari kedua orang tua aslinya, tapi walaupun demikian anak angkat dapat memperoleh bagian waris orang tua angakat dengan cara hibah atau wasiat dengan perolehan apabila mengacu pada BW tidak boleh lebih dari Legitimate Portie ahli waris lain, atau kalau dalam islam tidak boleh lebih dari 1/3 dari jumlah keseluruhan harta waris.
Berbeda apabila dengan sistem hukum waris adat yang lekat kaitannya dengan sistem kekeratan, sebagaimana diketahui di Indonesia sistem kekerabatan mengenal tiga bentuk sistem kekerabatan, yaitu matrilineal yaitu sistem kekerabatan yang ditarik dari garis ibu contoh seperti yang terjadi di Suku Minangkabau, patrilineal  sistem kekerabatan yang ditarik dari garis ayah seperti yang terjadi di Suku Batak, dan bilateral yaitu sistem kekerabatan yang terhubung dengan kerabat dari kedua sisi keluarga, baik dari pihak ayah maupun ibu seperti yang terjadi di Suku Jawa dan Madura. Â
Sistem kekerabatan sebagaimana dimaksud diatas berkaitan dengan sistem pewarisan yang terjadi pada hukum adat, dalam hukum waris adat dikenal adanya tiga sistem kewarisan, yakni individual yaitu sistem kewarisan di mana para ahli waris mendapatkan pembagian untuk dapat menguasai dan memiliki harta warisan secara perorangan contoh seperti yang terjadi di Jawa dan Madura , kolektif yaitu sistem kewarisan di mana para ahli waris dapat mewarisi harta peninggalan yang tidak dapat dibagi secara bersama-sama seperti yang terjadi pada Suku Minangkabau, dan mayorat yaitu sistem adalah sistem di mana harta waris diberikan kepada anak tertua yang bertugas menjadi kepala keluarga dan menggantikan kedudukan ayah atau ibunya seperti yang terjadi di Bali. Pada umumnya anak angkat dalam pewarisan hukum adat dapat menjadi ahli waris dan mendapatkan warisan dalam sistem pewarisan Individual, tapi tidak termasuk pada harta asal melainkan terbatas pada harta bersama dari orang tua asal dalam ikatan perkawinan.Â
sumber hukum
-Â burgerlijk wetboek (BW)