Oleh: Yan Yulius – PYP Coordinator di Sekolah Ciputra Surabaya
Maraknya berita dari media cetak, TV, dan sosial tentangkeputusan pemerintah tentang kurikulum 2013 menimbulkan derasnya protes dari berbagai pihak, baik orang tua maupun guru. Isu yang berkembang menyatakan bahwa kurikulum hanyalah sebagai gerakan politik M. Nuh sehubungan dengan masa berakhirnya jabatan beliau sebagai menteri pendidikan. Ironisnya, kurikulum yang baru ini dianggap pula sebagai mesin pembunuh banyak guru mata pelajaran tertentu sehingga banyak diantara guru-guru tersebut akan kehilangan mata pencaharian karena terjadi peleburan mata pelajaran menjadi tematik.
Selain itu, kurikulum baru ini dikatakan akan menurunkan kualitas guru karena semuanya sudah diatur dan dikendalikan oleh pemerintah. Pernyataan terakhir mungkin mengacu pada "Buku Babon" yang akan diterbitkan oleh pemerintah dan akan menjadi sumber ilmu utama yang digunakan guru untuk kurikulum baru nanti. Fenomena ini sudah berlangsung sejak semester pertama di tahun 2012 ketika berita tentang kurikulum baru yang akan diterbitkan di tahun 2013 ini pertama kali diumumkan. Tapi, jika kita melihat kembali lagi situasi saat ini, mungkin kita harus bertanya “Apa sebenarnya masalah utama dari sistem pendidikan kita dalam kaitannya dengan kurikulum?”. Dalam tulisan ini, saya ingin membahas sedikit tentang kurikulumbeserta perubahannya dan ingin berbagi pendapat mengenai masalah ini, yangsaya harap bisa memberikan perspektiflebih ketika berhadapan dengan penerapan kurikulum baru 2013 nanti.
Sudah banyak seminar yang membahas bagaimana pelaksanaan kurikulum 2013. Salah satu contohnya awal bulan Maret lalu, Sekolah Ciputra mengadakan seminar tentang pelaksanaan kurikulum 2013 yang ditujukan untuk umum, khususnya untuk para orang tua di kota Surabaya. Tujuan utama dari seminar ini adalah untuk memperkenalkan kurikulum baru kepada orang tua dan memberi mereka wawasan lebih lanjut tentang apa yang harus dipersiapkan dengan pendidikan anak mereka dengan perubahan kurikulum ini. Banyak orang tua dan praktisi pendidikan menghadiri acara yang digelar di salah satu hotel di pusat kota Surabaya tersebut. Dr Anita Lie dipilih sebagai presenter utama seminar tersebut dan saya mengambil bagian untuk presentasi tentang kemungkinan aplikasi kurikulum 2013 di dalam ruang kelas bersama rekan saya, Diana Sumadianti.
Di sesi pertama, Dr Anita Lie menyebutkan bahwa kurikulum memang sudah seharusnya diubah secara teratur. Dia mengutip bahwa kurikulum dimaksudkan sebagai "kendaraan" untuk mengantarkan kompetensi- kompetensi yang diharapkan dari para siswa didik. Darihal tersebut,berarti kita dapat menyimpulkan bahwa kurikulum memang harus diperbarui secara berkala, untuk memenuhi kebutuhan sistem pendidikan suatu negara. Jadi, jika beberapa orang yang mempertanyakan dan menjadi ragu tentang mengapa kita harus mengubah kurikulum terlalu sering, kitaperlu sepakat dan paham bahwa itulah yang seharusnya terjadi. Melihat perubahan dramatis dunia sekitar kita, kita tidak bisa bergantung pada satu model kurikulum tertentu yang erat hubungannya dengan sistem pembelajaran yang terjadi di dalam kelas. Pendidikan bukanlah suatu hal statis yang tidak dapat diubah, melainkan harus dinamis dan secara konsisten dikembangkan agar sesuai dengan perubahan konstan dunia di sekitar kita. Selain itu, dia menyebutkan bahwa perubahan kurikulum harus ada dengan tindak lanjut yang efektif dan menyeluruh termasuk peningkatan kualitas pelaku kurikulum, dalam hal ini berarti para guru dan siswa sebagai titik kunci, administrator sekolah dan tentu saja orang tua sebagai bagian terbesar dalam komunitas pendidikan, tetapi sering terlupakan peranannya. Dalam hal ini, pemerintah perlu mencerminkan sikap relevan, bahwa penerapan kurikulum akan sangat sulit untuk direalisasikan, jika tanpa diiringi investasi pada peningkatan kualitas guru dan pelaku didik lainnya, karena mereka adalah ujung panah yang memegang peranan paling penting untuk membuat konsep kurikulum ini menjadi kenyataan.
Jadi, apa perubahan yang ada di dalam kurikulum baru nanti? Hal apa yang mungkin berpotensi menjadi masalah di dalam aplikasi kurikulum itu yang dapat mempengaruhi sistem pendidikan kita? Saya merasa beruntung karena mempunyai kesempatan untuk membaca draft kurikulum 2013, yang pada awalnya dipresentasikan dalam lokakarya pengenalan yang diselenggarakan oleh kementerian pendidikan. Saya menemukan beberapa perubahan positif terhadap kurikulum itu, termasuk perubahan yang signifikan pada metode atau pendekatan belajar mengajarnya. Tentu saja, saya juga menemukan beberapa penyesuaian yang menurut saya kurang relevan, termasuk tentang 4 kompetensi dasar yang meliputi kompetensi agama sebagai bagian dari standar lulusan. Saya tidak akan membahas banyak dan berdebat lebih jauh tentang hal ini, karena ada terlalu banyak argumen yang sudah terjadi selama pembuatan kurikulum, di mana Dr Anita Lie termasuk dalam tim pengembangan kurikulum dan dia berada di posisi yang juga tidak setuju dengan ide tersebut. Jadi lebih baik saya membahas lebih lanjut tentang perubahan positif atau setidaknya niat baik untuk meningkatkan kualitas kurikulum kita.
Salah satu pengembangan paling signifikan dari kurikulum sebelumnya (KTSP) adalah ide untuk memiliki pendekatan terpadu tematik dalam belajar mengajar di semua mata pelajaran pada tingkat SD. Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dan Ilmu Pengetahuan Alam akan digabung ke dalam pelajaran Bahasa Indonesia, berarti isi mata pelajaran ini akan diintegrasikan dan disampaikan di dalam kelas Bahasa Indonesia. Integrasi ini direncanakan akan terjadi sampai siswa mencapai kelas 4 di mana mereka akan memiliki kelas IPA dan IPS lagi. Ketika melihat ide ini, saya harus mengatakan bahwa itu adalah ide yang cukup ambisius, namun juga membawa misi yang baik terhadap pergerakan sistem pendidikan kita. Ide ini bisa bekerja dengan baik, karena banyak terdapat konsep pelajaran yang sebenarnya dapat diajarkan antar subjek. Hal ini sangat mungkin terjadi, untuk mengajarkan konten Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial di kelas Bahasa Indonesia, jika kita mengingat bahwa bahasa adalah media utama untuk belajar.
Sebagai contoh, ketika siswa belajar tentang energi, mereka akan membaca teks tentang bentuk- bentuk energi, mereka juga menulis prosedur eksperimen ilmiah, dan juga menjelaskan hasil percobaannya secara lisan, selain itu ada kemungkinan besar untuk membahas konsep-konsep tertentu dari mata pelajaran lain seperti: konsep ilmu sosial tentang konservasi energi, dan semua dapat dilakukan di kelas bahasa. Apakah itu terdengar seperti ide yang brilian? Jadi, mengapa hal itu saya katakan terlalu ambisius? Saya mengamati bahwa pendekatan baru ini sengaja dikembangkan oleh pemerintah untuk tetap up-to-date dan berusaha mengejar ketinggalan dari tren pendidikan terbaru, atau setidaknya berniat untuk serupa atau menyamai kurikulum internasional yang dimiliki oleh organisasi pendidikan global seperti International Baccalaureate Organization (IBO). Sekedar informasi, bahwa IBO telah melakukan program ini dalam kurun waktu sekitar 40 tahun. Konsep terpadu atau apa yang mereka sebut kurikulum transdisciplinary telah mengakar dalam praktek belajar mengajar di semua sekolah IB di seluruh dunia, termasuk Sekolah Ciputra. Tentu saja dengan segala dilema dan tantangannya sendiri.
Sekarang kita bisa membayangkan, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk kurikulum 2013 untuk dapat diterapkan secara efektif di negara kita, mengingat kualitas guru, pengembangan profesional dan investasi narasumber, dan tentu saja aspek demografi. Teori pendekatan terpadu jauh lebih mudah untuk dibahas dan dibicarakan, tetapi sangat sulit untuk diterapkan dalam proses belajar mengajar yang sebenarnya, terutama ketika para guru masih memiliki paradigma sistem pendidikan lama. Jadi, saya perlu menyarankan bahwa pemerintah perlu fokus dan berinvestasi lebih pada peningkatan kualitas guru serta pengayaan narasumber ilmu, dan tidak dapat bergantung pada satu "Buku Babon" saja.
Langkah besar yang lain yang dapat saya temukan di dokumen ini adalah untuk pendekatan pembelajaran dalam kurikulum 2013 adalah bahwa penerapannya harus berpusat pada siswa, berarti pembelajaran akan fokus pada apa yang siswa ingin dan perlu pelajari, bukan hanya guru menjadi satu-satunya pemimpin kelas. Gerakan ini adalah sesuatu yang saya dan banyak pendidik lain di seluruh bangsa telah prediksi dan menunggu. Salah satu masalah dengan kurikulum sebelumnya (KTSP) adalah bahwa proses belajar masih lebih terfokus pada luasnya pengetahuan yang menyebabkan begitu banyak salah tafsir dari inti kurikulum itu sendiri dan akhirnya berakhir dengan guru memutuskan segala sesuatu yang terjadi di kelas.
Sekali lagi, saya akan menggunakan kurikulum IB sebagai perbandingan ide ini. Dalam standar kurikulum internasional, termasuk kurikulum nasional yang digunakan di negara-negara adidaya, filsafat pendidikan ini telah diyakini oleh banyak praktisi pendidikan di seluruh dunia. Pembelajaran seharusnya bersifat holistik, berpusat pada siswa dan harus dibangun dari kebutuhan siswa, bukan dari apa yang guru inginkan. Gerakan ideal ini akan membuka pintu bagi banyak kemungkinan yang lebih baik dalam proses belajar mengajar di negeri ini, mengarah ke tingkat pemikiran yang lebih tinggi lebih dari hanya menghafal fakta, dan juga pengembangan karakter siswa sebagai manusia dan sebagai pembelajar seumur hidupnya. Selain itu konsep pendidikan seperti ini relevan dengan model pembelajaran berbasis inkuiri yang diaplikasikan di banyak negara maju untuk sistem pendidikan mereka. Misalnya, ketika siswa belajar tentang hak asasi manusia, bukannya meminta mereka untuk menghafal piagam hak asasi manusia, pelajar bisa mengamati masalah- masalah kehidupan yang nyata terjadi di sekitar mereka dan mencoba untuk membuat koneksi dengan piagam hak asasi manusia. Dalam situasi belajar seperti ini, pembelajaran akan lebih bermakna dan memiliki konteks kehidupan nyata yang dekat dengan siswa.
International Baccalaureate memfasilitasi kebutuhan ini dengan menerbitkan kerangka kurikulum yang dapat diterapkan di sekolah-sekolah di seluruh dunia dengan dukungan kuat di sektor pengembangan profesional guru dan juga komunitas IB yang dibangun sebagai forum untuk guru dan pelaku didik lainnya berbagi pengalaman, narasumber dan ide-ide untuk penerapan kurikulum. Tentu saja investasi untuk kurikulum IB dengan kualitas internasional ini tidaklah murah. Tapi, saya berpikir bahwa dinas pendidikan Indonesia dapat mencontoh manajemen IB dengan berinvestasi pada aspek-aspek yang krusial dan memberdayakan semua pendidik untuk membangun komunitas belajar sebagai tempat untuk pengembangan profesional informal, karena kita semua tahu bahwa melalui berbagi kita akan belajar lebih baik.
Ada beberapa perubahan lain dalam kurikulum baru yang mungkin saya bahas dalam tulisan saya berikutnya, mungkin juga dengan beberapa tips tentang apa yang guru dan orang tua harus lakukan mengenai penerapan kurikulum 2013. Untuk saat ini, saya hanya bisa mengatakan bahwa perubahan tidak bisa dihindari dan tidak akan pernah mudah. Tanpa perubahan yang signifikan, tidak akan ada pertumbuhan nyata dalam pembangunan suatu negara. Kita harus benar-benar menyadari bahwa perubahan datang dengan konsekuensi, baik positif atau yang negatif; dan tidak akan pernah ada kurikulum yang sempurna. Jika kita hanya fokus pada kekurangan kurikulum baru ini, maka kita hanya cerdas dalam mengkritik tapi kurang kreatif untuk memberikan solusi dan mencoba untuk memecahkan masalah- masalah yang mungkin akan terjadi nanti. Saya perlu menyampaikan, atas nama diri saya sendiri sebagai seorang pelaku didik, bahwa hal terbaik yang bisa kita lakukan pada saat ini adalah dengan menjaga sikap positif terhadap perubahan ini.
Guru harus proaktif dalam beradaptasi dengan kurikulum baru dan harus mengambil inisiatif untuk belajar, bukan hanya menunggu dan tergantung pada dukungan pemerintah untuk menyediakan pengembangan profesional dan pemberian insentif lainnya. Saya selalu percaya bahwa, guru juga merupakan seorang pelajar yang tidak boleh berhenti belajar dan tetap up-to-date dengan tren pendidikan terbaru, untuk memastikan bahwa kita siap untuk kurikulum baru yang akan segera diterapkan; dan mungkin perubahan-perubahan lain yang menunggu di masa depan. Jadi apakah Anda siap dengan kurikulum baru? Tetap semangat, guru-guru Indonesia!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI