Meneropong Perkembangan Silat Hujan baru saja turun membasahi sebagian wilayah jakarta, udara sejuk malam ini membuat kami sedikit bersemangat untuk berbincang-bincang santai dengan beberapa orang anggota komunitas sahabat silat. Tidak ada pembicaraan yang serius hanya saja saya dan kawan-kawan mencoba menerka-nerka atau istilah kerennya "meneropong" tanpa ada alat bantu sehingga terkesan lebih mengarah pada kata "menerawang". Sejak hadirnya FP2ST dengan debutnya pertama kali tahun 2006, komunitas Silat seolah mendapatkan angin segar dengan nuansa yang lebih kompromi karena umumnya anggota komunitas itu sendiri memiliki cita-cita yang sangat mulia. Gelaran acara bahkan ide - ide cemerlang menyeruak menembus batas tanpa ragu-ragu, perjuangan inilah yang disebut dengan semangat komunitas, dimana setiap anggota memiliki visi dan misi yang sama tidak lagi memandang siapa dan apa yang dikerjakan, semua berbaur menjadi satu tujuan yang mulai dan besar. Setidaknya tahun 2006 hingga 2007 menjadi bukti dan unjuk gigi para volentir yang rela bekerja tanpa menilai uang dibalik semua misi tersebut, bukti tertulis bisa kita lihat di situs silatindonesia.com dan juga di beberapa media seperti koran dan juga televisi. Pada tahun 2009 Semangat volentir mendapatkan nilai plus bagi perkembangan komunitas pencaksilat saat itu, karena tidak sebatas pada komitmen yang kuat akan tetapi juga pada kemauan dan tujuanyang ingin di capai tanpa harus bergerak sendiri-sendiri. "optimesme" begitulah jawaban sebagian anggota sahabat silat yang hadir pada malam itu saat kita mendiskusikan perkembangan komunitas dan khususnya silat itu sendiri di tahun yang akan datang. rasa optimis menjadikan satu kunci jawaban bahwa kita masih semangat memperjuangkan silat menjadi tema pokok untuk mengangkat derajat silat sebagai olahraga yang menyenangkan dan digemari oleh lapisan masyarakat khususnya anak muda di kota-kota besar yang tentunya lebih realistik dalam menilai pencak silat tidak sebatas pada beladiri semata.
Satu catatan yang harus kita pegang teguh bahwa "bergerak sendiri-sendiri" bukanlah sifat dari berkomunitas, karena kita tahu bahwa di dalam komunitas kita adalah salah satu element di dalamnya tanpa kehadiran kita maka semua kegiatan akan pincang bahkan mungkin tidak jalan sama sekali.
Catatan lainnya adalah janganlah berfikir sepihak, karena komunitas itu banyak kepala di dalamnya kadang ide-ide baik belum tentu bisa direalisasikan dengan sempuran dan disinilah kita butuh dukungan agar wacana tersebut tidak berhenti saat di lontarkan akan tetapi bisa di realisasikan. Keterbatasan Sumber daya manusia menjadi hal yang pokok, karena kalau boleh jujur ( please jangan marah neeh) sebagia dari anggota komunitas masih sebatasa pada "penikmat" kepanitiaan masih orangnya itu-itu juga, padahal tongkat estafet harus berputar agar terus bergerak dan berpindah, dan pada tahun 2008 hal ini nyaris terjadi SDM yang biasanya bergerak karena ada kesibukan dalam pekerjaannya menjadikan tongkat estafet tersebut tidak ada yang melanjutkan dan bahkan terhenti. Tulisan, Foto Kergiatan, Liputan, Silaturahmi, diskusi bulanan dan masih beberapa kegiatan lainnya yang sempat terhenti, karena komunitas ini memang sangat terbatas pada volentir yang setia mengerakkan, dan SDM di komunitas ini pun teryata masih dibawah angka yang normal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H