Mohon tunggu...
Yanweka Setia
Yanweka Setia Mohon Tunggu... -

Yanweka Setia

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Silat Silau Macan dari Condet

20 September 2010   06:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:06 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Tulisan ini hasil penelusuran kami saat berkunjung ke daerah condet, kawasan ini pernah menjadi daerah konservasi budaya betawi, oleh Gubernur Ali Sadikin pada tahun 1975, melihat kehijaun dan udaranya yang sejuk, daerah ini memang dikenal sebagai daerah penghasil buah salak dan duku hingga saat ini.

Condet yang terbagi dalam tiga kelurahan Bale Kambang, Batu Ampar, dan Kampung Gedung gagal menjadi cagar budaya dan kini telah dipindahkan ke Setu Babakan oleh pemerintah DKI Jakarta, namun bila melihat sejarah panjang daerah ini, sejak 3.000 sampai 4.000 tahun lalu di kawasan yang berbatasan dengan Kramatjati ini sudah ada kehidupan.

Ditemukan kapak batu, gerabah, dan lampu perunggu di sini. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Budayawan Ridwan Saidi (Koran Republika-red) bahwa dahulu condet pernah menjadi pusat pemerintahan kerajaan Salaksana pada tahun 120M, nama-nama yang menjadi sejarah seperti seperti Bale Kambang dan Batu Ampar. Bale Kambang adalah tempat pesanggrahan raja-raja, sedangkan Batu Ampar merupakan batu besar tempat meletakkan sesaji (sesajen).

Namun ada catatan yang tertinggal disana, bahwa condet tidak hanya sebuah kawasan yang memiliki ciri khas betawi namun juga budaya yang masih tertinggal dan tetap dijaga oleh penduduk asli betawi disana.

Sore itu kami bertiga ( Saya dan kedua teman dari milis pendaki) berniat bersilaturahmi dengan salah satu tokoh dari condet yang sudah tidak asing lagi, selain sebagai pemerhati budaya betawi, tokoh kita ini juga pandai bersilat, itulah Entong H. Sapri salah satu cucu dari Entong Gendut dirumah kediamannya. Kami bertiga diterimanya dengan baik, usianya memang sudah 75 tahun namun semangatnya terpancar dari wajahnya. Beberapa penghargaan dari pemerintah DKI Jakarta terpampang di dinding rumahnya yang sederhana, dengan halaman rumah yang ditumbuhi oleh pohon yang rimbun

Karena malam itu H. Sapri cukup lelah akhirnya kami pamit dan beliau mengajak kami untuk hadir pada malam rabu untuk melihat latihan silatnya, sayangnya undangan tersebut batal kami laksanakan karena ada kesibukan lain yang tidak bisa dihindari.

Satu tahun kemudian ada rasa kangen dengan H. Entong Sapri, dan bersama Mas Faried dari milis pendaki, saya dan Mas Ezra dari Milis Silatbogor akhirnya sepakat kembali menemuinya di rumahnya. Namun kabar duka mengurungkan niat kami bertiga, H. Entong Sapri sudah meninggal dunia satu tahun yang lalu tepatnya sebelum bulan puasa tahun 2005. ujur keluarga H.Sapri

Rasa duka yang mendalam menyelimuti kami, rasanya pertemuan waktu itu adalah pertemuan terakhir dengannya, hanya doa yang bisa kami berikan padanya agar Amal Ibadahnya diterima oleh Allah SWT.

Memang ada rasa kecewa karena tidak bisa lagi bertemu dengan Babeh Sapri, tapi rasa tersebut dapat terobati dengan hadirnya mas Didi (Ahmad Zainudin ) salah satu putra H. Entong Sapri, saat ini ia masih kuliah di salah satu Universitas di Jakarta, sebagai orang betawi ia paham betul arti sebuah pendidikan, karena melalui pendidikan inilah kami warga betawi bisa membangun citra pada orang betawi lainnya.

Mas didi cukup terbuka dan nampaknya ia pun menyadari arti sebuah pelestarian budaya, hingga iapun kini masih merintis sebuah buku tentang H. Entong Sapri baik sebagai pribadi maupun dalam organisasinya di pesilatan. IPOSI (Ikatan Pencak Silat Olahraga dan Silaturahmi) itulah nama perkumpulan silat H. Entong Sapri.

Ia pun tak segan-segan memperagakan sedikit ciri khas jurus dari pencak silat yang ia pelajari, apalagi kami sebelumnya telah mengetahui aliran silat IPOSI ini, kadang-kadang mas didi sempat bertanya dari mana kalian bisa tahu..? ya tentunya dari babeh anda sendiri waktu itu.

Melihat gerakannya IPOSI memang khas betawi dengan kuda-kuda yang rendah dan gerakan tangan yang cepat memberikan penekanan pada penyerangan dan juga bertahan, menurut H. Entong Sapri semasa Hidup kepada penulis bahwa silat ini punya maenan Cikalong seperti Suliwa, Silau macan, dan cimande. Gerakan jurus cikalongnya halus namun bertenaga dan sewaktu diperagakan jurus silau macan oleh mas didi, saya sempat teringat dengan salah satu perguruan silat betawi di acara festival silat betawi di Cibubur tahun 2006 lalu. Silau macan itulah jurus yang sering disebut – sebut oleh H. Entong sapri, dan malalui mas didi jelas sekali bahwa gerakan Silau macan layaknya macan yang akan menerkan musuhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun