Mohon tunggu...
yanun anbiya
yanun anbiya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Recently this blog is using for my assignment's student study service

Selanjutnya

Tutup

Nature

Melimpahnya Sayur Mayur Kekayaan Alam Desa Kopeng

21 Juli 2022   07:00 Diperbarui: 25 Juli 2022   05:47 808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : foto bersama dengan para petani di kebun 

Desa Kopeng merupakan salah satu desa wisata di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Semarang. Letaknya berada di lereng kaki gunung merbabu menjadikan desa Kopeng memiliki hawa yang sejuk dan dingin, dan disertai kekayaan alam yang melimpah berupa sayur-sayuran, berbagai tanaman hias, dan pemandangan alam yang sangat indah.

Penduduk di desa Kopeng mayoritas bermatapencaharian sebagai petani sayur maupun penjual sayur atau tanaman hias. Salah satu dusun di desa Kopeng yang menjadi pusat kegiatan ekonomi maupun pertanian yaitu dusun Sleker, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. Dusun Sleker menjadi central dari berbagai kegiatan ekonomi maupun pertanian warga karena posisinya yang strategis berada di tengah-tengah keramaian desa Kopeng. 

Berbagai sayur-sayuran melimpah di tanam di kebun-kebun warga, beberapa diantaranya seperti kubis, salada, cabai, tomat, kol, kentang, dan sebagainya. Salah satu warga yang merupakan petani kubis, Bapak Rukimin, menuturkan bahwa dalam merawat seluruh sayur-sayuran di kebunnya termasuk kol diperlukan penanaman pupuk yang konsisten sehingga menghasilkan sayuran yang segar dan sehat. Adapun pupuk yang digunakan oleh Bapak Rukimin yaitu pupuk organik yang bersumber dari pelapukan sisa-sisa hewan. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Rukimin "Pupuk yang saya gunakan untuk seluruh tanaman berupa pupuk organik dari sisa-sisa kotoran hewan saja, karena hasilnya itu lebih efektif untuk kesuburan tanaman". Ujar Bapak Rukimin pada saat wawancara dengan penulis 24 Juni 2022.

Namun, penggunaan pupuk organik tersebut tidak menjamin keberhasilan seluruh hasil tanaman yang sehat dan segar. Beberapa kali telah dijumpai gagal panen seperti yang dialami oleh salah satu petani cabai merah dan tomat, Bapak Warko, yang mengatakan bahwa "gagal panen ya pernah saya alami mba, bulan lalu itu ada cabai merah dan tomat banyak yang gagal panen. Ya dikarenakan cuaca juga yang tidak menentu jadinya tanaman seperti tomat dan cabai rentan gagal kalau cuaca tidak mendukung". Ujar Bapak Karsono pada saat wawancara dengan penulis 24 Juni 2022.

Foto : wawancara dengan para petani dusun Sleker
Foto : wawancara dengan para petani dusun Sleker

Seringnya gagal panen yang dialami oleh para petani membuat harga cabai dan tomat melonjak tinggi. Seperti cabai ijo yang dibandrol dengan harga 75 ribu per kilo dan cabai merah dibandrol harga 65 ribu per kilo. 

Selain itu, salah satu warga bernama Ibu Gumi, yang merupakan petani kol, tomat, kentang, salada, dan cabai, menuturkan bahwa sayuran yang sering di kirim sampai ke luar provinsi yaitu Kalimantan, diantaranya ada kentang dan tomat yang dikirim mencapai 2 ton. Berbagai sayuran milik para petani baik itu Bapak Rukimin, Bapak Warko, dan Ibu Gumi telah dikirim ke beberapa daerah sekitar Kabupaten Semarang seperti Semarang dan Jogja, bahkan pengiriman juga sampai ke Kalimantan. Selain itu, para petani juga memasarkan sayurnya ke para pemasok sayur atau makelar dengan harga murah yang kemudian oleh para makelar akan dijual ke pasar dnegan harga yang relatif tinggi.

Para petani yang telah dijumpai, seluruhnya mengatakan bahwa seluruh modal pertanian mulai dari penanaman biji-bijian, alat pertanian, hingga proses pemanenan, semuanya dilakukan secara mandiri tanpa ada kontribusi pemerintah. Hal ini dikarenakan para petani merasa lebih nyaman untuk menggunakan modal sendiri sehingga tidak ada tuntutan dari pihak manapun ketika proses bertani, hasil dan keuntungannya pun dinikmati sendiri. Namun pemberian bantuan ke para petani pernah dirasakan pada saat era Bapak Soeharto yang kala itu memberikan bantuan nyata berupa cangkul, bibit, pupuk dan lain-lain. Dampak yang dirasakan pun nyata karena bantuan yang diberikan langsung disalurkan ke para petani. Meskipun kala itu harga sembako sangat mahal. Setelah era Bapak Soeharto, bantuan ke para petani tidak ada sama sekali, seluruh modal dari penanaman hingga panen bersumber dari modal para petani sendiri. Fakta ini menunjukkan bahwa pemerintah saat ini tidak peduli terhadap keberlangsungan hidup para petani di desa-desa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun