Namun, tidak juga salah bila pemerintah Indonesia hanya berfokus pada kelompok diaspora Indonesia di negara-negara yang relatif lebih maju seperti Australia, Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. Hal ini mengingat tingkat suku bunga jangka panjang di negara-negara tersebut jauh lebih rendah bila dibandingkan di Indonesia. Hal ini membuat pilihan instrumen investasi di Indonesia masih menjadi pilihan yang menarik. Berdasarkan data dari Bank Sentral Eropa misalnya, Belanda yang memiliki suku bunga jangka panjang di (-0.22), Denmark di (-0.21), Jerman di (-0.45), maupun Perancis di 0.06 (data April 2020). Selain itu, mayoritas diaspora yang tinggal di negara-negara tersebut memiliki latar belakang pendidikan, pekerjaan, maupun tingkat literasi investasi yang berbeda bila dibandingkan dengan yang berada di kawasan Asia maupun Timur Tengah. Sehingga diharapkan nominal investasi yang dapat dicapai lebih tinggi.
Meskipun di negara Nigeria dan Nepal, isu “patriotisme” tidak muncul dalam pengukuran capaian diaspora bond, ini membuka peluang bagi Pemerintah Indonesia untuk mengukur sejauh mana tingkat attachment dan “patriotisme” kelompok diaspora Indonesia. Narasi memajukan tanah air, perasaan sentiment membangun negeri dapat digunakan sebagai tagline dalam penerbitan diaspora bond ini. Bukankah masyarakat Indonesia lebih suka pada hal-hal yang berbau kekeluargaan dan perasaan sentimentil?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H