Judul Buku : The Kite Runner
Penulis : Khaled Hosseini
Penerjemah: Berliani M. Nugrahani
Penerbit: Qanita Mizan Pustaka, Bandung
Cetakan: I, 2008
Tebal: 490 halaman
Peresensi: Yanuar Arifin*
Tokoh utama dalam novel The Kite Runner bernama Amir bercerita tentang batas persaudaraan, penghianatan, kasih sayang dan penyesalan. Ia berasal dari lapisan keluarga kaya, terhormat di Kota Kabul, Afganistan. Putra tunggal yang mewarisi harta kekayaan dan kehormatan keluarga. Di kawasan distrik Wazir Akbar Khan, lingkungan baru dan mewah di bagian utara kota Kabul, Amir hanya memiliki satu orang sahabat bernama Hassan. Berbanding terbalik dengan diri Amir, Hassan adalah anak seorang pelayan di rumah Baba, ayah Amir. Ia memiliki bibir sumbing, keturunan suku Hazara, suku yang dianggap rendah kelas sosialnya di Afganistan.
Amir kecil digambarkan sebagai sosok anak yang cengeng, penakut dalam mengambil keputusan serta egois bila mempunyai keinginan. Ketakutan dan keegoisannya sering kali ia limpahkan pada sahabatnya, Hassan. Dalam sebuah adegan, di sebuah gang sempit di Kabul ketika Amir kecil melihat di depan kedua matanya, Hassan yang sedang berjuang untuk mempertahankan layang-layang, barang mainannya dikeroyok oleh sekumpulan anak nakal, Amir memutuskan lari dan meninggalkan sahabatnya. Ia menghianati sahabatnya sebab takut. Padahal bisa saja ia mengambil keputusan untuk memasuki gang itu, membela Hassan dan menerima apa pun yang mungkin menimpanya.
Anak muda kaya itu-Amir, adalah potret umum sifat yang dimiliki anak kecil yang hidup dan besar di tengah kemegahan dan kemanjaan. Ia belum bisa memahami bagaimana hidup juga mengajarkan loyalitas, kehormatan dan kasih sayang kepada sesama manusia tanpa mengenal latar belakang sosialnya. Sementara Hassan kecil adalah anak sholeh yang sejak kecil dididik ayahnya untuk selalu mempertahankan kesetiaan. Dengan didikan yang demikian, Hassan selalu setia pada Amir. Untuk tuan muda yang sekaligus sahabatnya, Hassan berkata “untukmu keseribu kalinya”. Sebuah janji yang hanya bisa diberikan oleh seorang pelayan setia kepada tuannya.
Kemanusiaan dan perjuangan inilah pesan yang barangkali ingin disampaikan Khaled Hosseini, penulis novel The Kite Runner. Dengan novel ini penulis dianugerahi Humanitarian Award 2006 oleh UNHCR, sebuah badan sosial kemanusiaan milik PBB. Penghargaan tersebut merupakan suatu penghargaan prestisius bagi seorang pengarang fiksi. Dengan karya pertamanya ini pula, Hossein berhasil menghadirkan sisi lain negeri Afganistan yang seringkali diidentikan dengan perilaku Barbarisme Arabian.
Latar belakang penulis adalah putra dari pasangan seorang guru SMA dan diplomat Afganistan. Ia lahir di Kabul pada tahun 1965. Ayah Hosseini pada tahun 1976 ditugaskan di Prancis. Pada tahun 1980, keluarga Hosseini seharusnya kembali ke Afganistan yang pada saat itu telah berada dalam pendudukan Soviet. Namun dengan suaka politik yang berikan oleh pemerintah AS, mereka tinggal di negeri Paman Sam. Latar belakang inilah yang sedikit banyak turut mempengaruhi karya awal Hosseini ini.
The Kite Runner mengkisahkan sebuah keluarga imigran yang harus meninggalkan bumi Afganistan akibat tragedi perang di negara itu. Keluarga yang dimaksud adalah keluarga Amir. Amir dan ayahnya, Baba, akhirnya memilih Amerika Serikat sebagai negara tujuan. Seperti sebuah negeri impian, Amerika Serikat digambarkan sebagai negeri penyelamat yang menyimpan segudang harapan di masa depan.
Di negeri barunya, Amir dan ayahnya merajut impian-impian mereka. Ayahnya yang semula adalah orang kaya dan terhormat di Kabul merintis dari awal usahanya dengan bekerja sebagai seorang penjaga pom bensin. Sedangkan Amir harus melanjutkan studinya di salah satu sekolahan. Setelah sekian lama dan bertahun-tahun hidup di Amerika, kehidupan keduanya semakin baik dan mapan. Baba berhasil menduduki kursi manajer di perusahaan pom bensin dan Amir lulus sekolah setingkat SMA dengan nilai gemilang.
Kini Amir telah menjelma sebagai sosok pemuda yang tampan. Dan kisah selanjutnya dapat ditebak. Amir bertemu dengan seorang gadis Afgan bernama Soraya, seorang anak bekas Jendral, dan jatuh cinta kepadanya. Pertemuan demi pertemuan terjadi di antara keduanya. Setelah dirasa cukup dan timbul keyakinan di hati Amir, ia meminta kepada Baba agar melamar putri belahan hatinya itu. Dan mereka pun menikah serta hidup penuh kebahagiaan
Namun kebahagiaan pasangan suami istri dirasa belum sempurna di kala seorang bayi yang terlahir dari buah cinta mereka belum juga hadir di tengah keluarga. Di puncak kegelisahan dan keputusasaan, Amir mendapatkan telepon dari temannya di Pakistan, Rahem Khan. Ia meminta Amir untuk mengunjunginya. Bersamaan dengan datangnya telepon itu, bukan hanya sosok Rahem Khan yang berbicara di telepon, namun juga dosa tak termaafkan dari masa lalu menyeruak hadir di sana, yakni dosa penghianatan pada sahabatnya Hassan.
Keputusan untuk menebus seluruh dosa di masa lalu menghantarkan Amir ke negeri leluhurnya, Afganistan. Sebelumnya, di Pakistan Rahem Khan menceritakan pada Amir tentang tragedi pembunuhan Hassan dan pembantaian suku Hazara oleh Taliban. Kebengisan Taliban tentu saja telah merampas harapan Amir untuk bisa menebus kesalahannya. Oleh karenanya, ketika Amir diberitahu bahwa Hassan telah mempunyai seorang anak bernama Sohrab yang tengah berada di tangan Taliban, ia berusaha dengan keras mencari dan menyelamatkannya sebab harapannya kembali hidup.
Pencarian Amir atas diri Sohrab inilah yang mengisi perjalanan panjang kisah dalam The Kite Runner. Berbagai adegan dengan latar Afganistan yang dipenuhi dengan cerita duka kemanusiaan tersaji dalam setiap lembarnya. Kehadiran The Kite Runner menunjukkan bahwa Hosseini dengan cerdik menyelipkan tokoh-tokoh antagonis maupun figuran di setiap persinggungan yang dialami oleh tokoh utama, Amir sekaligus sebagai narator utama di novel itu.
Barangkali keberadaan nada minor yang bisa menjadi kritik tajam pada novel ini adalah penggambaran Hosseini yang cenderung berbau politis ketika melukiskan Afganistan. Negeri leluhurnya itu digambarkan sebagai negeri yang dipenuhi tragedi kemanusiaan dan kekejaman. Hosseini bahkan lebih mengagungkan AS sebagai negeri yang di mana manusia bisa hidup dengan kedamaian. Akibatnya, novel ini banyak pula dikecam oleh beberapa kalangan sebab banyak menjelek-jelekkan Afganistan. Terlepas dari penilaian ini, The Kite Runner tetaplah layak diakui sebagai karya fiksi bergendre realis yang kaya dan cerdas. Melalui novel pertama Afgan yang ditulis dalam bahasa Inggris ini, pembaca sungguh telah disuguhi cerita dan drama kemanusiaan yang bakal menggugah rasa kemanusiaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H