Seni-seni yang terkubur
Di sudut-sudut kota dan di pingigir-pinggir kampung
Bagai tulang-tulang kering berserakan
Sudah tak lagi menarik, tak lagi berguna
Ditinggalkan anak-anak zaman yang tak peduli warisan sejarah
Bahkan mereka seakan-akan kehilangan pendengaran,
saat ada yang berteriak minta tolong dari kami kumpulan tulang-tulang kering
Kisah serupa pernah tertulis dalam sejarah Alkitab berabad-abad silam
Di tengah kegalauan tak berpengharapan
Allah mengutus Nabi Yehezkiel ke tengah tulang-tulang kering
Di hadapan tulang kering, nabi melihat dirinya berdiri
di lembah-lembah, dipenuhi tulang-tulang manusia yang kering
Yehezkiel diberi mandat untuk bertindak sebagai peramal
Bahwa tulang-tulang itu terhubung menjadi sosok manusia
Memberikan urat-urat daging dan kulit
Menghembuskan nafas kehidupan kepadanya
Tulang-tulang itu ibarat umat Israel di pengasingan
Yehezkiel diutus untuk membangkitkan kembali harapan-harapan yang pernah terkubur
dan membawa mereka ke tanah perjanjian
Kini, setelah kematian nabi
Siapa yang mampu menafsir tangisan tulang-tulang kering?
Bukankah kalian para penyair dan seniman?
Diberi mandat untuk menghidupkan kembali karya-kara para pendahulu
yang pernah meggoreskan kisah-kisah indah
Atau goresan-goresan kelabu dari sejarah nenek-moyang
Wahai, tuan-tuan penyair dan seniman
Mari menyatukan kembali karya indah yang pernah terkubur
Sehingga penduduk bumi memujinya dalam tembang-tembang kerinduan dan tarian meriah
Serta menggaungkannya lewat larik-larik puisi, madah syukur dan mazmur pujian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H