Dua hari berlalu semenjak drama di bank tersebut. Tidak pernah ada pelaporan dari pihak Pak Marwan kepada atasan Anita. Ya, yang dilakukan Pak Marwan hanya emosi sesaat. Jauh di sudut hatinya dia tak sejahat itu untuk menghancurkan karir orang lain terlebih seorang wanita.
"Tet, lagi bikin kopi ya?"
Suara yang tak asing mampir di samping telinga Mita.
"Hmm." Mita mendelikkan matanya. "Giliran minta kopi aja Kutet-Kutet. Gak ada panggilan yang lebih indah apa?"
"Urusan kopi bagian Kutet, urusan kantor buat Mita," jawab Pak Marwan sekenanya.
Dengan bibir maju lima senti, Mita terpaksa mengikuti kemauan bosnya. Dua cangkir kopi kini ada di tangannya.
"Nih Bos."
Pak Marwan menarik dua sudut bibirnya. Diseruputnya kopi buatan Mita yang baru saja berpindah ke tangannya.
"Hmm, kopi buatanmu memang mantap, Tet."
Mita tak mengindahkannya. Dia tahu pujian ini jadi pertanda kalau Bos Botak ini ada maunya.