Mohon tunggu...
Yanti Rahmayanti
Yanti Rahmayanti Mohon Tunggu... Guru SMP

Hobi: membaca dan menulis puisi, cerpen/carpon dan novel

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Petualangan Kemping 2024

12 Februari 2025   08:22 Diperbarui: 12 Februari 2025   08:22 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Mobil Terjebak di Area Pesawahan (Sumber: Meta AI)

Sebuah Catatan Perjalanan, Penulis: Yanti thea

Luar dari biasanya, kemping kali ini banyak sekali warna yang bikin jantungku sedikit bekerja ekstra. Mulai dari pengkavlingan, Senin, 12 Agustus 2024, aku bersama teman-teman semobil (Bu Entin, Bu Enok dan Bu Nining) masuk wilayah Sidomba dari Manis Kidul. Melewati jalan ini sebenarnya terlalu jauh dari alur yang biasa kami lalui, hingga harus menelusuri jalan desa lain sebelum masuk tempat tujuan. Kali ini kami melalui jalan Desa Balong Dalem, Husnul, dan ITUS. Meski lama tapi tak masalah, nikmati saja. Toh ada hikmahnya juga. Ensklopedia wajah Kota Kuningan dalam benakku setidaknya bertambah. Alhamdulillah, perjalanan lancar, tiba dengan selamat di Bumi Perkemahan Sidomba.

Nasib kurang beruntung terjadi keesokan harinya. Hari itu, 13 Agustus 2024, pemberangkatan seluruh penggalang, Dewan Penggalang dan pembina SMP Negeri 4 Kuningan dilakukan. Hari itu pula menjadi hari tak terlupakan dalam hidupku. Pada waktu itu aku ditemani beberapa orang pembina pramuka, yakni: Bu Entin, Bu Nining dan Bu Heni. Kami berangkat menggunakan mobil yang kukemudikan. Obrolan seru dalam mobil sejak kami berangkat ternyata telah membuat lalai. Tujuan berbelok dari Desa Manislor, malah kebablasan. Kami sadar setelah mobil menjauhi batas desa tersebut. Sampailah di batas Desa Bandorasa. Kaget juga. Namun akhirnya kami sepakat untuk melalui jalan tersebut. Terus terang aku agak ragu, maklum tak satu pun dari kami yang pernah ke Sidomba melalui jalan ini. Bermodal nekat, kami pun memulai petualangan dengan tanya sana tanya sini. Maklumlah, Mbah Google Map sama Teteh Waze gak berfungsi baik sepanjang jalan ini. Seringkali arah yang mereka tunjukkan mentok ke tempat yang tak semestinya. Parah juga, disuruh belok kiri, eh ternyata rumah orang.

Perjalanan diawali dengan belok kiri dari pertigaan Bandorasa, tepat depan minimarket Indomart. Berdasarkan info dari tukang parkir di sana, aku melajukan mobil lurus ke barat. Ketika menghadapi perempatan, kami bingung karena sebelumnya tak mengantisipasi hal ini. Ah bukan masalah, lanjut ikuti kata hati, belok ke kiri saja, kalau salah tinggal balik arah.

Mentok di ujung desa kami melihat tumpukan ubi jalar di sebuah lahan mirip tempat penjemuran. Sepertinya lahan ini milik bandar ubi. Kebetulan beberapa orang terlihat memilah-milah ubi jalar. Dari para bapak ini kami ditunjukkan dua alternatif jalan, putar arah atau lanjut. Kita pilih lanjut, terlanjur jalan biar tidak terlalu jauh jaraknya. Mobil pun melaju, menulusuri jalan sepi. Ternyata arah yang kami tuju semakin jauh dari pemukiman penduduk. Kanan kiri pesawahan. Semakin lama jalan semakin menyempit. Hanya cukup untuk 1 mobil. Tambah jauh melaju, garis kerucut mulai terbentuk. Jantungku mulai berdebar.

"Bu, lihat ke depan. Kira-kira mobil masuk gak?" tanyaku sambil menginjak rem.

Termenung. Tak seorang pun menjawab. Perasaanku mulai tak enak. Apalagi melirik seberang kanan kudapati barisan pohon semboja menghiasi pemakaman, sisi lainnya sawah semua. Tak seberapa jauh dari sana sebuah beringin tua berdiri menghadang. Terus jalan mau ke mana ini? Mundur kena maju kena. Mundur kejebur, maju kejedot.

"Balik arah," saran Bu Nining disetujui yang lainnya. Iya benar sih usul mereka, tapi bagaimana parkirnya? Otakku nge-leg sesaat.
 
Berulang kali beristigfar dalam hati. Tak lupa bertasbih. Aku seperti berada di lorong waktu dalam kondisi terjepit begini. Sepertinya mau kuputar ulang saja perjalanan sebelumnya agar kami tak berada di sini sekarang.

Secercah harapan muncul saat kami melihat seorang petani di pinggir sawah, beberapa meter berjarak dari posisi mobil. Akhirnya teman-temanku memutuskan untuk meminta bantuannya. Alhamdulillah beliau dengan senang hati membantu kami. Beliau dan teman-teman memanduku memarkir mobil. Di tepian jalan, di atas sepetak kecil daratan, aku mulai memutar mobil. Tanahnya yang becek dengan ranting-ranting kering dari pohon yang mati menghalangi laju mobil. Tak hilang akal, Pak Tua yang baik hati ini bersatu padu dengan para wonder women mengganjalkan pelepah pisang, beberapa dahan yang besar bahkan daun-daun kering. Bahkan Bu Entin merelakan juga sepatunya untuk menjadi pengganjal ban.

Posisi jalan dan tanah yang tidak rata membuat ban hanya mampu berputar. Licin, tentu saja. Aku mulai berkeringat, jantung tak henti berdetak kencang. Ketegangan yang dirasakan teman-temanku pastilah juga sama. Tapi kami berusaha untuk tidak panik. Terutama aku harus tenang. Panik taruhannya kecebur sawah! Oh BIG NO!! Bismillah, yaa Allah mudahkanlah, mudahkanlah. Perlahan...perlahan...tetap jaga gas dan rem sambil ganjalan ban terus ditambah. Akhirnya...mobilku dapat berbalik arah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun