Akhir pekan ini pembahasan tentang pembukaan kembali sekolah di masa pandemik COVID19 masih memenuhi ruang diskusi di berbagai jejaring. Mulai dari diskusi pendidikan dan rapat koordinasi yang diselenggarakan Seknas SPAB, Sandi Kerlip, MPI, FGII, wawancara oleh jurnalis Kompas, sampai kuselipkan pada webinar Solidaritas ITB 88 kemarin sore.
Kekhawatiran akan wabah gelombang kedua membuat kita bergegas untuk menggali informasi yang akurat tentang era new normal atau kehidupan normal. Saking serunya, kuletakkan gawai di atas kabel ekstension karena batere hampir habis dan kabel pengisinya pendek.
Aku pun mengatur asupan obat sakit gigi yang kembali menguat agar bisa mengikuti rangkaian diskusi sepanjang hari Sabtu.
Pemaparan Teh Ledia dan Anita Nora pada webinar MPI mendapat sambutan hangat. Selain di chatbox, aku juga mendapat giliran terakhir untuk meminta penegasan teh Ledia terkait penundaan pembukaan sekolah sampai kurva pandemik melandai dan kita memenuhi persyaratan untuk memasuki new normal.Â
Alhamdulillah semalam ditutup dengan OPEreT berbagi kisah saling menguatkan. Â
Menyiapkan PHBS
Air bersih dan sanitasi yang memadai sangat penting dalam menerapkan menerapkan kebiasaan baru mengikuti Pola Hidup Bersih dan Sehat di keluarga, komunitas, tempat bekerja, satuan pendidikan, rumah ibadah, dan pusat keramaian.
Menurut data pokok pendidikan 2017 sebanyak 30% sekolah dasar di Indonesia belum memiliki sumber air atau memiliki air yang tidak layak.
Hanya 34% sekolah di Indonesa yang memiliki jamban yang layak dan terpisah untuk siswa laki-laki dan perempuan.
Di tengah masa pandemik COVID19 yang belum menunjukkan penurunan, menunda pembukaan sekolah di kota/kabupaten yang penduduknya terpapar wabah Corona adalah keputusan yang bijak.
Saat ini Rumah KerLiP di berbagai  daerah mulai menggalang partisipasi masyarakat untuk bergotong royong dengan Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk memastikan sarana prasarana PHBS di satuan pendidikan tersedia memadai sebelum dibuka kembali pada kenormalan baru.