Jam sudah menunjukkan angka 10 kurang 10 menit. Aku bergegas memenuhi undangan Kepala SMAN 5 Bandung. Sekilas kubaca pengumuman prosedur Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di gerbang SMAN 3. Ruang guru dan ruang perpustakaan terlihat tertata dan nyaman. Penanda UKS yang terpampang jelas di beberapa titik menunjukkan komitmen manajemen sekolah untuk mewujudkan sekolah lebih bersih dan sehat. Anak-anak pun terlihat riang bercengkerama di taman sekolah.Â
Beberapa pertanyaan yang muncul dalam sesi sebelumnya serta tanggapan terhadap paparanku menunjukkan keseriusan guru dan tenaga kependidikan SMAN 5 untuk memulai Gerakan SRA. Komitmen Kepala Sekolah dan GTK SMAN 5 ini memperkuat keinginanku untuk menyekolahkan putri kami, Allisa, di SMAN 5 Bandung.
"Ibu, Adek sudah di seberang gerbang SMAN 5, ya, "pesan Allisa masuk saat aku menyimak informasi seputar PPDB nonakademik di SMAN 5 dari panitia. Aku pun pamit dan segera menjemputnya. "Maaf ya, Nak, toilet putri di sebelah mana ya?"Tanyaku kepada salah seorang peserta didik yang sedang duduk di depan gerbang. "Sebelah sini, Bu!"Ujarnya dengan santun menunjukkan jalan. Putri kami segera mengganti kebaya dan kain batik yang dikenakannya untuk wisuda tadi pagi dengan baju seragam dan membersihkan mukanya dari make up.Â
Aku mengajaknya ke area belakang. Ada beberapa orang tua yang sedang menunggu di depan pintu ruang PPDB SMAN 3. "Dari tadi masih tertutup rapat, Bu,"ujar salah seorang Ibu dengan kesal. "Saya sudah mengurus surat pertanggungjawaban prestasi putra kami dari KONI untuk mengikuti PPDB nonakademik ke SMAN 3. Kami harus memperbaharui surat tersebut jika mendaftar ke SMAN lain,"imbuhnya sambil menunjukkan persyaratan pendaftaran PPDB putranya.
Jadi khawatir nih. Surat pertanggungjawaban dari panitia penyelenggara Olimpiade Bahasa Inggris di Universitas Negeri Malang belum kami urus. Sertifikat pengukuhannya dari Walikota Bandung tidak cukup membantu.
Kami pun mencari informasi PPDB jalur prestasi di ruang guru SMAN 3. Â "Panitia sudah menetapkan hanya menerima jalur prestasi di bidang sains, seni, dan olah raga, "ujar Ibu guru yang bertugas. Allisa hanya ingin menunjukkan prestasi di bidang bahasa dan tidak ada peluang di SMAN 3. Kami memutuskan untuk menemui panitia PPDB nonakademik SMAN 5 di lantai 2 sebelum pulang. "Persyaratannya sudah cukup, Bu,"ujar Bapak guru yang bertugas.Â
"Silakan ibu bawa ke ruang sebelah untuk verifikasi,"ujarnya lagi sambil tersenyum. Ketiga petugas verifikasi sedang membereskan meja masing-masing. "Waktu pendaftaran sudah ditutup. Kami bantu cek jarak dari rumah ke sekolah ini ya, Bu. Nanti putrinya bisa mendaftar secara online di rumah,"ujar salah seorang di antara mereka dengan ramah. Â
Mandiri Memilih
Keluarga kami menyelenggarakan Pendidikan Anak Merdeka berbasis keluarga pada akhir 2006. Kakak sulung Allisa menyelesaikan SMA di SAnDi KerLiP-Komunitas Belajar Mandiri yang kami dirikan bersama keluarga peduli pendidikan di Jabodetabek. Ia melanjutkan pendidikan ke Universitas Indonesia dengan ijazah UNPK Paket C. Hampir setiap semester selama 5 tahun menjadi peserta didik SAnDi KerLiP, kami tawarkan kepada putra kedua kami untuk pindah ke jalur pendidikan formal. Ia masuk SMA PGII 1 Bandung setelah lulus UNPK Paket A dan B di Jakarta Selatan.Â
Saat ini putra kami kuliah di Fisika ITB dan terpilih menjadi Ketua Himpunan. Â Allisa kecil bahkan memilih sekolah yang bisa ditempuhnya dengan jalan kaki saat ingin pindah dari homeschooling ke Sekolah Dasar pada usia 10 tahun. Begitu juga ketika memutuskan memilih SMP. Ia tidak berminat memanfaatkan PPDB nonakademik ke SMPN 5 karena harus naik angkutan umum.Â
"Adek mau survei ke SMAN 2 dengan teman-teman, ya, Bu,"kata Allisa saat aku pamit ke Jakarta. Â Sekolah yang memiliki area terbuka hijau yang luas dan terkenal sebagai sekolah sehat ini terletak di jalan Cihampelas. Jarak tempuh dari rumah ke SMAN 2 lebih dekat dibanding ke SMAN 5, namun perlu dua kali naik angkutan umum. Â Tentu saja hal ini membuatku agak khawatir. Â Kami mengajaknya konsultasi ke Biro Psikologi Swaparinama.Â