Mohon tunggu...
Yanti Sriyulianti
Yanti Sriyulianti Mohon Tunggu... Relawan - Berbagilah Maka Kamu Abadi

Ibu dari 3 anak yang sudah beranjak dewasa, aktif menggiatkan kampanye dan advokasi Hak Atas Pendidikan dan Perlindungan Anak bersama Sigap Kerlip Indonesia, Gerakan Indonesia Pintar, Fasilitator Nasional Sekolah Ramah Anak, Kultur Metamorfosa, Sandi KerLiP Institute, Rumah KerLiP, dan Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan di Indonesia sejak 1999. Senang berjejaring di KPB, Planas PRB, Seknas SPAB, Sejajar, dan Semarak Indonesia Maju. Senang mengobrol dan menulis bersama perempuan tangguh di OPEreT.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sinar Purnama

12 Juli 2022   04:49 Diperbarui: 26 Juli 2022   02:27 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maret 2022

Kaos putih bergambar kuning kesayangannya membalut tubuh kurus Purnama. Senyum khasnya tersungging dalam tidur panjang setelah mendekam di kamar mandi jelang tengah malam sampai subuh. 

"Teh, sigana Bapa tos teu aya, "terdengar suara Isra menahan tangis. Nasima langsung memghambur ke kamar Purnama. Ia sedang melaksanakan sholat sunat dhuha saat mendengar ayahnya telah tiada. Mukena berbahan satin dengan bordir bunga setaman masih membalut tubuhnya. 

"Bubur ayam kesukaan Bapak baru matang. Tadi Bapak menepis cangkir sebelum berbalik ke kanan. Abdi sempat ngatalqin, Bu,"kata Isra tanpa ditanya. Nasima menyelimuti tubuh Purnama dengan selimut biru tua. Ia sempat berkedik kesal melihat ibunya terisak. "Mengapa ibu menangis?" Tanya Nasima. Ia memeluk pundak ibunya yang tengah membaca Yasin di ujung dipan Purnama. Isra sudah pergi mencari imam masjid di belakang rumah. Prof Ahmad tetangga depan rumah terlihat berdiri dengan tongkatnya di depan pintu kamar Purnama. Tertatih-tatih menghampiri dipan Purnama.

Maret 2021

"Bapak hanya masuk angin, "sergah Purnama sambil bolak-balik ke tempat wudhu. Sejak menerima surat peringatan dari BSI, Purnama tak kuasa menahan desakan dari dalam perutnya. Ia muntah berkali-kali.  Bulir-bulir keringat seukuran biji jagung membasahi kepala dan tubuhnya. Sudah tiga kali Nasima mengerok punggung Purnama. 

"Teh, kita cari kelapa hijau aja ya. Mungkin Bapakmu keracunan makanan,"ujar Ruslan kepada Nasima. Tak lama berselang Ruslan tiba membawa kelapa muda. Pakaiannya basah kuyup kehujanan. Malam itu Nasima, Maryam, dan Ruslan bergantian menjaga Purnama. Sarah, ibunda Nasima dan Maryam sedang menyiapkan bahan presentasi.

"Ibu sudah pesan perawat homecare dari teman-teman Ismakes dan Teh Nura. Ini uang yang ibu punya. Insya Allah ibu akan terima honor nanti siang, "ujar Sarah sambil mengeluarkan selembar uang Rp50.000 dari dompetnya. Ia sudah memesan travel pukul 3 dini hari. Ruslan, adik bungsu Sarah sudah pamit piket di kantornya. 

April 2022

"Testimoni tentang kebaikan Bapak dan bantuan yang terus mengalir selama Bapak.sakit membuat Aa sadar. Bapak memang sangat baik kepada teman-temannya, "Kalimat yang diucapkan Anwar adik laki-laki Nasima sepulang ziarah ke makam Purnama membuat wajah Sarah berseri. Tak.ada tangis saat iringan saudara dan sahabat mengantarkan Purnama  ke tempat peristirahatan terakhirmya.

Sarah dan ketiga putra-putrinya menepati janji mereka.kepada Purnama.  Surat hibah manfaat rumah kepada Yayasan SKI yang ditandatangani Purmama pada awal 2012 serta wakaf buku tebar ilmu yang diinisiasi Purnama sejak 2016 makin giat dijalankan oleh Sarah dan Nasima di daerah-daerah tertinggal. Sinar Purnama takkan pernah redup ditelan zaman. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun