Mohon tunggu...
Fatmah Afrianty Gobel
Fatmah Afrianty Gobel Mohon Tunggu... profesional -

Seorang pendidik, peneliti, pengajar dan sekaligus ibu dari tiga anak. Mahasiswa Program Pascasarjana Program Studi S3 Ilmu Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Staf Pengajar FKM Universitas Muslim Indonesia (UMI), Makassar. Diluar kampus, tercatat sebagai Pengurus Nahdatul Ulama, Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Sul-Sel dan pendiri Center for Policy Analysis (CEPSIS) Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mewaspadai Rabies di Sekitar Kita

21 Maret 2011   21:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:34 1732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

[caption id="attachment_95875" align="alignright" width="250" caption="Illustrasi"][/caption] Selama bulan Maret 2011, pada beberapa wilayah terjadi kasus-kasuskesakitan dan kematian akibat penyakit rabies. Di Pulau Nias, Sumatera Utara, kasus gigitan anjing gila hingga awal Februari 2011 terdata 1.154 kasus,terdapat dua orang korban kematian akibat rabies di Kota Gunungsitoli dan Nias Utara. Khusus di Kota Gunungsitoli, tahun 2010 lalu pernah ditetapkan kejadian luar biasa (KLB) rabies dan memvaksin seribu orang oleh RSUD Gunungsitoli akibat adanya 27 orang dilaporkan meninggal selama tahun 2010. Salah satu korban tewas akibat rabies pda Maret 2010 adalah Christian Zai Apt (40) Plt Kepala Dinas Kesehatan Nias Utara. Padahal sebelumtahun 2010, Pulau Nias dinyatakan bebas kasus rabies.

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono pernah mengatakan tiga daerah di Indonesia yakni Nias, Bali, dan Maluku Tenggara Barat ditetapkan sebagai status KLB rabies atau anjing gila. Pada tiga daerah itumenunjukkan perkembangan penyakit rabies cukup memprihatinkan. Khususdi Pulau  Nias, kasus rabies terjadi sejak November 2009 yang mengakibatkan 43 orang terkena gigitan hewan penular rabies (GHPR).

Status KLB rabies di Pulau Nias itu mulai diberlakukan pada 10 Februari 2010 sejak Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Nias Utara, Christian Zai digigit anjing dan meninggal dunia pada awal Maret 2010. Sejak itu Disnak Keswan Sumut melakukan sejumlah kebijakan untuk mengatasi penyakit yang berasal dari binatang itu. Kebijakan pertama adalah menurunkan tim dari berbagai instansi untuk mendata anjing yang mungkin mengidap penyakit rabies, memberikan layanan kesehatan terhadap warga, dan mengirimkan vaksin antirabies sebanyak 10 ribu dosis untuk disuntikkan terhadap 10 ribu anjing di Pulau Nias serta melatih tenaga vaksinator untuk menyuntikkan obat antirabies. Kebijakan berikutnya adalah pemusnahan (eliminasi) terhadap 28.243 ekor anjing yang dicurigai mengidap rabies dari sekitar 73 ribu ekor anjing.

Ciri Rabies

Rabies merupakan suatu penyakit hewan menular akut yang disebabkan oleh virus neurotropik dari ss RNA virus; genus Lyssavirus; famili Rhabdoviridae. Virus Rabies termasuk dalam serotipe 1, serotipe 2 (Lagos bat virus), serotipe 3 (Mokola rhabdovirus), dan serotype 4 (Duvenge rhabdovirus). Rabies menyerang sistem syaraf pusat hewan berdarah panas dan manusia. Bersifat zoonosis yaitu dapat menular pada manusia lewat gigitan atau cakaran. atau dapat pula lewat luka yang terkena air liur hewan penderita rabies (Mahendrasari, 2009).

Hewan penular rabies adalah semua hewan yang berdarah panas seperti anjing, kucing, kelelawar, kera, dan karnivora liar. Kasus rabies pada manusia lebih dari 90 persen ditularkan oleh anjing melalui gigitan.Melalui luka gigitan hewan penderita rabies virus menularkan ke hewan lain atau ke manusia. Rabies hanya ditularkan oleh hewan positif rabies melalui gigitan. Masa inkubasi rabies dan gejala klinis tergantung dari daerah gigitan sehingga bervariasi. Masa inkubasi rabies akan semakin pendek, makin dekat ke arah kepala. Masa inkubasi akan tampak 21-80 hari setelah digigit hewan positif rabies.

Gejala klinis rabies terdiri dari 3 (tiga) fase, yakni prodromal, eksitasi, dan paralisis. Pertama, fase prodromal, hewan menjadi soliter, ketakutan atau paranoid, ekor akan melipat ke dalam. Selalu mencari tempat gelap karena photophobia. Kesakitan pada saat menelan terutama air atau hydrophobia. Tidak memberikan respon apabila dipanggil oleh pemilik hewan. Kedua, fase eksitasi, hewan menjadi agresif. Secara tiba-tiba tanpa sebab yang jelas, akan menggigit hewan lain bahkan manusia atau benda apa saja yang bergerak. Menggigit apa saja termasuk kotoran sendiri, kayu, batau atau tempat makan dan minum hewan. Apabila hewan di kandang, maka akan menggigit besi dan kawat di kandangnya, tapi tidak akan ditelan oleh hewan tersebut. Ketiga, fase paralisis akan mengalami hypersalivasi (mengeluarkan ludah berlebihan). Tidak bisa menelan, karena otot di daerah pipi dan tenggorokan mengalami kelumpuhan. Rahang bawah menggantung dan tak bisa digerakkan.Saat memasuki paralisis ini hewan menjadi lethargie (lemas) dan sangat kecil kemungkinan untuk menggigit, sehingga ada beberapa pemilik menyangka bahwa hewan mereka memakan benda asing (sumber: majalah flona).

Terdapat dua kategori ciri-ciri hewan yang terkena rabies yaitu kategori ganas (Furious Rabies) dan tenang (Dumb Rabies). Hewan kategori ganas cirinya justru hewan tersebut menjadi penakut, hewan menjadi tidak ramah, agresif dan tidak lagi menurut pemiliknya. Ciri lainnya adalah hewan tersebut dapat menyerang dan menggigit apa saja yang dijumpai, hewan tersebut juga menyerang yang ada di sekitarnya, ekornya berada di antara dua paha, nafsu makan hewan tersebut hilang, suara menjadi parau, memakan barang atau benda asing seperti batu, kayu, dan sebagainya, sering kejang-kejang disusul dengan kelumpuhan. Hewan itu biasanya mati setelah 4-7 hari timbul gejala atau paling lama 12 hari setelah penggigitan. Sedangkan untuk kategori tenang, hewan itu cirinya suka bersembunyi di tempat yang gelap dan sejuk, kejang-kejang berlangsung sangat singkat dan kadang sering tidak terlihat, mulut terbuka dan air liur keluar terus menerus, tidak dapat mengunyah dan menelan serta tidak ada keinginan menyerang atau mengigit.

Pada manusia yang pernah mendapat gigitan dari hewan penular rabies (anjing, kucing, kera, hewan liar lain seperti srigala, racoon, kelelawar dan ternak seperti sapi) biasanya akan kehilangan rasa nafsu makan, sakit kepala, tidak bisa tidur, demam tinggi, mual atau muntah. Gejala lainnya adalah perasaan takut atau peka terhadap air, suara keras, cahaya dan angin. Air mata dan air liur keluar secara berlebihan, kejang-kejang disusul dengan kelumpuhan. Pada bagian bekas gigitan ada rasa panas atau nyeri. Setelah ada gejala seperti disebut diatas, maka penderita biasanya akan meninggal 4–6 hari kemudian.

Pencegahan dan Penanggulangan

[caption id="attachment_96707" align="alignright" width="392" caption="Illustrasi penyakit anjing gila"][/caption] PenyakitRabies tidak dapat diobati, tetapi hanya dapat dicegah. Karena berbahayanya penyakit rabies, pada tahun 1926 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan tentang rabies pada anjing, kucing, dan kera bernama Hondsdol heid Ordonantie Staatblad No. 452 tahun 1926 dan pelaksanaannya termuat dalam Staatblad No. 452 tahun 1926. Ordonantietersebut mengalami perubahan yang disesuaikan dengan perkembangan yang ada.

Di DKI Jakarta terdapat SK Gubernur No. 3213 tahun 1984 tentang Tatacara Penertiban Hewan Piaraan Anjing, Kucing dan Kera di wilayah DKI Jakarta. Selain itu terdapat Perda DKI Jakarta nomor 1 tahun 2006 tentang Retribusi Daerah yang mengenakan biaya retribusi vaksinasi hewan penular rabies (HPR) sebesar Rp 5.000 per ekor. Kegiatan vaksinasi HPR dilakukan di setiap kecamatan. Jika ada warga yang digigit hewan yang diduga terkena penyakit rabies, pemilik hewan tersebut wajib menanggung seluruh biaya pengobatan korban. Pencegahan penularan penyakit rabies dengan kegiatan vaksinasi HPR (hewan penular rabies). Vaksinasi HPR bertujuan agar seluruh hewan peliharaan milik warga tidak terkena penyakit rabies karena penyembuhannya sangat sulit karena belum ada obat untuk penyakit rabies.

Sementara di Pulau Nias, Sumatera Utara (Sumut), penanggulangan secara jangka panjang dengan membuat ketentuan melalui Peraturan Gubernur Nomor 39 tahun 2010 untuk mengontrol distribusi sejumlah hewan yang diperkirakan dapat menularkan penyakit hewan seperti anjing, kucing dan kera di Pulau Nias. Pulau Nias terdiri 5 (lima) kabupaten/kota yaitu Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Utara, dan Kota Gunung Sitoli. Pemprov Sumut juga mengeluarkan Keputusan Gubernur Nomor 188.44/347/Kpts/2010 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pemberantasan Rabies di Nias. Pemprov Sumut menargetkan tahun 2014 Pulau Nias bebas dari rabies.

Namun apabila ada anggota keluarga terkena gigitan hewan pembawa rabies, pertolongan pertama yang harus dilakukan adalah mencuci daerah luka gigitan dengan air mengalir. Agar protein dari virus yang ada dalam air liur terangkat, maka sebaiknya menggunakan sabun dan dilakukan sambil terus mencuci dengan air mengalir/diguyur selama 5-10 menit. Setelah cukup, luka diberikan antibiotik atau antiseptic seperti betadine, obat merah, alkohol 70%, Yodium tincture atau lainnya. Pada kondisi luka yang sangat parah, diberikan serum anti rabies (SAR) dan vaksin anti tetanus sesuai dosis.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun