Selama mengajar beberapa hari di Kepulauan Sula, saya diinapkan pada rumah seorang kepala sekolah dasar (SD) bernama Ibu Dince di Taliabo. Orangnya sangat ramah dan rela berbagi pengalaman profesinya sebagai seorang guru. Semua fasilitas terbaik diberikan selama menginap dirumah Ibu Dince. Saya dan teman dosen lainnya bahkan diperlakukan istimewa. Dari segudang pengalamannya itu, seandainya saya seorang sineasakan membuatnya dalam sebuah film dokumenter seperti film dokumenter “Suster Apung”. Namun meski saya bukan seorang sineas, bila ada sineas idealis yang membaca tulisan ini semoga mengontak saya untuk dipertemukan dengan Ibu Dince, guru spesialis masyarakat pulau yang sudah berpengalaman mengajar dari pulau ke pulau.
Pengalaman diperlakukan dengan baik oleh tuan rumah selama di Taliabo, Sula berbanding terbalik dengan pengalaman rekan-rekan dosen UMI lainnya yang ditugaskan ke Sula. Beberapa dosen yang sebelumnya dating ke Sula mengeluh, seperti keluhan penginapan yang tidak menyenangkan karena banyak kutu busuknya, air minumnya asin, dan keluhan lainnya. Bahkan rekan dosen itu tidak ingin ditugaskan mengajar lagi di Sula meski dibayar lima-sepuluh juta. Namun berbeda dengan pengalaman yang saya rasakan selama di Sula yang menyenangkan. Mungkin karena niat saya Lillahi Taala datang berbagi ilmu dimudahkan selama menuju dan berada di Taliabo, Sula, Maluku Utara yang berbatasan dengan Provinsi Maluku di selatan.
Pada sebuah Yayasan di Sula, Maluku Utara yang menjalin kerjasama dengan UMI Makassar, saya kebagian mengajar mahasiswa program studi kesehatan masyarakat dari empat program studi yang ada yakni Ekonomi, Agama, dan Pertanian. Sebanyak 15 orang mahasiswa yang mengambil program studi kesehatan masyarakat. Meski tergolong kecil dan jauh terpencil di pelosok pulau, semangat belajar mahasiswa tidak kendor.Saya juga berupaya memotivasi semangat belajarnya dengan berbagai kata-kata bijak.
Meski jauh di pelosok pulau, saluran komunikasi tetap bisa terjalin dengan dunia luar berkat kehadiran Telkomsel. Penyedia saluran milik semi-pemerintah itu adalah satu-satunya saluran komunikasi dengan dunia luar di Kepulauan Sula. Kebetulan saya menggunakan salah satu produk Telkomsel (Kartu Halo) sehingga komunikasi dengan keluarga di Makassar tetap terjalin.
Selain aktifitas mengajar, disela-sela waktu digunakan untuk menjalin silaturahmi informal dengan mahasiswa dan penduduk setempat sembari makan-makan ubi goreng pada Rabu sore (25/02/11). Pada kesempatan lain diundang makan-makan jagung bakar di pinggir sungai.Sungguh pengalaman yang menyenangkan selama di Pulau. (bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H