[caption id="attachment_89812" align="alignright" width="620" caption="illustrasi"][/caption]
Penghargaan kepada daerah yang berhasil dalam penanggulangan Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) dapat mendorong kinerja aparat daerah untuk semakin terpacu untuk berbuat yang terbaik. Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan kegiatan penanggulangan selama Juli hingga Desember 2010 dengan 10 indikator, ada sepuluh daerah yang mendapat penghargaan atas komitmennya dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS. Kesepuluh daerah itu adalah Provinsi Sulawesi Selatan, Kepulauan Riau, Riau,Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Tengah,Yogyakarta, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Timur (Tribun Timur, Selasa, 8/02/2011).
Penghargaan diberikan kepada Komisi Penanggulangan HIV/AIDS (KPA) dan Biro Bina Napza dan HIV/AIDS kepada sepuluh daerah tersebut. Kedua unit kerja organisasi pemerintah daerah itu dinilai aktif memberikan bimbingan, arahan dan petunjuk inovatif tentang langkah dan upaya penanggulangan HIV/AIDS serta sangat peduli terhadap upaya pemberdayaan yang dilakukan pemerintah kabupaten dan kota untuk mendukung program penanggulangan penyakit mematikan ini.
Pemeringkatan Penularan
Pemeringkatan penanggulangan HIV/AIDS relatif baru dalam khasanah manajemen penanggulangan penyakit menular di Indonesia. Selama ini pemeringkatan dilakukan hanya pada jumlah penularan penyakit HIV/AIDS. Peringkat pertama, kedua dan ketiga dalam soal jumlah penularan penyakit HIV/AIDS adalah Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur. Misalnya data di Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Jawa Timur, mulai tahun 1989 hingga 2009 lalu penderita AIDS di daerah ini telah mencapai 2.292 orang, sekitar 680 penderita yang meninggal dunia. Penderita AIDS terbesar didominasi oleh kaum perempuan dan berumur sekitar 25 tahun ke atas serta tersebar pada 20 kota besar di Jawa Timur seperti Surabaya, Malang, Sidoarjo, Kediri dan Madiun.
Dari tahun ke tahun terjadi perubahan peringkat penularan HIV/AIDS pada tingkat provinsi. Pada tahun 2006, posisi pertama dan lima adalah Papua dan Kalbar. Sementara pada tahun 2008, terjadi lagi perubahan peringkat yakni Jawa Timur, Bali dan Kalbar pada peringkat satu, dua dan tiga tingkat epidemi penyebaran virus mematikan tersebut. Demikian pula NTB pada tahun 2008 berada pada peringkat ke 29 kasus HIV/AIDS nasional maka pada tahun 2009 mengalami peningkatan menjadi posisi 21 kasus HIV/AIDS nasional. Pada tahun 2009, data Departemen/Kementerian Kesehatan peringkat pertama dan kedua diduduki Provinsi Papua (133,07 kasus) dan Bali (45,45 kasus) sementara Provinsi DKI Jakarta menempati posisi ketiga denga jumlah 31,67 kasus/100 ribu penduduk. Dari data dan fakta mengindikasikan bahwa Papua bukan lagi sebagai provinsi dengan jumlah tertinggi kasus HIV/AIDS, meski untuk prevalansi per penduduk masih yang tertinggi. Justru di Jawa Barat (Jabar) jumlah kasus penderita HIV/AIDS menduduki peringkat pertama. Jabar mencapai 3.213 kasus, disusul DKI Jakarta 2.810 kasus, Jawa Timur 2.753 kasus, kemudian keempat Papua dengan 2.605 kasus.
Data Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional menunjukan, tahun 1987 jumlah penderita AIDS di Indonesia masih lima kasus. Dalam rentang waktu 10 tahun, hanya bertambah menjadi 44 kasus. Tetapi sejak 2007, kasus AIDS tiba-tiba melonjak menjadi 2.947 kasus dan periode Juni 2009 meningkat hingga delapan kali lipat, menjadi 17.699 kasus. Dari jumlah tersebut, yang meninggal dunia mencapai 3.586 orang. Diperkirakan pada tahun 2014 akan terdapat 501.400 kasus HIV/AIDS dan kini penderita HIV/AIDS sudah terdapat pada 32 provinsi dan 300 kabupaten/kota.
Data global penyebaran HIV/AIDS dunia, sebanyak 50-60 juta orang terinfeksi sejak tahun 2004 hingga Oktober 2008 dan rata-rata 16 ribu orang tertular tiap hari.Dari jumlah tersebut, sebanyak 20 juta penderita adalah para wanita,5 persen di antaranya adalah wanita hamil. Para penderita HIV/AIDS, 80 persen merupakan usia produktif, yakni usia antara 15-39 tahun. Data lainnya, penderita HIV/AIDS tingkat dunia mencapai 30 – 36 juta jiwa dengan estimasi lebih dari 90 persen kasus terjadi di negara – negara dengan pendapatan rendah dan menengah. Setiap lima menit 5 orang di dunia terinfeksi HIV berumur antara 10 – 24 tahun atau 2,5 juta anak – anak umur 15 tahun keatas hidup dengan HIV/AIDS. Anak yatim piatu oleh AIDS sekitar 13,2 juta anak tahun 2006 dan diperkirakan menjadi lebih dari 2 kali bertambah pada tahun 2010. Dari 3 juta orang yang meninggal karena AIDS tahun 2003, kasus meninggal pada anak – anak sekitar 500 ribu orang. Sebanyak 80 persen berada di wilayah Asia dan Afrikatermasuk Indonesia. Berdasarkan data yang ada, epidemi HIV/AIDS di Indonesia berkembang sangat cepat dengan estimasi orang dewasa dan anak – anak yang hidup dengan HIV/AIDS tahun 2007 sebanyak 90 – 130 ribu orang.
Epidemi AIDS saat ini telah menyebar dengan cepat dan sudah melanda hampir di semua pelosok Kabupaten/Kota seluruh wilayah Indonesia. Meski prevalensi penularan HIV/AIDS diantara orang dewasa secara umum masih rendah, namun saat ini sudah mencapai tingkat yang cukup tinggi di kalangan tertentu. Rasio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 3:1. Sedangkan untuk proporsi kasus tercatat tertinggi pada kelompok umur 15-29 tahun yang mencapai 50 persen, umur 30-39 tahun 29 persen dan kelompok umur 40 tahun ke atas sekitar 11 persen.Sementara itu untuk proporsi kasus HIV/AIDS yang terbanyak pada usia 15-29 tahun yang mengimplikasikan telah terjadi transmisi penularan virus HIV dimana kurun waktu 5-10 tahun sebelumnya pada usia sangat produktif dan remaja. Penularan HIV/AIDS secara kumulatif tercatat akibat heteroseksual 48 persen, Homoseksual 3,3 persen.
Pencegahan Penularan
Penggulangan penularan HIV/AIDS ada tiga tahap, yakni melalui promotif, pencegahan dan deteksi dini. Penanggulangan penyebaran orang terinfeksi HIV/AIDSdengan pencegahan deteksi dini, maksudnya mereka yang masih sehat jangan sampai tertular virus HIV. Sementara mereka yang sudah tertular HIV jangan sampai jatuh ke stadium AIDS, demikian pula mereka yang sudah mengidap AIDS diupayakan agar jumlah yang meninggal bisa dikurangi. Langkah penanggulangan penularan HIV/AIDS lainnya dalam upaya pengurangan risiko dengan cara mengurangi dampak buruk penggunaan jarum suntik maupun penggunaan narkoba suntik. Deteksi dini dilakukan dengan penyiapan klinik-klinik mandiri atau didalam lingkungan puskesmas karena penyebaran HIV/AIDS itu layaknya fenomena gunung es yang terus menggelinding dan terus membesar.
HIV adalah virus yang menyebabkan penyakit AIDS. HIV menyerang sistem kekebalan tubuh dan merusak bagian dari sistem itu, yaitu jenis sel darah putih yang disebut T lymphocyte atau T cell atau dalam bahasa Indonesia, sel limfosit T.Banyak penderita yang terdeteksi pada kondisi sudah menderita AIDS, sehingga diperlukan deteksi dini. Hal ini bisa dilihat dari data penderita HIV/AIDS di Indonesia hingga akhir Maret 2009 terdeteksi sebanyak 6.668 orang dinyatakan positif tertular HIV. Anehnya, justru sebanyak 16.964 orang dinyatakan menderita AIDS. Pengidap HIV bisa disembuhkan dan hidup normal kembali, apabila melakukan gaya hidup sehat dan teratur. Faktor lingkungan juga sangat mempengaruhi kesembuhan penderita HIV, yakni tidak diperlakukan semena – mena di masyarakat.
Karena itu diperlukan sinergi antara pemerintah baik tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan keluharan. Komisi Penanggulangan HIV/AIDS (KPA) pusat hingga daerah, swasta, masyarakat/Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam penanggulangan virus HIV/AIDS.Peran serta dari masyarakat yang dimulai dari rumah tangga dan keluarga, masyarakat umum dan LSM atau organisasi non pemerintah.
Untuk program pencegahan HIV/AIDS, sejumlah kegiatan perlu disusun secara komprehensif dengan berfokus pada promotif-preventif penularan HIV/AIDS, fasilitasi dan pengintegrasian, penciptaan lingkungan yang kondusif, surveillance Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV/AIDS, riset atau penelitian selain pendekatan kuratif seperti perawatan, pengobatan, dan dukungan terhadap ODHA, dan kesinambungan penanggulangan. Serangkaian kegiatan penanggulangan HIV/AIDS itu bertujuan untuk memutus mata rantai penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual berisiko, Napza suntik, darah dan cairan tubuh lain dan pendidikan publik tentang IMS dan HIV/AIDS.
Dengan adanya pemeringkatan penanggulangan HIV/AIDS, pemerintah daerah dan stakeholder akan berlomba-lomba meningkatkan kinerjanya dalam pencegahan penularan HIV/AIDS. Pencegahan ini sangat terkait dengan paradigma kesehatan masyarakat yang mendekati masalah penyakit menular seksual dengan promotif-preventif. Apalagi, pengurangan kasus HIV/AIDS merupakan salah satu target Millennium Development Goals (MDGs).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H