[caption id="attachment_152211" align="alignleft" width="140" caption="Illustrasi"][/caption]
Meninggalnya Ibu Hasri Ainun Habibie menyisakan diskusi tentang donor mata untuk keperluan transplantasi mata. Dalam hidupnya, Ibu Ainun dikenal sebagai pejuang donor mata bagi para tunanetra melalui pendirian yayasan bank mata. Bukan hanya pendirian bank mata, Ibu Hasri pun memperjuangkan secara legal berdasarkan agama yang dianut kebanyakan penduduk Indonesia berupa fatwa dari majelis ulama.
Donor mata dilakukan pada para tunanetra yang menderita kebutaan baik akibat kecelakaan maupun kebutaan akibat penyakit dan kebutaan sejak lahir. Mekanismenya melalui metode transplantasi/pencangkokan. Kriteria penderita kebutaan mata yang dapat dicangkok adalah cornea blindness yakni suatu kebutaan yang terjadi akibat kornea tidak jernih sehingga cahaya tidak bisa masuk.
Sejarah Transplantasi
Merujuk pada Dr. Setiawan Budi Utomo (Eramuslim.com), berdasarkan manuskrip yang ditemukan di Mesir, eksperimen transplantasi jaringan pertama kali dilakukan sekitar 2000 tahun sebelum diutusnya Nabi Isa AS. di Mesir. Sedangkan di India, beberapa puluh tahun sebelum lahirnya Nabi Isa AS., seorang ahli bedah bangsa Hindu telah berhasil memperbaiki hidung seorang narapidana akibat siksaan dalam penjara dengan cara mentranplantasikan sebagian kulit dan jaringan lemah yang diambil dari lengannya.
Pada tahun 1597M, Gaspare Tagliacosi, seorang ahli bedah Italia, mencoba memperbaiki cacat hidung seseorang dengan menggunakan kulit milik kawannya atas inspirasi dari Mesir dan India pada zaman kuno. Beberapa abad berikutnya, tepatnya pada tahun 1897, John Murphy berhasil menyambung pembuluh darah pada binatang percobaan dengan memakan waktu percobaan cukup lama sekitar satu setengah abad.
Percobaan John Murphy membuka pintu baru eksperimen pengcangkokan organ manusia kepada manusia lainnya. Pada tahun 1954M, Dr. J.E. Murray berhasil mentransplantasikan ginjal kepada seorang anak yang berasal dari saudara kembarnya yang membawa perkembangan pesat dan lebih maju dalam bidang transplantasi.
Dalam buku Kamus Kedokteran dan Kesehatan (1993:327) karangan Dr. Robert Woworuntu,transplantasi berarti pencangkokan. Transplantasi berasal dari transplantation berarti penanaman jaringan yang diambil dari tubuh yang sama atau dari individu lain. Adapun transplant mengandung duaarti : pertama, mentransfer jaringan dari satu bagian ke bagian lain; Kedua, organ atau jaringan yang diambil dari badan untuk ditanam ke daerah lain pada badan yang sama atau ke individu lain.
Jadi, menurut terminologi kedokteran "transplantasi" berarti; "suatu proses pemindahan atau pencangkokan jaringan atau organ tubuh dari suatu atau seorang individu ke tempat yang lain pada individu itu atau ke tubuh individu lain". Dalam dunia kedokteran jaringan atau organ tubuh yang dipindah disebut graft atau transplant; pemberi transplant disebut donor; penerima transplant disebut kost atau resipien.
Transplantasi termasuk inovasi alternatif dalam dunia bedah kedokteran modern, meski telah dilakukan beberapa abad sebelumnya secara sederhana. Perkembangan dunia bedahbeberapa dekade terakhir, kajian dan studi mengenai transplantasi meramaikan perkembangan ilmu kedokteran karena merupakan tantangan medis tersendiri. Di Indonesia, topic tentang transplantasi pernah diangkat dalam sebuah seminar yang diselenggarakan oleh FOKKI (Forum Kajian Kedokteran Islam Indonesia), FIMA (Federation of Islamic Medical Association) dan MUI di Universitas Yarsi pada tanggal 29-30 Juli 1996 dengan tema "Organ Transplantation and Health Care Management From Islamic Perspective". Hal ini menandakan terjadinya pengembangan dialektika hukum syariah Islam dan kode etik terhadap aplikasi terapan dan teknologi praktek transplantasi.
Yayasan Ginjal Nasional juga pernah menggelar Simposium Nasional mengenai masalah "Transplantasi Organ" pada tangal 8 September 1995 di arena PRJ Kemayoran, Jakarta. Symposium ini cukup bersejarah karena ditandatangani sebuah persetujuan dari wakil-wakil organisasi Islam seperti MUI, PB NU dan PP Muhammadiyah dan wakil-wakil lain dari berbagai kelompok agama di Indonesia perihal dibolehkannya transplantasi organ.
Era Islam
Merujuk ke portal Eramuslim.com, ketika muncul Islam pada abad ke-7 Masehi, ilmu bedah sudah dikenal berbagai wilayah di dunia seperti dinegara-negara maju ketika itu yakni Persia dan Romawi. Pada masa Rasulullah Muhammad SAW, sudah dikenal beberapa dokter ahli bedah seperti al Harth bin Kildah dan Abu Ramtah Rafa'ah. Seorang lainnya ahli bedah perempuan bernama Rafidah al Aslamiyah. Kehadiran dokter ahli bedah di masa Rasulullah sangat membantu misi Islam yang memperhatikan masalah kesehatan masyarakat. Sebagaimana Sabda Rasulullah Saw., "Berobatlah wahai hamba Allah! karena sesungguhnya Allah tidak menciptakan penyakit melainkan Ia telah menciptakan pula obatnya, kecuali satu penyakit, yaitu tua." (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi).
Masalah kesehatan masyarakat dalam Islam adalah fardhu kifayah (kewajiban kolektif) sehingga kehadiran ahli-ahli bedah Islam sangat didukung eksistensinya. Islam memandang ilmu kesehatan dan kedokteran sebagai ilmu yang sangat mulia. Imam Syafi'i berkata: "Aku tidak tahu suatu ilmu setelah masalah halal dan haram (Fiqih/syariah) yang lebih mulia dari ilmu kedokteran." (Al-Baghdadi, Atthib minal kitab was sunnah hal :187).
Dalam sejarah masyarakat Islam utamanya masa Rasulullah, operasi plastik menggunakan organ buatan sudah dikenal.Sebagaimana yang diriwayatkan Imam Abu Daud dan Tirmidzi dari Abdurrahman bin Tharfah (Sunan Abu Dawud, hadits. no.4232) "bahwa kakeknya 'Arfajah bin As'ad pernah terpotong hidungnya pada perang Kulab, lalu ia memasang hidung (palsu) dari logam perak, namun hidung tersebut mulai membau (membusuk), maka Rasulullah SAW. menyuruhnya untuk memasang hidung (palsu) dari logam emas". Imam Ibnu Sa'ad dalam Thabaqatnya (III/58) juga telah meriwayatkan dari Waqid bin Abi Yaser bahwa 'Utsman (bin 'Affan) pernah memasang mahkota gigi dari emas, supaya giginya lebih kuat (tahan lama).
Pada era kini, prinsip syariah secara global mengakomodasi transplantasi organ mengingat transplantasi organ merupakan suatu tuntutan, kebutuhan dan alternatif medis modern tidak ada perselisihan dalam hal bolehnya transplantasi organ ataupun jaringan. Beberapa ulama terkenal Indonesia seperti Quraisy Syihab membolehkan transplantasi organ dengan prinsip“maslahat orang yang hidup lebih didahulukan." Demikian juga denganKH Ali Yafie dengan bahasa yang berbeda menguatkan kebolehan transplantasi organ dengan merujuk pada kaidah ushul fiqh, "hurmatul hayyi a'dhamu min hurmatil mayyiti" (kehormatan orang hidup lebih besar keharusan pemeliharaannya daripada yang mati).
Dalam perspektif global, khususnya di negeri Muslim, membolehkan praktek transplantasi organ dengan ketentuan kondisinya darurat dan tidak boleh diperjualbelikan. Konferensi OKI di Malaysia pada April 1969 telah memberikan fatwa membolehkan, demikian pula Lembaga Fikih Islam dari Liga Dunia Islam padaJanuari 1985 di Mekah. Sedangkan untuk level negara, Majelis Ulama Arab Saudi telah membolehkan dengan SK No. 99 tertanggal 6/11/1402H dan Kerajaan Yordania melalui Panita Tetap Fatwa Ulama. Demikian pula negara Kuwait (menurut SK Dirjen Fatwa Dept. Wakaf dan Urusan Islam no.97 tahun 1405 H. ), Mesir. (SK. Panitia Tetap Fatwa Al-Azhar no. 491), dan Al-Jazair (SK Panitia Tetap Fatwa Lembaga Tinggi Islam Aljazair, 20/4/1972).
Disamping itu banyak fatwa ulama bertaraf internasional yang membolehkan praktek tersebut diantaranya: Abdurrahman bin Sa'di ( 1307-1367H.), Ibrahim Alyakubi ( dalam bukunya Syifa Alqobarih), Jadal Haq (Mufti Mesir dalam majalah Al-Azhar vol. 7 edisi Romadhon 1403), DR. Yusuf Qordhowi (Fatawa Mu'ashiroh II/530 ), DR. Ahmad Syarofuddin ( hal. 128 ), DR. Rouf Syalabi (harian Syarq Ausath, edisi 3725, Rabu 8/2/1989 ), DR. Abd. Jalil Syalabi (harian Syarq Ausath edisi 3725, 8/2/1989M.), DR. Mahmud As-Sarthowi (Zar'ul A'dho, Yordania), DR. Hasyim Jamil (majalah Risalah Islamiyah, edisi 212 hal. 69).
Pada umumnya, syarat diperbolehkannya transplantasi organterdiri atas: harus dengan persetujuan orang tua mayit / walinya atau wasiat mayit, hanya bila dirasa benar-benar memerlukan dan darurat, Bila tidak darurat dan keperluannya tidak urgen atau mendesak, maka harus memberikan imbalan pantas kepada ahli waris donatur (tanpa transaksi dan kontrak jual-beli).
Dengan demikian, pengcangkokan mata dan keberadaan donor mata diperbolehkan dalam perspektif kesehatan Islam. Dedikasi Ibu Hasri Ainun Habibie untuk membentuk Bank Mata dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat untuk merelakan organ matanya untuk didermakan kepada yang membutuhkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H