Mohon tunggu...
Yanti Setyamihardja
Yanti Setyamihardja Mohon Tunggu... d'bc-network by oriflame indonesia -

simply a housewife..

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Zahro Express

3 Januari 2017   09:32 Diperbarui: 3 Januari 2017   09:45 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hari minggu itu, tanggal 1 Januari 2017, saya dan keluarga berniat berlibur ke Pulau Tidung. Saya, ibu saya (72th), kakak (47th), keponakan (21th & 20th), anak-anak saya (8th & 4th) dan seorang sahabat saya F (33), kami berangkat dari Bandung jam 1 malam, tiba di pelabuhan Muara Angke jam 4 pagi. Setibanya disana, kami menunggu tour leader (travel) membeli tiket untuk naik kapal. Ketika anak saya bertanya kapal mana yang akan kami naiki, saya menunjuk kapal bertulisan DISHUB karena memang yang saya pikir kami akan naik kapal sejenis itu. 

Setelah kami membeli tiket masuk, kami diantar menuju salah satu kapal, Zahro Express. Awalnya saya kaget, karena kapalnya ternyata bukan seperti yang saya kira. Si bungsu sayapun sempat menolak naik dengan alasan takut saya tenggelam. Mungkin dia sudah ada firasat, entahlah..

Setelah berada di atas kapal, kami sempat berfoto-foto. Setelah itu, kami tidur di kapal karena semalaman tidak tidur di perjalanan. Sempat terbangun beberapa kali ada penumpang yang baru naik, begitu pun ketika kapal mulai jalan. Saya sesekali terbangun untuk mengecek si sulung saya yang juga tertidur di samping saya.

Tiba-tiba terdengar teriakan ada orang jatuh dan tidak lama ada teriakan ada asap dari bawah kapal, teriakan itu datangnya dari penumpang di dek belakang. Mereka berebutan masuk ke dalam untung mengambil pelampung, si sulung saya menjerit ketakutan. Kami pun langsung ikut keluar tanpa pelampung. Setelah berada di dek belakang, semua sudah pakai pelampung, kecuali saya & si bungsu saya. Semua yang sudah pakai pelampung sudah terjun ke laut termasuk ibu, kakak, si sulung & kedua keponakan. Kami pun terpisah.. Saya belum berani terjun karena sambil menggendong bungsu saya dan agak susah mengambil pelampung karena semua orang panik. Beruntung, sahabat saya berhasil mengambilkan pelampung yang terkumpul dan dibagikan di bagian depan dek kapal. Setelah saya memakai pelampung, saya turun dulu ke dinding kapal sambil berpegangan pada besi pagarnya agar pada saat terjun, jaraknya tidak terlalu jauh dari kapal ke air. Namun, ketika berada di sisi kapal, terasa panas api di belakang kepala saya, saya pun langsung terjun ke laut sambil menggendong bungsu saya. Saya berusaha tenang selama di air, alhamdulillah, selama terapung di laut, bungsu saya sama skali tidak panik ataupun histeris seperti anak lainnya. Tidak lama sahabat saya pun menyusul terjun. Seperti dalam keadaan wajar & bukan berada di air, kami (saya & bungsu) sibuk ngobrol berdua (hahaha..dia memang kocak & hebat!)  sambil mata saya memerhatikan ada yang bisa menolong kami atau tidak.   Alhamdulillah, tidak terlalu lama berada di air, datang perahu nelayan menyelamatkan kami,  saya yang pertama kali mereka angkat dari air. Tidak lama sahabat sayapun naik perahu. Sedetik kemudian agak jauh, ada orang sekeluarga sambil berpegangan tangan mengapung di laut. Alhamdulillah terselamatkan. Sedih rasanya melihat sang ibu menggendong anaknya yang berumur sekitar 2-3th dan sang ayah menggendong anaknya yang masih  bayi, yang ketika hendak saya ambil, lehernya si bayi ternyata belum bisa tegak. Sempat bingung bagaimana cara mengangkatnya, tapi akhirnya saya paksakan untuk tetap mengangkat sang bayi, yang begitu diangkat saya langsung serahkan kepada F. Tidak lama, F panik sambil menunjuk si bayi dan sayapun segera ambil si bayi, saya taruh di pundak seraya saya tepuk keras punggungnya supaya air yg di dalam paru-parunya keluar. Alhamdulillah, begitu terdengar suara si bayi, saya lega. 

Beberapa menit kemudian, datang kapal pengangkut sampah menghampiri & segera menyuruh kami untuk pindah kesana, karena daya tampung mereka lebih besar. Kamipun naik kesana. Banyak yang berpelukan, ayah si bayi masih histeris menangisi anaknya yang terlepas dari pegangannya, juga ada seorang bapak yang menangis seraya memanggil-manggil istrinya yang katanya masih berada di dalam kapal Zahro, tidak sempat dia tarik keluar. Speechless, dalam hati saya hanya mendoakan yang terbaik buat semuanya.

Baru beberapa menit kami duduk, datang kapal patroli yang akhirnya membawa kami ke dermaga. 

Lega, ketika hendak merapat di dermaga, saya melihat ibu, kakak & keponakan-keponakan saya berada di dalam kapal patroli lainnya yang baru merapat juga di dermaga. Alhamdulillah, alhamdulillah Yaa Allah..

Dari dermaga, kami diarahkan menuju posko penanggulangan, di dalam pelabuhan. Jurnalis mulai berdatangan. Para penduduk setempat membagikan pakaian kering, bahkan ada seorang bapak yang berkali-kali datang & menawarkan gorengan, nasi bungkus, pisang, potongan buah semangka kepada kami, para korban. Terharu kami melihat beliau, tanpa meminta bayaran, beliau begitu tulus menawarkan semua makanan kepada kami.  Semoga Allah membalas kebaikannya & mereka selalu dilindungiNya. Aamiin..

Selesai diperiksa dan didata oleh petugas, kami iijinkan pulang. Karena kondisi saya yang masih agak lemas dan kaget, saya menghampiri 3 orang jurnalis. 2 orang jurnalis MetroTV & seorang jurnalis dari Detik.com. Saya bermaksud pinjam hpnya untuk mengontak teman saya via Facebook karena HP saya hilang di laut,HP semua korbanpun basah terendam air laut. IH, jurnalis dari Detik.com menolak meminjamkan Hpnya &  menyuruh saya untuk mencari dan menggunakan HP orang-orang posko yang sedang sibuk. Sementara 2 jurnalis Metro, seorang wanita & kameraman, hanya melihat saya dengan pandangan aneh. Kecewa, bukan karena tidak dipinjamkan HP. Tetapi karena mereka ternyata jurnalis yang tidak punya rasa empati atau kemanusiaan sedikitpun. Bahwa ternyata, kami, para korban hanya sekedar komoditas berita.  Kesal, saya pun berbalik kembali duduk di kursi tunggu. IH masih sempat melihat saya duduk sambil nyengir, bagi saya, cengiran itu terasa seperti ledekan. Lebay mungkin, tapi dalam kondisi terkena musibah parah seperti ini, rasanya sangat manusiawi bagi siapapun buat sedikit lebay. 

Akhirnya saya bisa menulis pesan di FB teman saya (SR) dengan meminjam HP kerabat si tour leader, ia pun membantu menginformasikan kabar tentang saya di FB. 

Sekitar jam 12 siang, setelah Dhuhur, saya dan keluarga memutuskan untuk langsung pulang ke Bandung. Kami menggunakan 2 mobil. Di mobil saya hanya berdua dengan sahabat saya. Keluarga saya menggunakan mobil yang satunya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun