Tibet merupakan daerah otonom yang berada di wilayah negara China. Bagi pengunjung yang memiliki visa China, tidak dapat secara langsung masuk ke Tibet tanpa ada Tibet Travel Permit (TTP). TTP ini hanya bisa diperoleh melalui travel agent lokal di Tibet.
Tibet sering disebut sebagai roof of the world (atap dunia) karena letaknya yang berada di ketinggian. Lhasa merupakan ibu kota Tibet dengan ketinggian sekitar 3.658 mdpl, kota-kota lain di Tibet berada di ketinggian di atas 3.700 m.
Bayangan saya, kota-kota di Tibet itu masih sepi dan tradisional, kurang lebih tidak beda jauh dari kondisi seperti di film "Seven Years in Tibet" (1997). Namun gambaran tentang Tibet langsung berubah sesampainya di sana.Â
Kondisi jalan dari bandara menuju ke Lhasa mulus. Beberapa kali jalan melewati terowongan yang menembus gunung batu. Memasuki kota Lhasa, terasa modernisasi sudah mulai mempengaruhi Lhasa. Bangunan-bangunan baru berupa mal, hotel, apartemen serta berbagai dealer mobil mewah.Â
Lhasa sama sekali bukan kota yang sepi. Memang masih banyak dijumpai para peziarah berjalan mengelilingi kota serta bangunan-bangunan biara yang usianya sudah ratusan tahun.
Hari-hari pertama di Lhasa, efek udara tipis di daerah ketinggian membuat saya mual dan bernafas pendek. Jalan kaki dari pintu lift hotel menuju kamar yang hanya sekitar 100 m, rasanya seperti berjalan 1 km. Apalagi ketika mengunjungi biara-biara yang memiliki banyak tangga dan harus berjalan cukup jauh. Untuk menghindari efek ketinggian semakin memburuk, saya banyak minum air putih serta minum obat sebagai pencegahan.
Selama 3 hari pertama, kami hanya mengunjungi beberapa lokasi yang berada di dalam kota Lhasa. Efek udara tipis di ketinggian biasanya berbeda bagi tiap orang sehingga perlu untuk penyesuaian.Â
Sesuai jadwal tur, pada hari ke-4 kami akan menunju kota Shigatse yang merupakan kota terbesar kedua di Tibet setelah Lhasa. Shigatse berada di ketinggian 3.900 m dan berjarak sekitar 350 km dari Lhasa. Meskipun jaraknya cukup jauh, namun di sepanjang perjalanan pemandangan sangat indah. Di kota Shigatse kami menginap 1 malam kemudian melanjutkan perjalanan ke Everest Base Camp (EBC).
Perjalanan menuju EBC merupakan perjalanan paling berat karena daerahnya semakin tinggi dan harus melalui jalan zig zag, mengelilingi bukit. Jalur zig zag ini merupakan bagian dari Friendship Highway yang menghubungkan China-Nepal sepanjang 800 km. Jalan ini baru dibuka pada tahun 2016. Dalam perjalanan ada beberapa puncak yang dilalui: Simila Mountain Pass (4.353 m), Gawu la Pass (5.189 m), Gyatso la pass (5.220 m), sampai akhirnya kami tiba di EBC (5.200 m).
Meskipun sudah memasuki area TN Everest, puncak Everest masih juga belum terlihat. Dari tempat parkir mobil, kami harus melanjutkan perjalanan menggunakan bis listrik yang telah disediakan. Pengelola menyediakan bus yang ramah lingkungan untuk mengurangi polusi di area taman nasional.Â