Mohon tunggu...
Yani Nur Syamsu
Yani Nur Syamsu Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Biografometrik Nusantara

Main ketoprak adalah salah satu cita-cita saya yang belum kesampaian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Di Balik Penangkapan Ketua PT Manado: "Kekurangan" yang Berbanding Lurus dengan "Kepemilikan"

10 Oktober 2017   14:47 Diperbarui: 10 Oktober 2017   14:54 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua PT Manado, Sudiwardono, digelandang KPK (Sumber Kompas Nasional)

Tidak ada yang tahu apa yang terlintas dibenak Sudiwardono ketika Ketua Pengadilan Tinggi Manado itu menerima "penawaran" senilai 100.000 dolar Singapura  dari Aditya Moha, anggota fraksi Golkar DPR RI yang berhasrat "menyelamatkan nama" Mona Siahaan, ibunya yang tengah menghadapi masalah hukum di "wilayah kekuasaan" Sudiwardono. Bisa jadi, yang terbersit dibenak Sudiwardono adalah bahwa satu milyar rupiah adalah "harga yang pantas" untuk seorang Ketua PT. 

Yang pasti benar adalah dengan take home pay "resmi" sebesar 50 Juta Rupiah plusberbagai macam fasilitas plus plus ditambah income income lainnya baik yang legal,semi legal dan illegal, Sudiwardono tentu sudah memiliki harta kekayaan yang "sangat memadai". Dengan satu kali "tepukan" sebesar 1 milyar rupiah, hampir bisa dipastikan rekening hakim tinggi dengan masa kerja puluhan tahun itu berangka sekian kali1 milyar rupiah. Kepastian lainnya adalah  bahwa beliau masih merasa serba kekurangan, jika sudah merasa cukup jelas dia tidak mau menerima commitment fee dari Aditya itu.

Rasa kurang ini pulalah yang kemungkinan besar telah membuatnya abai dengan maklumat Ketua Mahkamah Agung  Nomor 01/Maklumat/IX/2017 yang baru saja diterbitkan. Maklumat itu  berbunyi: Mahkamah Agung akan memberhentikan Pimpinan Mahkamah Agung atau Pimpinan Badan Peradilan di bawahnya secara berjenjang dari jabatannya selaku atasan langsung apabila ditemukan bukti bahwa proses pengawasan dan pembinaan tersebut tidak dilaksanakan secara berkala dan berkesinambungan.

Seseorang yang sudah mempunyai mobil seharga 100 juta rupiah biasanya menginginkan mobil baru seharga  200 juta rupiah, jadi kekurangannya sebesar 100 juta rupiah. Temannya yang lebih kaya memiliki mobil seharga 400 juta rupiah, tentu menginginkan mobil baru seharga paling tidak 800 juta rupiah, kekurangannya 400 juta rupiah, jadi empat kali lipat jumlah kekurangan dari orang pertama. 

 Jika jumlah kekurangan adalah "delta H", jumlah harta yang diinginkan adalah Hi dan jumlah harta yang dimiliki saat ini adalah Ht, maka berlaku rumus "delta H = Hi -- Ht" dimana delta H selalu berbanding lurus dengan Ht, atau dengan kata lain semakin besar harta yang dimiliki oleh seseorang maka semakin besar juga "kekurangan" yang dirasakannya.

Rumus itu, menurut hemat saya berlaku untuk semua orang yang masih hidup. Belasan  abad lampau nabi Muhammad SAW telah bersabda "Seandainya anak Adam diberi satu lembah yang penuh emas niscaya dia ingin lembah yang kedua, dan jika diberikan kepadanya dua lembah yang berisi emas niscaya dia akan mencari lembah yang ketiga. Tidak akan puas perut anak adam kecuali disumbat dengan tanah dan ALLAH mau menerima taubat orang yang mau bertaubat." (HR. Bukhari). Dengan demikian, selalu merasa kekurangan adalah sifat dasar (semua)  manusia.

 Apakah itu salah ?! Sama sekali tidak. Orang hidup bahkan harus terus merasa kurang, dengan adanya perasaan kurang akan membuatnya berusaha keras untuk mengembangkan dirinya sedemikian rupa sehingga harta/kemampuan/ketrampilan/kekuasaan/pengaruh yang dimiliki terus bertambah.   

Dalam hal merasa kurang semua manusia hidup adalah sama, yang membedakan adalah bagaimana upaya mereka untuk menambal semua kekurangan itu. Berdasarkan usaha yang dilakukan untuk memenuhi kekurangan atau keinginannya, manusia dibedakan dalam dua golongan besar yaitu golongan yang menghalalkan segala cara dan golongan yang hanya mau menggunakan cara yang halal. Mana yang lebih besar jumlah "anggotanya" ?!

Melihat kecenderungan  saat ini, sepertinya golongan pertama memiliki jamaah yang lebih besar. Paling tidak karena golongan menghalalkan segala cara ini terbagi lagi dalam dua kelompok. Yakni kelompok yang memiliki kekuatan, kekuasaan dan kesempatan untuk merealisasikan niatnya (Jadi jika nanti pak hakim tinggi Sudiwardono diputuskan bersalah di pengadilan, maka beliau bersama "korban-korban" KPK lainnya adalah anggota dari kelompok ini). 

Kelompok berikutnya adalah manusia manusia yang mempunyai niat untuk memenuhi keinginannya dengan menghalalkan segala cara tetapi tidak memiliki sarana prasarana dan fasilitas untuk melaksanakan niatnya. Hemat penulis mayoritas Golongan pertama diisi oleh kelompok "minim sarana prasarana" ini. Kita menyaksikan betapa banyak koruptor-koruptor yang dulunya "dikenal" sebagai aktifis dan akademisi yang idealis. Kemudian tersedianya sarana prasarana dan "kekuasaan" ternyata malah membuat mereka tergelincir. Jadi "kekurangan sarana prasarana" adalah sangat patut untuk disyukuri, karena jika  memiliki itu, sangat boleh jadi kita juga bakal terperosok.

Allahua'lambisshowwab.......

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun