Melihat perkembangan penanganan banjir di DKI Jakarta yang dilaksanakan hingga hari ini terlihat suatu peristiwa yang menarik. Menariknya adalah saat terjadi perdebatan di media antara Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono dengan Gubernur, Anies Baswedan. Basuki, mengatakan bahwa banjir terjadi karena pelaksanaan normalisasi kali Ciliwung yang belum selesai dan tidak dikerjakan oleh, Anies Baswedan. Namun, Anies sebaliknya mengatakan bahwa normalisasi tidak akan efektif, jika pengendalian air dari hulu yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, yakni Kementerian PUPR pembangunan waduknya masih belum selesai. Sekilas terlihat bahwa kedua pejabat tersebut tidak ingin disalahkan dan ingin menunjukkan dihadapan publik bahwa mereka telah bekerja.
Beberapa hari kemudian, Anies mengatakan di mass media bahwa "tidak ingin bersilang pendapat mengenai apa yang menyebabkan banjir. Anies memilih untuk fokus menangani banjir hingga warga DKI bisa beraktivitas seperti sedia kala". Pada titik ini, penulis sangat setuju dan sependapat dengan Bapak Gubernur, karena Bapak berbicara pas, pada tempat dan waktu yang tepat.
Menghadapi situasi saat ini, memang lebih baik Pak Anies fokus menangani warga yang terdampak banjir dan tidak reaktif. Jika Bapak terlihat reaktif, maka akan menambah miris hati para warga DKI yang telah menjadi korban banjir. Anies Baswedan perlu memiliki kerangka kerja jangka pendek untuk memobilisasi aparat pemda menolong warga dan mengembalikan situasi Jakarta kembali normal. Masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dilakukan oleh Pak Anies bersama team pasca banjir seperti memberikan bantuan makanan, layanan kesehatan, menyediakan tempat penampungan sementara yang layak, membersihkan sisa sampah dan lain-lain.
Namun yang terjadi malah sebaliknya, hari ini sabtu tanggal 04 Januari 2020, salah satu anggota team TGUPP yaitu pakar hidrodinamika Bapak menjelaskan tentang teori "tangkap hujan" yang merupakan bagian konsep naturalisasi. news.detik Â
Apakah karena banjir di DKI Jakarta sudah mulai surut sehingga Pak Anies melalui team TGUPP sudah siap untuk berdebat mengenai banjir?
Anehnya dalam perdebatan team Bapak tersebut meminta agar naturalisasi dilakukan mulai dari hulu yaitu daerah Bogor. Masing-masing warga di daerah Bogor diminta untuk menyediakan pekarangan rumahnya, berupa tanah kosong bila perlu ditanam pohon sehingga berfungsi sebagai sumur resapan. Seharusnya team TGUPP Pak Anies malu, karena meminta wilayah lain melakukan lebih dahulu padahal wilayah sendiri belum melakukan. Sama saja dengan meminta orang lain melakukan, tetapi yang memberikan saran tidak bisa dijadikan percontohan mengenai keberhasilan programnya. Sudah tidak menjadi rahasia lagi, hingga hari ini belum terlihat team teknis yang datang ke rumah-rumah warga untuk melakukan edukasi dan melaksanakan program ini. Belum terlambat, jika diperlukan Bapak Gubernur Anies bisa turun langsung ke rumah warga (blusukan) memberikan penjelasan mengenai arti penting dan kegunaan dari sumur resapan tersebut.Â
Mohon maaf sebelumnya, pada sesi ini benar jika mengingat pepatah orang tua zaman dahulu yang mengatakan bahwa "tong kosong itu nyaring bunyinya", atau "lempar batu sembunyi tangan". Penulis yakin dan berharap agar Bapak Gubernur bersama team tidak termasuk dalam kategori pepatah tersebut.Â
Pada saat memenangkan pilkada tahun 2017 dimana program sumur resapan menjadi salah satu tema kampanye. Â Selayaknya Bapak Gubernur Anies, pada tahun pertama pemerintahan sudah menginstruksikan segenap jajaran hingga ke RW dan RT untuk membuat sumur resapan. Sepatutnya Bapak Gubernur dan team TGUPP sudah menjelaskan dan meyakinkan warga DKI agar menyediakan lahan di pekarangan rumahnya dengan membuat lubang berpori supaya memudahkan air masuk dan meresap ke tanah. Seharusnya dua tahun lalu Pemerintah DKI sudah melakukan pembongkaran beton-beton di halaman kantor-kantor maupun rumah warga. Â Meminta kerelaan dan sosialisasi secara masif program menanam pohon pada pekarangan atau lahan tanah mereka. Kurang elok jika hari ini mengeluh karena tidak memiliki wewenang untuk melaksanakan program "tangkap hujan" atau "sumur resapan" di wilayah Bogor. Memang senyatanya, itu bukan wewenang dari Pemda DKI dan kurang etis jika itu dijadikan sebagai suatu cara untuk melepaskan diri dari tanggung jawab. Apalagi itu dipakai sebagai suatu sarana untuk menyalahkan pemerintah pusat yakni Presiden yang tidak melaksanakan program tangkap hujan di wilayah Bogor. Sekali lagi, mohon maaf Pak, jika hanya retorika yang diucapkan tanpa pelaksanaan nyata, maka program akan menjadi cita-cita belaka.
Jika ingin disadari, sebenarnya rakyat korban banjir sudah jenuh mengenai debat atau teori apapun itu namanya. Yang diperlukan oleh warga DKI adalah hidup aman dan tentram tanpa ada resiko terkena banjir lagi. Masyarakat DKI Jakarta juga tidak merasakan arti pentingnya untuk mengetahui apa itu konsep normalisasi atau naturalisasi. Warga hanya menginginkan supaya rumahnya aman dan bebas dari banjir karena sudah ada kerja dari pemerintah, baik itu pusat maupun daerah. Alangkah baiknya Pak Anies dan team TGUPP nya mengurangi teori serta berbicara banyak di media. Lebih baik Bapak dan team TGUPP Â mengambil jalan sunyi yaitu kerja, kerja dan kerja. Biarkan rakyat yang menilai hasil karya dan kerja dari Bapak Anies bersama team TGUPP. Warga DKI juga sudah cerdas dan bisa membedakan siapa yang bekerja serta siapa yang hanya berbicara saja. Masih ada sisa waktu dua tahun masa pemerintahan Anda, Pak Gubernur Anies. Mari manfaatkan untuk memperbaiki yang masih kurang dan mempercepat pembangunan bagi kesejahteraan warga Jakarta. Warga sudah jenuh hanya kampanye belaka dan haus bukti nyata.
Selamat Bekerja Pak Anies
Salam Demokrasi