Pasca penetapan hasil Pemilu Presiden (Pilpres) 9 Juli 2014 yang pada 22 Juli 2014 lalu oleh KPU ternyata tidak serta merta merenggangkan ketegangan persaingan dua kubu kandidat semenjak kampanye. Namun, kalau pada akhirnya tulisan ini tidak membahas tentang permasalahan tegang-teganan, ya, mohon maaf! Karena memang tulisan ini tidak ditujukan untuk mengulas yang tegang tersebut.
Tulisan ini hanya muncul dari pikiran saya saja. Kalau dari Anda pembaca yang budiman pernah berpikir hal yang sama, mungkin saja terjadi, toh apa sih yang tidak mungkin sekarang ini? Itu saja sekarang ada ekstraknya. Upsss maaf kalau sedikit melenceng. Baik mari fokus ke persoalan!
Pemilu Presiden tahun ini melahirkan kata-kata yang sering kali terdengar di media massa. Setelah era "kontroversi hati" kini muncul tiga kata sakti yang sering terucap dari salah satu kubu yang menggugat KPU, yaitu Terstruktur, Sistematis, dan Masif. Ahaii... gara-gara tiga kata itu saya menjadi tertarik untuk melihat lebih dalam sambil sesekali melamun dan akhirnya hasil lamunan itu saya bagikan kepada Anda sekarang.
KPU dituding telah melakukan pelanggaran dalam penyelenggaraan yang Terstruktur, Sistematis, dan Masif. Namun, justru dari tudingan itu saya pribadi justru percaya bahwa ada sesuatu yang telah Terstruktur, Sistematis, dan Masif. Ya, KPU telah berhasil melaksanakan tugasnya menyelenggarakan Pilpres tahuun ini dengan Terstruktur, Sistematis, dan Masif bahkan ha itu terlah direncanakan jauh-jauh hari sehingga berjalan dengan baik dan sukses. Bagaimana mungkin Pilpres lalu berjalan lancar jika KPU tidak mempersiapkannya secara Terstruktur? Pastilah KPU telah mempersiapkan dengan baik seluruh perangkat organisasinya dengan Sistematis dan juga Masif.
Hal ini mengingatkan saya akan proses Pilpres tahun ini sejak awal kampanye hingga saat puncak hari pencoblosan. Tentu masih segar diingatan kita akan perbedaan hasil hitung cepat yang memiliki dua versi di mana masing-masing kandidat mengklaim hasil versinya yang dapat dipercaya. Tetapi waktu jugalah yang membuktikan siapa yang tepercaya. Muncul juga dua kubu media hingga menjadi bahan lelucon di mana-mana hingga gelaran piala dunia yang semestinya tidak ada hubungannya dengan Pilpres kita menjadi objek lelucon media tersebut.
Dari sana muncullah dalam lamunan saya bahwa semua itu mungkin adalah "Kebenaran Terbalik". Ya, berangkat dari hasil hitung cepat yang ternyata terbalik dengan hasil hitung nyata KPU. Kemudian pernyataan yang secara kesatria "akan menghormati demokrasi" ternyata justru semakin menjadi lelucon demokrasi. Nah, jangan-jangan tuduhan yang sedang diproses di MK juga merupakan "Kebenaran Terbalik"?
Semua ini memang telah Terstruktur, Sistematis, dan Masif. Semua ini memang telah diorganisasikan secara rapi, sistematis, dan padu. Merapatnya kendaraan-kendaraan politik besar, mempermanenkan kendaraan-kendaraan tersebut, hingga menggalang massa sampai ancaman-ancaman akan munculnya kekisruhan. Nah, siapa coba yang sekarang sudah membuat kisruh? Terbalikkan?
Sekali lagi, Tulisan ini berasal dari lamunan saya. Tidak ada data hanya ada lamunan saja. Permisi, saya mau melamun lagi! Salam Perdamaian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H