Membahas tentang  Perumpamaan "Bendahara yang tidak jujur" dalam Lukas 16, ada perspektif yang menarik.Â
Dalam salah satu terjemahan Kuno dari Bahasa Jawa, Perumpamaan tersebut diberi judul "Bendahara Julik", mungkin merupakan penjabaran dari teks Jawa terjemahan LAI, "margo saka anggone duwe akal" yang artinya " karena mempunyai akal". Kata "julik" itu sendiri menurut kamus bahasa Jawi Kuno, memiliki arti "licik atau lihai". Jadi kata itu mempunyai arti positif dan negatif.
Saya yang mengikuti Keith A. Reich, berpendapat bahwa secara retoris sebenarnya tokoh Tuan dan Bendahara dalam perumpaan tersebut mewakili orang-orang yang pintar dan cerdik dalam pandangan dunia tapi buruk dalam pandangan Allah.Â
Jadi Bendahara tersebut kemudian mewakili pengertian "Julik" yang negatif, dengan kata lain "licik". Ia menjadi licik karena dari cerita tersebut sudah kelihatan bagaimana bendahara tersebut memanipulasi/mengatur sedemikian data menjadi tidak sesuai dengan kenyataan semata-mata untuk kepentingannya sendiri, dengan kata lain korupsi. Baik Bendahara maupun Tuan dalam hal ini sama-sama berbuat kekeliruan. Sang Tuan berbuat semena-mena terhadap bendahara dengan memecat tanpa mengadili (ayat 1). Si bendahara kemudian menjadi orang yang memanipulasi data-data hutang terhadap sang Tuan untuk kepentingan dirinya sendiri.
Indonesia negara kita ini sudah tidak bisa dipungkiri adalah negara yang banyak kasus korupsi.
Tidak usah kita membuat riset yang panjang lebar yang membuang dana dan waktu yang banyak, sudah bisa kita katakan sekarang bahwa korupsi sudah menjadi kebiasaan masyarakat kita. Lalu apakah dalam situasi seperti ini, kita juga harus menjadi korup ? Apakah kita juga harus menjadi seperti Bendahara yang korup karena tahu Tuannya akan memecat dia. Apakah kita juga harus sama dengan keadaan kita jadi korup ?
Menarik sebenarnya kita renungkan, apakah kita hanya bisa menjadi "julik" yang negatif seperti Bendahara itu.Â
Menurut saya, orang yang bisa bertahan jujur dalam situasi yang penuh korupsi ini tanpa dipecat dan berkembang kehidupannya adalah juga orang yang "Julik". Jadi "Julik" dalam arti yang positif, yaitu lihai. Menurut saya lagi, orang yang bisa hidup baik tercukupi di lingkungan yang korupsi tapi bisa tetap jujur, itu orang hebat. Itulah contoh orang yang "Julik" yang sesungguhnya. Lha sekarang, bagaimana caranya? Itu tergantung kondisi serta situasi masing-masing. Banyak contoh orang bisa bertahan hidup dengan kejujuran. Dalam Perjanjian Lama, cara berpikir sederhana yang dipakai untuk menilai panjang atau tidak hidup seseorang adalah dengan melihat apakah ia hidup baik atau tidak. Itu mungkin terlalu sederhana.Â
Tapi yang utama, adalah ingatlah sepintar-pintarnya tupai melompat pasti ia akan jatuh juga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H