Sebagai penderita asthma, setiap kali kambuh rasanya seperti habis lari marathon..terasa sangat menyakitkan dan menyiksa. Kadang gejala serangan asthma tidak bisa diprediksi. Ada kalanya saat udara dingin malah aman-aman saja tapi justru sebaliknya saat udara panas, rasanya seperti ikan yang mengap-mengap karena keluar dari air. Kadang sewaktu perasaan tertekanpun, asthma tidak kambuh. Mungkin sebagian penderita yang lain tidak sama penyebab dan pemicu kambuhnya serangan asthma. Tapi satu hal yang tidak dapat dipungkiri, setiap kali terhirup asap rokok apalagi diruangan tertutup rasanya mulut seperti dibekap, spontan dan langsung terasa diparu-paru, napas menjadi pendek-pendek, cepat dan ngos-ngosan. Kalau tidak cepat menghindar, obat inhaler pun tidak berguna.
Berada bersama perokok aktif kadang tidak bisa dihindari, tidak cuma dilingkungan teman, bahkan kerabat dan saudara banyak yang merokok. Tidak perduli walaupun tahu ada saudaranya yang menderita asthma. Justru sipenderita yang diharapkan memaklumi dan jangan mendekat apabila ada yang lagi ngumpul dan merokok. Satu ruangan ngebul dengan asap. Seperti ada kabut. Semua baju dan sudut ruangan beraroma tembakau. Kalau sudah begitu, percuma marah-marah, memang lebih baik menghindar sampai kumpulan perokok bubar.
Menderita penyakit asthma bukan karena perokok, bukan karena asap rokok, tapi karena faktor genetik. Berusaha mencegah pemicunya memang lebih efektif untuk mengatasi serangan asthma yang tidak menentu. Tadinya bisa disebabkan karena faktor alergi, misalnya debu atau daya tahan tubuh yang lagi menurun. Selalu membawa inhaler sebagai pertolongan pertama cukup membantu disamping obat-obatan lainnya.
Mempunyai suami perokok berat menjadi satu hal yang membuat tertekan. Melarangnya merokok sama seperti melakukan pekerjaan yang hasilnya sia-sia belaka. Tidak akan ada gunanya. Pada akhirnya, sayalah yang harus mengalah. Menggunakan masker setiap hari walaupun dirumah tetap tidak bisa mengurangi dampak asap rokok. Rasanya asap itu seperti dua tangan yang tidak kelihatan dan mencekik leher setiap waktu. Saya harus berjuang melawan asthma setiap hari. Kalau harus ditambah dengan pertengkaran, semakin memperberat kerja paru-paru.
Tidak ada yang bisa membuat insyaf perokok berat. Kecuali ada kesadaran dalam dirinya sendiri. Saya tidak pernah berharap suami akan sakit . Saya ingin kesehatannya tetap terjaga. Tapi ketika suatu saat mendadak terkena serangan jantung dan merasakan sakit yang tidak disangka-sangka, akhirnya tanpa ada yang menyuruh..langsung berhenti merokok karena keinginan sendiri.Â
Sampai sekarang saya nyaris tidak bisa mempercayainya. Setelah merokok semenjak lama, sehari bisa menghabiskan dua sampai tiga bungkus rokok..ternyata langsung bisa berhenti total. Betul-betul seperti keajaiban dalam hidup. Tidak ada yang tidak mungkin kalau mau berusaha.Â
Dan akhirnya serangan Asthmapun menjadi berkurang banyak. Setidaknya kambuhnya kali ini bukan karena asap rokok suami sendiri. Saya masih harus berjuang karena lingkungan yang masih tercemar asap rokok. Masih banyak perokok yang tidak perduli atau pura-pura tidak mengerti saat saya terbatuk-batuk didekatnya.
Saya yang harus memaklumi....bukan mereka.
Saya yang sakit....bukan mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H