Mohon tunggu...
Noorharyani Noordin
Noorharyani Noordin Mohon Tunggu... Ibu Rumah Tangga -

belajar bersosialisasi lewat dunia maya...semoga membawa manfaat bukan mudarat...suka memasak, membaca dan menulis puisi.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Stroke dan Obat-obatan

30 Oktober 2016   18:39 Diperbarui: 31 Oktober 2016   01:59 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Bukan sekedar minum obat tapi makan obat

Mempunyai beberapa keluarga termasuk kedua orangtua yang mengidap stroke sejak beberapa tahun yang lalu membuat keluarga besar cukup mengetahui apa dan bagaimana cara yang dirasa cocok untuk memahami cara penanganan terhadap penderita stroke.

Selain rutin berobat ke dokter, macam-macam teknik therapy sudah dicoba. Baik yang tradisional maupun yang modern. Jika sipenderita merasa cocok maka dengan senang hati mereka minta diantar untuk menjalani therapy berikutnya tapi jika yang dirasa sebaliknya, cukup sekali sekedar mencoba saja.

Tinggal di daerah dengan keterbatasan jumlah dokter spesialis syaraf untuk menanganani penderita stroke yang semakin meningkat setiap tahunnya membuat pasien dan keluarganya harus sabar menunggu jadwal pemeriksaan di Klinik pribadi dokter yang bersangkutan.

Walaupun sudah diantisipasi dengan mendaftar sebelumnya tetap saja sering masuk daftar antrian yang cukup panjang dan melelahkan. Tidak jarang pulang dari klinik dokter tersebut sampai jam 3 dinihari karena dapat nomor yang terakhir. Luar biasa sekali perjuangan untuk berobat dengan tarif yang lumayan tinggi.

Sebenarnya bukan masalah tarif yang dipersoalkan karena setiap orang punya pilihan untuk berobat secara pribadi di klinik ataupun menggunakan BPJS di Rumah Sakit yang sudah ditunjuk. Mau murah atau mahal tetap saja harus masuk daftar antrian. Entahlah dengan resep obatnya apakah sama atau berbeda, saya tidak terlalu mengerti.

Karena tinggal ditempat yang cukup jauh, sehinga persediaan obat-obatan sering minta diresepkan dalam jumlah yang cukup banyak sehingga tidak perlu repot untuk bolak-balik berobat. Pertama kali berobat memang terasa cukup mengejutkan ketika harga obat untuk satu bulan cukup menguras kantong tapi berusaha dimaklumi karena toh tidak ada obat yang bisa ditawar bukan ?

Rutin berobat setiap dua atau tiga bulan sekali tergantung kondisi pasien atau keuangan. Beberapakali pengobatan memang jumlah obat yang diberikan cukup banyak tapi masih bisa diterima. Sekali minum mungkin sekitar 3-4 butir dikali 3 sehari, jadi ada sekitar 9-10 tablet yang dikonsumsi pasien.

Yang sangat membuat terkejut saat terakhir kali berobat tiba-tiba obat yang diresepkan melonjak menjadi 10-13 butir sekali minum dikali 3 perhari menjadi hampir 30 tablet lebih. Saya sangat tidak mengerti kenapa bisa begitu banyak obat yang harus dikonsumsi perharinya ? apakah tidak akan berpengaruh terhadap ginjal ? ataukah itu sesuatu yang wajar saja ?

Padahal sebelumnya tidak sebanyak itu. Obatnya pun besar-besar seperti kebanyakan obat untuk lambung atau antibiotik sehingga orangtua saya sering mengeluh, katanya gak bisa makan nasi lagi karena sudah kenyang makan obat…bukan sekedar minum obat…duuuhhh kasihannya…….

Total biaya berobat perorang di klinik pribadi dokter spesialis syaraf sekitar Rp. 10.000.000 untuk obat saja selama satu bulan. Pengambilan obat terpaksa tidak bisa sekaligus dan dibagi dalam empat tahap karena ingin merasakan efek obatnya dulu dan sambil mencarikan biaya untuk membeli obat tahap selanjutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun