Mohon tunggu...
erdian
erdian Mohon Tunggu... Administrasi - pemula, amatir

laki-laki

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

2024: Renaissance Indonesia

11 Juni 2022   18:10 Diperbarui: 11 Juni 2022   18:35 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

        Memang sepertinya judul di atas terlihat lebay. Tapi tak apalah, mudah-mudahan dengan judul yang agak lebay ada pembaca yang bakal iseng membaca tulisan kecil ini. Ya, kenapa renaisance? sederhana alasannya. Jika tidak ada gempa bumi berkekuatan 9,5 skala rihcter dengan disusul gelombang tsunami setinggi 8 meter atau tidak ada peluru kendali dari Eropa yang nyasar ke Indonesia, maka pada tahun 2024 nanti Kita (masyarakat Indonesia) bakal mendapatkan begitu banyak kado istimewa yang semuanya serba baru. Mulai dari Ibukota negara, presiden, gubernur, bahkan bupati atau walikota baru. Malah muangkin ada yang bakal dapat istri baru di tahun yang sama (bercanda). Intinya, di tahun tersebut Indonesia bakal dapat suntikan tenaga yang serba fresh. Nah, renaissance itu kan artinya kira-kira kebangkitan atau kelahiran kembali, maka semua hal yang serba baru itu seharusnya bisa menjadi pendorong agar menjadi momentum "kelahiran kembali" atau kebangkitan Indonesia (ini bukan lagi orasi politik ya).

         Memangnya sekarang Indonesia lagi tidur? atau bangkrut? Ya tidak. Tapi kan Kita semua tahu, tahun-tahun terakhir ini adalah tahun-tahun yang sangat melelahkan. Melelahkan semua pihak. Bukan cuma pemerintah, tapi juga masyarakat, pelajar, mahasiswa, aparat TNI/Polri, sampai pegawai negeri. Semuanya susah. Cuma kelompok separatis aja yang masih rajin nembak-nembakin orang. Semua kita terpuruk dengan pandemi. Memang cuma dua tahun, tapi efeknya, serasa 2 tahun di neraka Bro! Walaupun akhirnya Kita semua berhasil survive dan bisa beradaptasi dengan tuh virus. Tapi ya tetap aja pandemi ini menjadi masa-masa yang penuh kenangan (kenangan pahit). 

        Selain pandemi, ada lagi masalah persatuan nasional. Pada sadar nggak sih, kalau 10 terakhir ini Kita tuh sibuk sekali membahas hal-hal yang dulunya pas jaman-jamannya Kotaro Minami, sama sekali nggak pernah dibahas. Ya, masalah toleransi. Gak tau entah dari mana asalnya mendadak 10 tahun ini urusan agama dan ras menjadi sangat penting untuk dibahas. Padahal yang dibahas itu juga nggak pernah balik membahas. Tapi tiap hari medsos, koran, TV, majalah, sampai gamewatch mungkin dan kelompok arisan ibu-ibu semuanya pada membahas masalah TKA-lah, intoleransi lah, kebhinekaan-lah, sampai-sampai makhluk tidak berdosa cebong dan kampret pun dibajak nama baiknya untuk jadi bumbu obrolan manusia (kasian para cebong dan para kampret).  Belum lagi masalah terorisme. Entah kapan para teroris itu pensiun. Heran juga, neror kok nggak rampung-rampung ya? 

       Pemerintahan sendiri juga nggak kurang masalahnya. Mulai dari korupsi sampai urusan koalisi. Nggak ada yang bisa menyelesaikan korupsi di negeri ini sepertinya. Padahal untuk nangani korupsi  satu itu aja Kita sampai punya 3 lembaga besar sekaligus, Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK, tapi yang namanya korupsi tetap wae.. lestari sepanjang masa. Atau jangan-jangan bukan korupsinya yang salah tapi Kita lah yang salah dalam memandang korupsi. Korupsi selama ini selalu Kita pandang sebagai musuh, tapi kalau melihat kondisi selama ini sepertinya boleh juga memandang korupsi itu sebagai bagian dari kearifan lokal yang harus dihormati dan dilestarikan (lho kok malah ngawur ini).

         Masalah lainnya di Indonesia  yang juga serius adalah masalah harga-harga barang kebutuhan pokok. Memang sih, pemerintah itu sulit posisinya. Kalau dibikin murah, barangnya malah ngilang. Susah didapat. Eh, begitunya dibikin mahal barangnya langsung keluar berhamburan dari sarangnya masing-masing. Edan..... Belum lagi kalau urusannya dengan para petani atau para produsen. Kalau harga kemahalan, konsumen menjerit. Begitu pemerintah bikin operasi pasar, harga turun, eh produsennya malah merajuk sambil buang semua hasil panennya ke selokan. Susah memang. 

        Ada lagi masalah pertahanan. Kapal selam tenggelam (lho bukannya kapal selam itu memang buat tenggelam?) kecelakaan maksudnya. Itu musibah besar. Bukan kapalnya tapi para prajurit di dalamnya. Para putera terbaik bangsa itu harus gugur karena alasan yang sampai saat ini belum juga dilansir ama yang punya otoritas.  Belum lagi urusan kapal penjaga pantai negeri tetangga yang ngejar ikan sampai masuk ke laut natuna utara. Emangnya tuh ikan bikin aksi kriminal apa sih di negara asalnya sampai harus dikejar ke Indonesia? kasihan. Terakhir masalah separatisme. Mungkin sudah se-RT tentara Kita yang gugur gara-gara diserang separatis. Itu juga nggak jelas kapan mau habisnya.

       Nah, pembaca yang budiman itulah antara lain masalah-masalah yang cukup membuat Kita capek selama beberapa tahun ini sebagai bangsa Indonesia. Karena itu ibarat orang yang selama setahun penuh kerja keras, kemudian butuh momen tanggal merah supaya bisa liburan dan healing, bagitu juga negara Indonesia Raya tercinta milik Kita semua ina (eh, ini). Kita butuh momentum besar untuk mencharge Kita punya semangat berbangsa. Agar Kita bisa healing, bisa nambah semangatnya, atau kerennya bisa renaissance, dilahirkan kembali sebagai sebuah bangsa. Kalu kata Ikki di Saint Seiya (anime) seperti Phoenix yang lahir kembali dari abu bakaran tubuhnya.

       Momen itu adalah 2024. Di tahun itu Kita punya IKN alias ibukota negara baru di Kalimantan Timur. Di tahun itu Kita bakal menggelar Pemilu serentak, mulai dari Pilpres sampai pemilukada, yang artinya akan melahirkan para pemimpin baru juga di daerah masing-masing. Semua yang baru-baru itulah yang diharapkan menjadi healing factornya bangsa Indonesia. Akan tetapi, momentum itu harus disikapi dengan benar. Supaya andaikata benar-benar terjadi perubahan, perubahannya sesuai dengan cita-cita nasional dan yang paling penting sesuai dengan kebutuhan bangsa. Serius. Karena kalau tidak, seperti katanya Sigmoid, perubahan yang salah itu justru membuat organisasi itu tumbuhnya ke bawah, alias menuju kematian, seperti ujung atas huruf "S".  Persis kejadiannya kalau kita tidak membuat perubahan apapun untuk merespon perkembangan situasi.

      Lantas, bagaimana caranya. Nah (buka buku panduan dikit ya) ada yang disebut astagrata. Itu semacam panduan untuk menganalisis perubahan yang terjadi dalam konteks kenegaraan. Karena namanya asta, pastilah artinya 8. Ke-8 aspek itu adalah ideologi, politik, ekonomi, sosial, pertahanan, kependudukan, wilayah, dan juga lingkungan.  Semua perubahan yang direncanakan harus berdasarkan ke-8 aspek tadi. Harus berideologi Pancasila, berdasarkan keputusan politik (undang-undang), efektif dan efisien, berkeadilan sosial, serta melindungi segenap tumpah darah Indonesia. Selain itu perubahan itu juga harus memperhatikan kekuatan demografi (potensi pasar dan sumber daya manusia Indonesia), kekuatan Sumber Daya Alam, dan terakhir harus berorientasi pada pelestarian lingkungan. Jika memenuhi itu semua, barulah perubahan  atau renaissance itu benar-benar terjadi di tahun 2024 mendatang. Semoga. Amin.....

      

 

           

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun