...Bangunan sekolah yang sudah berusia puluhan tahun itu masih berdiri kokoh. Dikelilingi pagar tembok yang sudah roboh di sana sini. Pintu gerbangnya yang terdiri dari dua pintu kiri dan kanan hanya tersisa satu pintu, besi-besinya sudah berkarat dan menggantung pada satu engsel saja dengan posisi miring hampir roboh juga, nyaris menyusul pintu sebelahnya yang sudah rebah duluan di atas tanah. Halamannya ditumbuhi alang-alang yang tinggi dan rumput liar, benar-benar tak terawat...
Sementara kondisi bangunannya agak lumayan, walaupun tak bisa dibilang bagus juga. Dinding yang dulunya berwarna putih dan biru..kalau tidak salah..terlihat kusam, sebagian hitam dan berlumut di sana-sini. Bingkai jendela dan pintu, serta daun pintunya yang terbuat dari kayu dilantai bawah dan atas terlihat masih utuh, hanya sebagian sudah lapuk dimakan usia dan binatang rayap. Kaca jendelanya sebagian besar telah pecah, entah kenapa...
Inay berdiri terpaku, di depan sekolahnya di masa kecil dulu. Terkenang olehnya saat ia bersama teman-temannya bermain petak umpet di satu sudut sekolah..dan terjatuh ketika berlari bersembunyi. Dahinya terantuk batu...berdarah. tapi Inay tidak menangis. Bu Andini, guru wali kelasnya melihat kejadian itu..dan langsung berteriak memanggil nama Inay, lalu tergopoh-gopoh menghampiri..
Masih terasa tangan lembut Bu Andini, ketika menyentuh dahi Inay dan mengobatinya, walaupun terasa perih ketika mercurochrom diteteskan di lukanya. Setelah itu Bu Andini menutup luka itu dengan kapas dan plester. Di sela-sela kegiatannya itu, terucap kata-kata lembut juga yang tak terlupakan oleh Inay selama hidupnya...
“ Lain kali kalau lari-lari hati-hati ya...!..”
Kemana engkau, ibu..?.. Kata teman-teman masa kecilku yang masih berhubungan denganku sampai sekarang, engkau pergi dari rumah, entah pergi ke mana, sejak suami ibu memutuskan untuk menikah lagi....5 tahun setelah kami lulus...
Perasaan Inay jadi mengharu biru. Kota masa kecilnya ini telah ditinggalkannya sejak lulus SD, dan baru sekarang kembali ke sini..15 tahun kemudian...tepat di depan gedung SD-nya...atau ...bekas gedung SD-nya ini...
Matahari sudah tergelincir menuju ufuk barat. Inay masih berdiri terpaku di depan kenangannya..ketika tiba-tiba ponselnya berdering....
“Nay..masih hidup kau..?!..” begitu nada tanya berlogat batak yang terdengar dari suara di seberang sana. Inay merasa tak perlu menjawab dengan serius. Ini sudah kebiasaan dari si penelepon yang sudah dikenalnya tiga bulan terakhir ini..
“Kenapa Bang..?!...aku bentar lagi pulang ke camp kok...!”
“Oo...ya sudah. Ini yang lain sudah pulang...tinggal kau saja yang masih keluyuran.. kalo kau tak cepat pulang nanti kehabisan makanan kau..!!..”