Mohon tunggu...
Budhi Hendro Prijono
Budhi Hendro Prijono Mohon Tunggu... Freelancer - Belajar Terus dan Terus Belajar! Pensiunan Karyawan YAKKUM RS Emanuel Purwareja-Klampok Banjarnegara. Alumni Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

Belajar Terus dan Terus Belajar! Pensiunan Karyawan YAKKUM RS Emanuel Purwareja-Klampok Banjarnegara. Alumni Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

(Masih) Adakah Sentuhan Manusiawi Perawat?

16 Maret 2016   10:20 Diperbarui: 16 Maret 2016   10:41 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Laju perkembangan teknologi termasuk di dunia kesehatan, nyaris tak terbendung. Dominasi peralatan computerized menjadi pilihan praktis dan murah karena cukup dioperasikan oleh sedikit tenaga. Sejumlah alat kesehatan canggih menggantikan alat konvensional. Dengan sebuah layar mini di samping pasien (bed-side monitor), perawat bisa memonitor kondisi pasien mulai denyut nadi sampai kerja jantung. Timbul pertanyaan, masih adakah sentuhan manusiawi perawat terhadap pasiennya?

Trade mark perawat
Salah satu trade-mark perawat yang paling dirasakan pasien adalah sentuhan manusiawinya. Senyum, sapaan lembut serta belaian kasih-sayang perawat kerap menjadi ‘obat’ manjur. Pelayanan perawat yang merupakan pekerjaan mulia, perlahan-lahan mulai bergeser menjadi tugas yang dilakukan demi upah. Pelayanan yang bermodalkan ‘hati’ mulai bergeser mengandalkan ‘otak’. Aplikasi ilmu keperawatan di lapangan dirasakan mulai mengesampingkan sentuhan manusiawi perawat. 

Sentuhan manusiawi perawat perlu dibekali keahlian berkomunikasi yang baik. Ada 2 (dua) jenis komunikasi yang perlu dikembangkan. Pertama, komunikasi sosial (social communication) yakni komunikasi pada hubungan sosial ke dua pihak. Komunikasi ini akan membangun rasa saling percaya yang sangat dibutuhkan dalam proses penyembuhan. Perawat dituntut mampu berinteraksi secara tepat, menempatkan diri pada posisinya dengan tetap menjaga harga diri dan professionalisme. Dengan komunikasi sosial, seorang perawat bisa dinilai apakah ia bersikap ramah dan memiliki unggah-ungguh. Komunikasi perawat hanya menggunakan krama-madya saja sudah cukup menumbuhkan simpati pasien. Beberapa kata kunci untuk bekal perawat berkomunikasi sosial, seperti: matur nuwun, nuwun sewu, nderek langkung, nyuwun pangapunten, mangga, dll

Ke dua, komunikasi terapeutik (therapeutic communication) yakni komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien (Depkes RI, 1997). Pasien difasilitasi mengungkapkan perasaan (dan keluhannya) secara jelas untuk mengurangi beban pikiran serta membantu menentukan langkah tindakan selanjutnya. Komunikasi terapeutik dibangun berbekal ilmu pengetahuan serta kreatifitas perawat. Ada 3 (tiga) syarat yang perlu diperhatikan dalam komunikasi terapeutik: keikhlasan (genuiness), empati (empathy), dan kehangatan (warmth). Keikhlasan atau kesediaan saling berbagi informasi antara perawat dengan pasien akan melengkapi data pasien untuk menentukan terapi selanjutnya. Sedangkan empati dan kehangatan bisa dihasilkan dari kesungguhan hati perawat menyediakan diri menolong pasien secara utuh dan tanpa pamrih. 

Kemampuan seorang perawat dalam berkomunikasi terapeutik juga akan berdampak pada penilaian positif pasien terhadap kedalaman ilmu yang dimiliki perawat sebab tanpa modal ilmu yang cukup, seorang perawat akan kesulitan berkomunikasi terapeutik dengan pasiennya. Dampak ikutan selanjutnya yakni bertambah besarnya kepercayaan pasien terhadap perawat. ‘Kedekatan hati’ perawat dengan pasiennya menjadi sangat bermakna dalam proses kesembuhan pasien karena perawat adalah sosok tenaga kesehatan yang paling dekat secara fisik (dan psikologis) dan paling lama berinteraksi dengan pasien.

Profesionalisme
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), sebagai wadah perawat Indonesia yang berulang tahun ke 42 pada tanggal 17 Maret 2016, perlu mengajak segenap perawat Indonesia meningkatkan kualitas pelayanannya. Penempatkan keperawatan sebagai pelayan professional, sudah sepantasnya jika perawat makin percaya-diri, memacu diri bersaing dengan profesi kesehatan lain guna membuktikan bahwa perawat memang layak disebut tenaga professional. Jenjang pendidikan perawat yang makin meningkat harus diiringi tekad menjadi sosok tenaga kesehatan yang disegani dan professional.

Dengan disahkannya Undang-Undang no 38 tahun 2014 tentang Keperawatan, sudah selayaknya setiap individu perawat terdorong meningkatkan kualitas sentuhan manusiawinya terhadap pasien.

YB Hendro Priyono, AMK, SKM
Pensiunan Kepala Bagian Keperawatan RS Emanuel Purwareja-Klampok Banjarnegara

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun