Tak ada seorang ibu-pun yang tidak tahu pentingnya anak mengonsumsi sayur. Ironisnya, sangat banyak ibu yang merasa gagal memberikan sayuran kepada buah hatinya. Anak makin dipaksa, makin menolak. Akhirnya ibu menyerah kalah dan membiarkan anaknya tidak mengenal sayuran.
Sayuran, bahan pangan yang berasal dari tumbuhan ini merupakan salah satu jenis makanan yang dilaporkan paling sering ditolak anak. Anak balita akan merasa dihukum jika diminta makan sayuran. ‘Hukuman’ akan dirasakan anak ketika datang acara ‘makan sehat’ di sekolah. Sebaliknya, dengan senang hati sang ibu mempersiapkan makanan sehat paling lengkap untuk anaknya, ‘empat sehat lima sempurna’. Nasi, ceplok telur ayam, sayuran hijau, buah pepaya plus air putih dalam botol khusus. Biasanya susu hangat disediakan sekolah. Saat tiba acara makan bersama, anak akan melahap habis bekal makanan yang dibawanya demi nilai dan pujian sang guru. Namun, apakah dia akan meneruskannya menjadi kebiasaan di rumah? Belum tentu!
Kebanyakan sayuran terasa pahit walaupun sudah dimasak dengan benar sekali-pun. Rasa pahit merupakan satu dari empat rasa dasar disamping manis, asin, dan asam. Sayuran sangat bermanfaat bagi tubuh sebagai antioksidan dan pencegah sembelit terlebih sayuran berserat tinggi. Sebenarnya, sebagian ibu sudah trampil memasak sayuran dengan tehnis khusus untuk mengurangi rasa pahit. Namun tetap saja anak menolak makan sayuran.
Memperkenalkan Sejak Dini
Kita terbiasa mengenalkan rasa ‘enak’ kepada anak. Rasa ‘enak’ bersifat individual karena identik dengan kebiasaan makan seseorang yang belum tentu sehat. Standar ‘enak’ tanpa sadar diturunkan orangtua kepada anaknya. Sehingg tidak heran jika kebiasaan makan anak mirip kebiasaan makan orangtuanya.
Peran orangtua sangat penting untuk memperkenalkan semua rasa kepada anaknya. Selepas program ASI Eksklusif 6 bulan, bayi mulai diberikan Makanan Pendamping ASI (MP ASI). Di usia ini bayi mengonsumsi makanan secara pasif karena semua tergantung dari pemberian orang lain. Orangtua wajib memperkenalkan semua rasa. Anak diajarkan praktek mencicipi makanan. Secara bertahap orangtua memberi pemahaman tentang berbagai rasa yang ada dalam makanan. Orangtua memberi penjelasan sederhana tentang manfaat masing-masing makanan. Anak diajak diskusi tentang manfaat masing-masing jenis makanan.
Berikut beberapa hal seputar cara mengenalkan rasa:
1. Orangtua tidak akan menemui kesulitan saat memperkenalkan rasa manis kepada anaknya. Rasa manis merupakan rasa yang paling familiar di lidah anak karena ASI terasa manis. Kebanyakan anak bahkan berlebihan mengonsumsi makanan atau minuman manis.
2. Rasa asin bisa dikenalkan saat anak makan nasi tim. Asin garam merupakan penyedap masakan yang paling murah dan sehat. Rasa asin dibutuhkan anak jika suatu saat diare dan memerlukan minum Oralit. Dalam nasi tim juga bisa ditambahkan santan untuk memperkenalkan rasa gurih.
3. Mengenalkan rasa asam paling mudah dengan buah seperti jeruk atau mangga. Mengenal rasa asam diperlukan jika suatu saat anak harus mengonsumsi obat rasa asam. Setelah usia setahun, anak bisa diperkenalkan dengan sayur asam.
4. Rasa pahit adalah salah satu rasa yang paling tidak disukai anak. Rasa pahit bisa diperkenalkan melalui sayuran yang rata-rata terasa pahit. Saat itu secara sadar dan dengan pemahaman yang benar, anak mengenal rasa pahit. Dengan demikian ketika obat pahit harus dihadapi, dengan penuh kesadaran, anak akan mengonsumsinya tanpa dipaksa.
5. Rasa pedas juga perlu diperkenalkan kepada anak namun harus lebih hati-hati karena bisa merangsang pencernaan anak. Merica bisa untuk memperkenalkan rasa pedas sebelum anak mengenal pedasnya cabai.
6. Ada satu ‘rasa’ yang tidak berasa yaitu tawar atau hambar. Roti tawar paling mudah untuk memperkenalkan rasa ini.
Diberikan dengan cara benar
Proses memperkenalkan rasa kepada anak kita membutuhkan waktu yang tidak instan. Dibutuhkan kesabaran dan sedikit kreasi untuk membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Buatlah suasana nyaman saat memperkenalkan rasa yang baru akan diperkenalkan.
Berikut beberapa catatan yang perlu diperhatikan
1. Memperkenalkan rasa terlebih rasa ‘ekstrim’ seperti pedas, asam atau pahit; orangtua perlu lebih bijak dan kreatif. Jangan sampai maksud baik kita justru membuat anak trauma sepanjang waktu. Rasa ‘ekstrim’ di atas idealnya baru diperkenalkan ketika anak usia satu tahun. Pada usia ini, gigi anak sudah tumbuh sehingga jenis makanannya sudah mirip dengan makanan orang dewasa.
2. Jangan persamakan kebutuhan anak dengan kebutuhan orang dewasa termasuk kebiasaan orangtua yang tidak harus menurun ke anak. Kebiasaan dan standar makanan ‘enak’ anak tidak harus sama dengan orangtuanya. Kebiasaan mengonsumsi makanan sehat harus mulai diterapkan kepada anak. Â
3. Mungkin kebiasaan orangtua sudah terlanjur tidak sehat. Namun orangtua wajib mengenalkan makanan sehat kepada anaknya. Kebutuhan tubuh akan makanan dan minuman dengan berbagai rasa pada dasarnya sangat terbatas. Banyak orangtua membiasakan anaknya makan-minum manis seperti kebiasaan orangtuanya. Kebiasaan ini bisa memicu anak obesitas dan kelak berpotensi terkena penyakit Diabetus Mellitus. Ada juga orangtua yang hobby makanan pedas atau asam yang tanpa sadar juga ‘mengajak’ anaknya memiliki hobby yang sama.
4. Orangtua perlu memperkenalkan berbagai sumber makanan berbagai rasa. Variasi makanan berbagai rasa akan memberi banyak pilihan kepada anak. Cara penyajian makanan-minuman juga perlu bervariasi. Kebiasaan orangtua menyajikan jus buah atau sayur demi alasan praktis, kurang dibenarkan. Anak yang sudah tumbuh gigi sebaiknya dilatih menggigit dan mengunyah makanan.
Semoga tips di atas bermanfaat khususnya untuk orangtua yang masih memiliki bayi atau anak kecil.
Â
Maguwoharjo, 29 Maret 2016
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI