Mohon tunggu...
Budhi Hendro Prijono
Budhi Hendro Prijono Mohon Tunggu... Freelancer - Belajar Terus dan Terus Belajar! Pensiunan Karyawan YAKKUM RS Emanuel Purwareja-Klampok Banjarnegara. Alumni Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

Belajar Terus dan Terus Belajar! Pensiunan Karyawan YAKKUM RS Emanuel Purwareja-Klampok Banjarnegara. Alumni Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

“Jurus-jurus Keroyok Ahok”

23 Maret 2016   17:23 Diperbarui: 23 Maret 2016   17:32 2104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pilgub DKI tahun depan menjadi barometer daerah lain di Indonesia. Keberadaan DKI yang prestisius menjadi daya tarik banyak tokoh politik beramai-ramai merebut kursi ‘DKI 1”.


Keberanian Ahok memilih jalur independen dalam pilgub tahun depan, bikin banyak orang geleng-kepala. Bahkan tidak sedikit yang menilai Ahok sudah ‘gila’. Dengan nekad dia mendobrak budaya politik yang ‘sudah mapan’. Bagaimana tidak, selama ini ‘balon’ (bakal calon) kepala daerah biasa datang menghadap dan memohon kesediaan parpol mengusung dirinya; tentunya dengan kesediaan memenuhi segala persyaratan yang sudah menjadi aturan main parpol. Atau, seandainya ada parpol atau beberapa parpol yang berinisiatif mengusung seorang ‘balon’, sejak awal sudah menyodori aturan main yang harus diikuti.

Keberanian Ahok pasti bukan tanpa perhitungan. Melalui ‘Teman Ahok’, dia yakin seratus persen mampu lolos sebagai calon gubernur DKI. Dia sangat faham peta politik dan kondisi pemilih Jakarta. Masyarakat Jakarta sudah cerdas. Mereka tidak mempan dengan kampanye hitam yang sejak dini sudah gencar diarahkan ke Ahok. ‘Kelemahan’ Ahok yang minoritas Cina - Kristen justru berubah menjadi ‘kelebihan’. Hal ini terutama karena masyarakat (bukan cuma masyarakat Jakarta) sudah merasakan secara nyata kiprah Ahok selama menjabat sebagai Wagub sampai menjadi Gubernur DKI. 


Keturunan Cina yang selama ini identik dengan sikap lemah, mudah diperas dan gampang dimanfaatkan kelompok mayoritas dan penguasa, justru Ahok sudah membuktikan sebaliknya. Ahok tegas dan berani dalam memimpin Jakarta bahkan Buya Syaffii Maarif menyebut Ahok sudah putus urat takutnya. Seolah tidak ada manusia yang dia takuti. 


Penganut Kristen agama minoritas yang dinilai mengancam mayoritas dengan Kristenisasi-nya, juga berjalan sebaliknya. Ahok tidak allergi dengan budaya serta ajaran-ajaran Islam. Ada yang menyebut, Ahok non muslim yang ‘Islami’. Lingkungan Ahok sejak kecil dan ketika memimpin Kabupaten Belitung Timur maupun selama memimpin Jakarta yang mayoritas Muslim, menempanya menjadi seorang Kristen yang toleran dan nasionalis.

Jurus dan Strategi Para Lawan Ahok


1. Isue SARA
Isue SARA paling mudah dibuat menjadi isue kampanye hitam menjelang Pilkada di banyak tempat, tak terkecuali di DKI. Masa kampanye saat mendampingi Jokowi merebut kursi ‘DKI 1 dan DKI 2’ juga tak luput dengan jurus ini. Bahkan terhadap Jokowi yang Muslim-pun, isue SARA juga ramai disuguhkan. ‘Sayangnya’, masyarakat Jakarta sudah terbukti tidak mempan dengan isue semacam ini. Namun jurus ini pasti akan terus digunakan khususnya ditujukan kepada kalangan bawah yang gampang dihasut dan digosok dengan isue sensitif ini. 


2. Penilaian Deparpolisasi
Kata deparpolisasi mendadak melejit banyak dibicarakan orang. Pilihan Ahok maju pilgub DKI yang bukan dengan kendaraan partai, sontak ditanggapi kurang positif oleh para petinggi partai tertentu. Seolah-olah Ahok mencoba melemahkan peran partai. Beberapa tokoh partai termasuk di dalam kabinet, angkat bicara. Penilaian keliru ditujukan kepada Ahok. Pilihan Ahok membikin beberapa partai ‘kebakaran jenggot’. Ironisnya, pilihan Ahok justru dimanfaatkan oleh beberapa partai yang mendukungnya tanpa syarat. Partai-partai ini seolah ingin mengatakan bahwa partainya tidak pernah memasang syarat tertentu kepada para balon kepala daerah. Tuduhan deparpolisasi tidak menggoyahkan keinginan Ahok berlaga di jalur independen.


3. Memajukan tokoh sukses
Wacana menyandingkan tokoh-tokoh sukses bersaing dengan Ahok, dilempar ke publik. Nama Tri Rismaharini, walikota Surabaya yang sukses memasuki periode ke dua; Ganjar Pranowo yang populer di Jawa Tengah; Ridwan Kamil yang juga bersinar di Bandung; diwacanakan bisa mengalahkan Ahok. Bahkan hari-hari terakhir sempat muncul nama Budi Waseso sang jagoan BNN yang juga diwacanakan menjadi pesaing berat Ahok. Terkesan jelas tujuan wacana ini yang ingin sekadar mengalahkan Ahok tanpa mempertimbangkan tugas yang ditinggalkan tokoh-tokoh ini. Jika benar mereka diadu bersaing di DKI, pasti harus melepaskan jabatan yang sekarang mereka emban. Padahal, hanya ada satu pemenang yang akan menduduki ‘DKI 1’. Artinya mereka yang kalah otomatis tidak bisa kembali ke jabatan sebelumnya. Akibatnya rakyat mereka-lah yang dikorbankan. 


4. Model ‘blusukan’ ala Jokowi yang terbukti ampuh juga sudah dipraktekan para kandidat balon ‘DKI 1’. Jurus ini bukan khas jurus keberhasilan Ahok. Jurus ini cukup etis dan lebih santun dibanding jurus-jurus yang lain. Setidaknya jurus ini sudah dilakukan Sandiago Uno dan Abraham Lunggana mencari simpati rakyat dengan datang di pasar-pasar tradisional.

Masih banyak jurus lain yang belum muncul. Masyarakat Jakarta dan masyarakat Indonesia di seluruh tanah air, mengharapkan pertarungan pilgub DKI tahun depan berjalan baik, santun, demokratis dan bisa menjadi contoh bagi daerah-daerah lain.
Bravo Jakarta, bravo Indonesia!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun