Mohon tunggu...
Badriah Yankie
Badriah Yankie Mohon Tunggu... Guru - Menulis untuk keabadian

Badriah adalah pengajar bahasa Inggris SMA yang menyukai belajar membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Harus Mati dalam Hidup

25 Februari 2018   12:26 Diperbarui: 25 Februari 2018   13:06 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: http://badriahbadriah.gurusiana.id

Keganasan mutasi gen pada mata tidak pernah mau mengerti kenapa asal usulnya. Dia mengakui dirinya sebagai sesuatu yang pelik dan kompleks, dia hanya ingin menamai mutasi gen dirinya dengan cantik yakni gen RB1. Nama yang indah yang tidak akan sanggup ditemukan ayah-ibu Wyatna yang tidak pernah membaca buku-buku soal nama anak. Wyatna menanggung kecantikan nama saudara kembaranya dengan disebut manusia alien bermata kucing. Sebuah pengagungan yang terlalu berat untuk anak kecil yang berhak menerima masa kanak-kanaknya dengatawa riang.

Wyatna tidak mengetahui saudara kembarnya bisa saja agresif dan berlebihan dalam hal ingin diakui keberadaannya. Dia bisa saja tumbuh tanpa kendali dan tanpa kasihan sampai retina tidak sanggup lagi menahan sel yang terus bertambah. Retina yang telah lelah, akut disiksa gen RB1 akan pecah dan sel tanpa ampun tumbuh pada bagian mata, melahap semuanya, tanpa sisa. Saat itulah Wyatna tahu bahwa dirinya tidak bisa menerima cahaya. Lensa matanya telah pecah, syaraf optiknya telah lumpuh. Wyatna harus membunuh saudara kembarnya.

Seorang anak kecil tidak sanggup menentukan akhir dari sebuah takdir. Tak ada yang dapat membuat akhir pada sebuah takdir. Tapi, Wyatna kecil, harus membuat akhir bagi kisah saudaranya, retinablastoma. Saat masa penghakiman atas takdir saudara kembarnya, Wyatna hanyalah daging berdarah yang tak berdaya diatas dipan besi nan dingin pada kamar bedah. 

Wyatna bukan pembunuh, tapi ia harus mematikan yang hidup dalam dirinya. Pertarungan yang hidup untuk memiliki hidup, dan yang hidup untuk tidak mati, keduanya meninggalkan nganga luka perih sepanjang nasib. Wyatna mencoba merasakan matanya, saat itulah ia mengetahui bahwa air matanya adalah darah. Ia terkesiap. Bagaimana ia memandang dirinya jika ia berdarah. Pikirnya sedat untuk bisa membayangkan itu.

Ia kini bisa berdiri dengan kedua kakinya, tanpa darah di matanya, menunggu saudara barunya yang sejak tadi tidak merespon WAnya. Ia coba mengerlingkan matanya, tetap saja ia hanya melihat hujan. Hujan yang putih, tipis, ringan meliuk mengikuti tarian angin. Kini ia menoleh ke arah barat. Ia seolah bisa merasakan bahwa ada sosok lain yang mengamatinya, tapi matanya tidak mengatakan bahwa itu benar. Ia tidak melihat siapa-siapa. Renggutan retinablastoma terlalu kasar, aku tidak bisa melihat putih, abu, ataukah hitam dari sosok yang mengintaiku, dia berbisik pada hujan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun